Last Updated on Thursday, 05 May 2011 10:48
Written by Administrator
Tuesday, 03 May 2011 12:35
PERLUASAN AKSES KELOLA HUTAN OLEH MASYARAKAT MENUJU PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN YANG BERKELANJUTAN DAN BERKEADILAN
PALEMBANG, 30 APRIL 2011
Berdasarkan Data Departemen yang didasarkan pada hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 menunjukkan bahwa terdapat hutan dan lahan rusak lebih dari 101,73 juta ha, seluas 59,62 juta ha diantaranya berada dalam kawasan hutan yakni di dalam hutan lindung (10,52 juta ha), hutan konservasi (4,69 juta ha) dan hutan produksi (44,42 juta ha). Laju kerusakan hutan pada periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta ha/tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 meningkat cepat menjadi 3,8 juta ha/tahun. Laju kerusakan tersebut diperkirakan semakin tidak terkendali pada periode tahun 2000-2003 karena aktifitas penebangan liar, penyelundupan kayu dan konversi kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain yang semakin merajalela (Bapplan, 2003).
Kegagalan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dan masyarakat sejahtera ini kemudian melahirkan beberapa konstruksi pemikiran tentang model pengelolaan sumber daya hutan, yang sebenarnya harus dilihat sebagai koreksi terhadap kebijakan kehutanan yang ada. Perlu dibangun Inisiatif paradigma baru untuk memposisikan masyarakat sebagai aktor strategis yang harus diberdayakan untuk menuju pengelolaan yang menjamin keberlanjutan dan keadilan. Beberapa kalangan (Ornop, Perguruan Tinggi, Masyarakat Adat) termasuk Pemerintah kemudian mulai mendorong berbagai inisiatif pengelolaan hutan yang mengedepankan peran serta rakyat, yang didasari oleh keprihatinan atas pengelolaan hutan secara nasional yang belum menjamin kelestarian hutan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Sejak itulah kemudian secara aktif dipromosikan praktek-praktek pengelolaan hutan yang bertumpu pada pengetahuan masyarakat lokal atau adat. Pola-pola ini sejak dahulu telah berhasil menghidupi banyak masyarakat yang hidup disekitar maupun diadalam hutan. Pola ini dari generasi ke generasi terus dikembangkan serta diadaptasikan dengan kondisi lokal dan memberikan berbagai manfaat ekologis, ekonomis, sosial maupun budaya. Beberapa nilai lebih yang menonjol adalah manfaat didalam pelestarian jenis-jenis tanaman budidaya, kelenturan ekonomi yang memungkinkannya mampu melayani kebutuhan pasar maupun kepentingan subsistennya dan nilai pengetahuan tradisional sebagai bahan rujukan bagi pengelolaan hutan.
Salah satu yang pola pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan dikembangkan adalah Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat dan Hutan Kemasyarakatan. Di beberapa propinsi model ini sudah mulai diterapkan, untuk di Sumatera, beberapa daerah sudah mendapatkan izin penetapan dan pengelolaan seperti di Jambi, Bengkulu, Lampung dan Sumatera Selatan. Saat ini masih propinsi tersebeut serta pripinsi lainnya, juga terus menginisiasi bentuk-bentuk pengelolaan.
Inisiatif-inisitaif tersebut, hendaknya tidak berjalan sendiri-sendiri, namun harus menjadi energi sosial dalam memperkuat dan membuktikan kalau pengelolaan yang didasarkan atas pengetahuan serta teknologi lokal masyarakat akan mampu mencapai impian pengelolaan hutan hutan lestari dan masyarakat sejahtera. Oleh karena itu Yayasan WBH, Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Banyuasin, dengan dukungan Samdhana Institute bermaksud melaksanakan Seminar Perluasan Akses Kelola Hutan oleh Masyarakat Menuju Pengelolaan Sumberdaya yang Berkelanjutan dan Berkeadilan.
NARASUMBER, FASILITATOR DAN REVIEWER
- Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Pemberdayaan Masyarakat
- Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial
- Bupati Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin
- Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumatera Selatan / Samdhana Institute
Moderator Diskusi :
- Masrun Zawawi
Reviewer : Arif Wicaksono (Samdhana Institute)