Pertamina tanam 100 juta pohon


Written by Administrator


Friday, 27 April 2012 10:56

PT Pertamina (Persero) mencanangkan penanaman 100 juta pohon secara bertahap di seluruh Indonesia sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan.
“Kami mempunyai program yang cukup besar dari 2011 sampai 2015 mendatang bernama `Program Pertamina Sobat Bumi`. Di antara program tersebut, kami memasang target penanaman 100 juta pohon di seluruh Indonesia,” kata Corporate Secretary Pertamina Mochamad Harun dalam acara Corporate Social Responsibility (CSR) Lecture Series 2012 di Jakarta, Senin.
Menurut Harun, program tersebut bukan hanya sebatas menanam pohon saja, tetapi juga termasuk merawat secara sungguh-sungguh hingga akhirnya dapat menginspirasi masyarakat untuk mencintai pola hidup peduli lingkungan.
“Dengan penerapan perilaku-perilaku yang lebih ramah terhadap lingkungan atau green living, diharapkan mampu memperbaiki tingkat kehidupan masyarakat,” kata Harun.
Harun menuturkan program penanaman 100 juta pohon merupakan aktivitas menabung pohon untuk kepentingan pengurangan emisi karbon dan peningkatan kesejahteraan yang dilaksanakan melalui skema kemitraan, baik di dalam maupun di luar wilayah area Pertamina.
“Pertamina sebagai perusahaan energi memiliki tuntutan untuk menekan emisi di Indonesia serendah mungkin. Untuk itu, dari segi lingkungan, program penanaman 100 juta pohon ini merupakan bentuk tanggung jawab kami terhadap alam,” kata Harun.
Model pelaksanaan program tersebut, lanjut Harun, terbagi menjadi dua macam, yaitu model konservasi menghasilkan oksigen untuk dunia dan model peningkatan kesejahteraan.
“Target jumlah pohon yang ditanam berbeda-beda setiap tahunnya, yaitu satu juta pohon (2011), empat juta pohon (2012), 15 juta pohon (2013), 30 juta pohon (2014) dan 50 juta pohon (2015),” kata Harun.
Harun juga mengatakan proyeksi penanaman pohon pada 2011 mampu menyerap hingga tiga juta ton karbon, dan akan meningkat 100 kali lipat pada 2015 mencapai 311 juta ton karbon per tahun.
Beberapa implementasi yang sudah dilaksanakan dari program tersebut, sambung Harun, antara lain pembuatan kawasan Greenbelt di Cilacap, penghijauan di Bandara Juanda (Surabaya), penanaman pohon Mangrove di Bandara Soekarno-Hatta serta penghijauan di wilayah bekas letusan Merapi.
“Tidak hanya itu, di Gili Trawangan kami juga mengembangkan suatu konsep terumbu karang fast growing. Mirip seperti implan, tetapi kami buat agar bisa tumbuh sepuluh kali lebih cepat daripada proses alami,” kata Harun.
Harun menambahkan, selain penanaman 100 juta pohon, Program Pertamina Sobat Bumi lainnya terdiri dari pendistribusian ribuan biopori, program Coastal Clean Up (untuk lingkungan pantai) dan peningkatan budaya hemat energi bagi para siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu melalui pendistribusian lebih dari 1.500 sepeda untuk dipinjamkan secara bergulir kepada siswa.

Sumber: AntaraNews.Com

Sumatera, Pulau Emas nan Retas


Written by Administrator


Friday, 27 April 2012 10:39

Berdiri di tubir pertemuan dua lempeng benua yang hiperaktif dan dibelah patahan raksasa membuat Sumatera kerap diguncang gempa. Namun, gejolak lempeng benua ini ternyata juga memicu munculnya berbagai mineral berharga di Pulau Sumatera, terutama emas.
Sumatera telah lama termasyhur sebagai Svarnadwipa atau Pulau Emas karena banyaknya logam mulia yang diperdagangkan di pelabuhan-pelabuhan tua di pulau ini. Istilah Svarnadwipa ini disebut dalam naskah-naskah dan prasasti di India.
Walaupun produksi emas Sumatera telah lama dikenal, sumber tambangnya tetap menjadi misteri hingga abad ke-20. Beberapa penjelajah mencatat, emas di Sumatera banyak dihasilkan dari pedalaman yang dihuni oleh manusia liar.
Emas di Sumatera baru mulai ditambang Belanda sekitar tahun 1900, salah satunya yang tertua adalah di Lebong, Bengkulu, yang berada di kaki Bukit Barisan. Dalam tulisannya berjudul Traditional Sumatran Trade di Bulletin de lEcole franaise d’Extrme-Orient (1985), John N Miksic menyebutkan, pada abad ke-18, Belanda ataupun Inggris tidak menyadari telah sangat dekat dengan tempat yang begitu kaya dengan emas, Lebong, yang barangkali telah diusahakan selama berabad-abad oleh masyarakat tradisional.

Walaupun saat itu Belanda dan Inggris telah membeli emas dari masyarakat lokal, mereka tidak tahu sumber emas di Lebong itu. William Marsden, pegawai Inggris, menyebut dalam bukunya History of Sumatera (1783), emas itu diduga ditambang di sekitar Benteng Marlborough di pesisir Bengkulu.

Sukses besar
Formasi Lebong baru diketahui Belanda pada 1890-an dan sejak itu dieksploitasi habis-habisan. Dalam buku Mining in the Netherlands East Indies, Alex L ter Braake menyebut, perusahaan tambang Mijnbouw Maatschappij Simau mulai beroperasi di Lebong Tandai sejak tahun 1910 dan menuai sukses besar.
Eksplorasi terbaru menemukan bahwa jalur emas di Sumatera ternyata berimpit dengan garis patahan sebagaimana ditulis MJ Crow dan TM Van Leeuwen dalam buku Sumatra: Geology, Resources and Tectonic Evolution (2005). Proses mineralisasi emas ini disebutkan terjadi berbarengan dengan munculnya busur magma di sepanjang Bukit Barisan.
Penunjaman lempeng (samudra) Indo-Australia ke lempeng (benua) Eurasia telah memicu terbentuknya busur magma di sepanjang jalur patahan itu. Di kedalaman 150-200 kilometer, temperatur Bumi sangat panas sehingga batuan di sekitar zona kontak dua lempeng ini meleleh. Sesuai sifat fluida, lelehan batuan panas ini naik ke atas membentuk kantong-kantong bubur batuan panas yang di kenal sebagai kantong magma.
Interaksi magma dengan batuan dasar, pada tekanan tertentu, menyebabkan terbentuknya zona ubahan pada batuan induk lava dan tufa yang kemudian berperan sebagai batuan induk kaya mineral (host rock), termasuk emas.
Pada akhirnya, magma ini mendesak ke atas permukaan membentuk deretan kubah magma atau deretan gunung api di sepanjang Bukit Barisan. Pembentukan kubah magma ini juga mendorong bebatuan dasar yang dulu di dasar Samudra hingga ke puncak Bukit Barisan.

Pengangkatan

Jejak pengangkatan Bukit Barisan itu juga ditemukan Dimsik, perajin batu dari Bengkulu. Belasan tahun dia berburu batu- batu berharga di sepanjang Bukit Barisan, salah satunya batu fosil. Yang mengherankan, saya banyak menemukan batu madu di puncak-puncak gunung, kata Dimsik.
Batu madu merupakan istilah Dimsik untuk fosil batu karang. Setelah dipoles, fosil batu madu ini biasa digunakan sebagai batu cincin. Dimsik lalu menunjukkan aneka batu madu yang masih memperlihatkan struktur berongga menyerupai batuan karang. Sebagian berwarna putih, tetapi banyak juga yang berwarna-warni.
Menurut dia, tempat ditemukannya fosil batu karang itu adalah puncak-puncak gunung di Bukit Barisan dan lokasinya sangat jauh dari bibit pantai. Salah satu lokasi penemuan itu adalah Bukit Luang Batu Api di Kecamatan Muara Saung, Kabupaten Kaur, Bengkulu. Lokasinya 1.500 meter di atas permukaan laut dengan jarak sekitar 35 kilometer dari garis pantai.
Pakar geofisika Universitas Andalas Padang, Badrul Mustafa, mengatakan, ditemukannya fosil terumbu karang yang membatu puluhan kilometer dari tepi pantai adalah bukti nyata terjadinya pengangkatan dasar laut di masa lampau. Peristiwa itu terjadi jutaan tahun lalu seiring terbentuknya Bukit Barisan, katanya.
Ketua Pengurus Daerah Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Provinsi Sumatera Barat Ade Edward mengatakan, batuan fosil sebagai bagian dari batuan dasar terutama banyak terbentuk di daerah tua yang menjadi kerak benua. Pulau Kalimantan adalah salah satu daerah tua itu, yang aktivitas tektonis dan vulkanisnya relatif sudah selesai. Karena itulah, banyak ditemukan intan di Kalimantan, kata Ade.
Sekalipun demikian, di Pulau Sumatera yang proses tektonis dan vulkanisnya cenderung masih aktif, ternyata banyak ditemukan formasi batuan dasar. Seperti batu cincin di Bengkulu, yang menurut Ade memiliki komposisi silika tinggi dan dikenal sebagai onyx.
Selain fosil batu karang, di sepanjang Bukit Barisan juga banyak ditemukan fosil kayu (silicified wood) yang mengalami proses metamorfosis karena temperatur dan tekanan tinggi. Bahkan, di Bengkulu sering juga ditemukan getah pohon yang membatu. Inilah proses pembatuan yang paling sulit karena dari karbon menjadi silika tanpa mengubah bentuknya, kata Ade.
Jejak ini semakin menguatkan bahwa di masa lalu pasti telah terjadi proses pengangkatan daratan Sumatera relatif terhadap muka laut. Batu cincin adalah sempalan dari batuan tua yang umurnya lebih tua dari letusan Toba. Ini adalah batuan dasar. Sementara fosil kayu yang membatu diduga sebagai pohon pertama yang tumbuh di bumi, kata Ade.
Karena terbentuk di fase awal pembentukan bumi, menurut Ade, batuan dasar ini telah merekam proses geologis di Sumatera yang hiperaktif selama jutaan tahun.

Artikel lebih lengkap baca Ekspedisi Cincin Api Kompas di http://www.cincinapi.com

194 Spesies Serangga Baru di Mekongga


Written by Administrator


Friday, 27 April 2012 10:38

Ekspedisi Mekongga yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan University of California, Davis, berhasil mengoleksi jutaan spesimen dan mengidentifikasi spesies baru.
Elizabeth Widjaja, peneliti bambu dari Puslit Biologi LIPI, dalam acara diseminasi riset hasil kerjasama LIPI, Rabu (25/4/2012), mengungkapkan bahwa fauna golongan serangga adalah yang paling banyak ditemukan.
“Ada 1 juta spesimen serangga yang diambil. Dari 1 juta itu baru 15.000 yang disortir. Belum semua spesimen diidentifikasi dan dinamai,” ungkap Elizabeth.
Dari proses yang sudah dilakukan, diperkirakan ekspedisi berhasil mengoleksi 531 spesies serangga. Sementara, jumlah spesies baru yang diperkirakan 194 jenis.
Salah satu spesies baru serangga yang ditemukan adalah Megalara garuda atau tawon raja. Jenis tawon ini memiliki rahang yang besar, bahkan lebih besar dari kaki depannya.
Selain serangga, ada 24 jenis reptil, 15 amfibi, 27 ikan dan 17 crustacean. Beberapa spesies yang belum pernah ditemukan sebelumnya adalah 1 jenis kelelawar serta beberapa katak dan kadal.
Di bidang botani, ekspedisi Mekongga juga menemukan 1 genus bambu baru serta spesies baru Rhododendron, Syzygium (jambu-jambuan), osmocylon dan sebagainya.
Elizabeth megungkapkan, penelitian eksploratif seperti pengungkapan kekayaan hayati Indonesia perlu dilakukan. Tidak semua kegiatan riset harus diarahkan pada riset-riset aplikatif yang segera dapat dituai manfaatnya.
Saat ini, pemerintah kurang berpihak pada penelitian dasar. Anggaran LIPI yang dipotong 10 persen berimbas pada berkurangnya 80 persen anggaran penelitian dasar. Eksplorasi tak bisa dilakukan.

Sumber: Kompas.Com

Riset Indonesia Sedikit, tetapi Berkualitas


Written by Administrator


Friday, 27 April 2012 10:33

Jumlah paper publikasi penelitian Indonesia memang rendah, tetapi kualitas riset Indonesia tergolong unggul. Demikian hasil analisis Thomson Reuters, sumber informasi intelijen terkemuka di dunia untuk perusahaan dan para profesional, yang disampaikan kepada wartawan dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (26/4/2012).
Diketahui, secara ranking, jumlah publikasi riset Indonesia tergolong kedua terendah se-Asia Tenggara. Berdasarkan jumlah publikasi, negara yang paling produktif dalam riset berturut-turut adalah Singapura, Malaysia, dan Thailand.
“Namun, berdasarkan jumlah riset yang disitasi, Indonesia nomor tiga se-Asia Tenggara. Artinya, risetnya sedikit tetapi kualitas dunia,” kata Wong Woei Fuh, Managing Director Rest of Asia Pacific Intellectual Property and Science di Thomson Reuters.
Berdasarkan jumlah citation (kutipan), negara yang dengan riset berkualitas di Asia Tenggara adalah Singapura, Filipina, dan Indonesia. Malaysia tergolong terendah di Asia Tenggara.
Demikian pula dalam dampak hasil penelitian di dunia. “Jadi, hasil penelitian Indonesia itu banyak dikutip oleh ilmuwan di dunia,” kata Wong.
Berdasarkan analisis Thomson Reuters, riset Indonesia didominasi oleh bidang ilmu hewan dan tanaman (botani dan zoologi), medis atau kedokteran, lingkungan, geologi, dan pertanian.
Sementara itu, hasil riset yang paling banyak dikutip adalah bidang ilmu sosial dan humaniora, medis, pertanian, lingkungan, ekologi, dan imunologi (kekebalan tubuh).
“Penelitian ilmu sosial Indonesia punya dampak yang besar,” ungkap Wong.
Ia mengungkapkan, hasil analisis Thomson Reuters bisa menjadi salah satu pedoman dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bidang riset manakah yang paling perlu mendapatkan perhatian dan pendanaan.
“Indonesia perlu fokus. Pendanaan bisa cepat terbuang percuma kalau tidak fokus,” ungkap Wong.
Melihat hasil analisis, Indonesia terbukti unggul pada ilmu-ilmu dasar.
Dengan demikian, perlu dipertimbangkan agar penelitian dasar dan eksploratif, yang hasilnya sering dianggap tidak segera berguna, mendapat perhatian dan pendanaan.

Sumber: Kompas.Com

Segera Evakuasi Satwa KBS


Written by Administrator


Friday, 27 April 2012 10:25

Keberadaan Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang menampung banyak satwa liar, terus menuai protes karena sering terjadi kasus yang menimpa satwa yang ada.
ProFauna Indonesia mendesak pihak Kementerian Kehutanan segara mengevakuasi satwa di KBS ke tempat yang lebih menjamin keberadaan satwa.
“Tak ada jalan lain kecuali Kementerian Kehutanan segera mengevakuasi satwa yang ada di KBS itu ke tempat yang lebih bagus, aman, dan nyaman agar satwa yang ada tidak mati terus,” desak Ketua ProFauna Indonesia, Rosek Nursahid, kepada Kompas.com, Kamis (26/4/2012) ditemui saat aksi di Jalan Veteran Kota Malang.
Menurut Rosek, keberadaan KBS, sudah penuh dengan konflik antara pihak Pemerintah kota Surabaya dan pihak pengelola KBS saat ini.
“Kalau tidak segera dievakuasi, maka akan terus terjadi kasus serupa,” katanya.
Pihak Kementerian Kehutanan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) yang sudah siap melakukan evaluasi terhadap seluruh satwa yang ada di KBS, harus tegas mengambil kebijakan.
“Jangan hanya janji saja,” ujarnya.
Evakuasi dimaksud kata Rosek, satwa yang ada harus dipindah ke lembaga berwenang yang lebih baik penanganannya.
“Sistem pengelolaannya harus dipantau dan diawasi secara serius. Jangan hanya diambil pendapatannya saja,” katanya.
Rosek menambahkan, populasi satwa di KBS, memang sudah melebihi kapasitas. Dari 4.025 jumlah satwa yang ada, tidak didukung dengan kandang dan lahan konservasi yang tidak memadai.
Luas lahan konservasi KBS hanya 15 hektare, itu belum dikurangi lahan untuk gedung dan perkantoran pengurus. Jika dibanding dengan lahan konservasi Taman Safari Bogor yang seluas 178 hektar, hanya memuat sejumlah 1.500 satwa. Sementara KBS yang hanya memiliki luas lahan 15 hektar memelihara satwa 4.025 ekor.
“Makanya Kementerian Kehutanan harus bertindak tegas dan segera mengevakuasi satwa yang ada di KBS itu. Hal itu adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan satwa yang ada di KBS,” katanya.

Sumber: Kompas.Com

Warga Tetap Waspadai Gempa


Written by Administrator


Friday, 13 April 2012 11:41

JAKARTA, – Gempa yang terjadi di luar zona subduksi tetap harus diwaspadai walaupun memiliki potensi tsunami yang lebih rendah. Hal itu diungkapkan Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Rocky Dwi Putrohadi, Kamis (12/4/2012) kemarin.

Seperti yang diberitakan, gempa di Aceh pada Rabu (11/4/2012) terjadi di luar zona subduksi dan merupakan akibat dari sesar miring atau oblique. Dengan demikian, potensi tsunami lebih rendah. Dua gempa besar yang terjadi memang berkekuatan 8,5 skala richter dan 8,1 skala richter. Namun, berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), tsunami yang terjadi tak sampai 1 meter.

Meski besar gempa hampir sama, namun dampak gempa Rabu kemarin jauh berbeda dengan gempa Aceh tahun 2004 (9,1 Skala Richter). Rovicky menuturkan, gempa di luar zona subduksi tetap harus diwaspadai sebab informasi tentang lokasi pusat gempa tak langsung dampat diketahui masyarakat. “Setiap kejadian gempa di laut, kita tidak langsung tahu apakah itu terjadi di wilayah yang berpotensi menimbulkan tsunami atau tidak. Jadi setiap gempa laut harus diwaspadai,” jelas Rovicky.

Selain itu, gempa di luar zona subduksi juga dapat memicu gempa selanjutnya di luar zona subduksi maupun di zona subduksi. Rovicky menuturkan, gempa Aceh Rabu kemarin bisa mempengaruhi zona subduksi, memicu terjadinya gempa di Mentawai. Jika terjadi gempa besar di laut, masyarakat diharapkan tetap responsif dengan pergi ke wilayah yang lebih tinggi tanpa perlu panik.

Sumber : Kompas.Com

Gempa Aceh 11 April 2012 di Luar Dugaan


Written by Administrator


Friday, 13 April 2012 11:39

JAKARTA, – Presiden atau Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Rovicky Dwi Putrohadi mengatakan bahwa gempa seperti yang terjadi di Aceh pada Rabu (11/4/2012) sebenarnya jarang terjadi. “Gempa kemarin terjadi di dekat NER (Ninety East Ridge). Gempa jarang sekali terjadi di daerah ini,” kata Rovicky saat dihubungi Kompas.com, Kamis (12/4/2012). NER adalah jejak perjalanan lempeng samudera Hindia ke arah utara sejak 71 juta tahun yang lalu.

NER berupa punggung laut yang memanjang 5.000 km dari Teluk Benggala ke selatan hingga tenggara India Ridge. Rovicky menuturkan bahwa dahulu gempa banyak terjadi di sepanjang NER. Namun saat ini gempa relatif jarang terjadi. Bisa dikatakan, zona ini sudah inaktif atau disebut aseismik. “Jarang tejadi karena lempengnya bergerak lurus dan paralel, relatif lebih ‘licin’. Jadi tetap bergerak, tapi tidak menimbulkan gempa,” jelas Rovicky. Oleh karena itu, Rovicky berpendapat, terjadinya gempa Rabu kemarin tak lepas dari gempa Aceh 2004 lalu. Menurut Rovicky, gempa Aceh 2004 memberi tekanan pada wilayah bagian selatan Aceh sehingga terluapkan dalam bentuk gempa kemarin.

Tercatat, gempa merupakan gempa kembar dengan kekuatan 8,5 Skala Richter dan 8,1 Skala Richter, diikuti sejumlah gempa susulan terjadi di daerah tersebut kemarin. Gempa mengakibatkan tsunami kecil setinggi 1 meter di Nias, 80 cm di Meulaboh, dan 6 cm di Sabang. Dengan terjadinya gempa di luar zona yang tidak terduga itu, hal tersebut berarti bahwa setiap gempa yang terjadi di laut tetap perlu diwaspadai. Lokasi gempa berkekuatan besar tak langsung bisa diketahui apakah di daerah berpotensi tsunami yang sudah banyak ahli peekirakan maupun yang tidak.

Sumber: Kompas.Com

Hutan Jambi Bisa Habis dalam Dua Tahun


Written by Administrator


Friday, 13 April 2012 11:34

JAMBI, – Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi Trisiswo mengatakan tanpa upaya perlindungan bermakna hutan Jambi yang luasnya sekitar 1,2 juta hektar terancam habis. “Melihat maraknya upaya perusakan baik oleh manusia maupun alam, sangat mungkin hutan di Jambi bisa habis dua tahun kedepan,” kata Trisiswo di Jambi, Kamis (12/4/2012). Ancaman pengurangan luas hutan yang paling nyata adalah kegiatan pembalakan liar dan perambahan hutan yang tidak terkendali karena upaya pemberantasan tidak berjalan maksimal. Menurut Trisiswo, saat ini separuh lebih hutan produksi dan hutan lindung sudah rusak. Ia mencontohkan, hutan Restorasi Ekosistem Konservasi Indonesia (REKI) yang seluas 101 ribu hektare sebagian sudah rusak dan 30 persen diantaranya sudah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. “Kami sangat sulit melakukan pengawasan dan pencegahan karena sumber daya kami sangat terbatas. Anggota pengamanan hutan jumlahnya hanya sekitar 60 orang dan rata-rata sudah berumur 40 tahun ke atas,” jelasnya. “Jika tidak ada dana, bisa saja memanfaatkan tenaga anggota Satuan Polisi Pamong Praja untuk dialihfungsikan menjadi tenaga pengamanan hutan,” jelasnya

Sumber: Kompas.Com

Komisi IV DPR Juga Akan Bentuk Panja Agraria


Written by Administrator


Thursday, 23 February 2012 01:16

Mengikuti jejak di Komisi II DPR, dalam waktu dekat, Komisi IV DPR juga akan segera membentuk panitia kerja yang membahas konflik agraria di wilayah perkebunan dan kehutanan. Kasus di Mesuji akan menjadi salah satu yang paling disoroti.

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron di sela kunjungan kerja spesifik Komisi IV ke Lampung, Senin (20/2/2012). Anggota yang turut hadir antara lain Adiyaman Amir Saputra, Djoko Udjianto, Siswono Yudohusodo, dan Sudin.

Menurut Herman, kunjungan kerja ke Lampung ini akan segera ditindaklanjuti dengan membentuk panja di Komisi IV. Sebab, menurut dia, sudah cukup banyak kasus konflik agraria di bidang kehutanan dan perkebunan yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini selain di Lampung.

Ia mengatakan, keberadaan kawasan hutan semestinya tidak hanya menguntungkan para pengusaha, melainkan juga memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat di kawasan hutan.

Sumber : Kompas.com

Warga Tugu Roda Bertahan di Register 45 Mesuji


Written by Administrator


Thursday, 23 February 2012 01:14

Ribuan warga eks wilayah Tugu Roda, Mesuji, Lampung, saat ini masih nekat bertahan di kawasan hutan Register 45 Mesuji. Padahal, mereka telah diultimatum untuk segera meninggalkan kawasan hutan produksi ini.

Berdasarkan pantauan Rabu (22/2/2012), wilayah di Register 45 yang disebut Suay Umpu, kini dipenuhi tenda-tenda berwarna biru dan merah. Tenda-tenda warga pendatang ini menyebar di antara tanaman-tanaman akasia muda yang baru ditanam PT Silva Inhutani Lampung, selaku pemegang hak pengelolaan kawasan hutan ini.

Warga ini dahulunya merupakan korban penggusuran penertiban hutan di Suay Umpu pada pertengahan tahun silam. Namun, pasca-mencuatnya kasus Mesuji, akhir tahun lalu mereka kembali dan berkumpul di Tugu Roda.

Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Berlian Tihang mengatakan, mereka ini tidak berhak menempati kawasan itu. Terkait hal ini, Pemkab Mesuji memberikan utimatum ke mereka agar meninggalkan Register 45 selambat-lambatnya 27 Februari mendatang.

Namun, seperti diungkap Siti Romlah (46), salah seorang warga Suay Umpu, dirinya tidak akan pindah. “Silahkan saja kalau mau digusur, saya tidak takut. Yang mau menggusur kami harusnya juga bertanggung jawab atas nasib kami nanti, termasuk yang mengajak kami masuk ke sini,” tuturnya. Ia mengaku tidak punya lagi tempat tinggal.