Rencana Pengelolaan Buaya Senyulong di Sungai Merang

Rencana Pengelolaan Buaya Senyulong di Sungai Merang – Sumatera Selatan


Written by Administrator


Saturday, 15 January 2011 07:00

Dinas Kehutanan MUBA

Sejak workshop tentang buaya senyulong tahun 2002 hingga terbentuknya tim koordinasi pengelolaan hutan rawa gambut merang kepayang yang di SK- kan oleh Bupati MUBA 2004 , belum ada tindak lanjut yang dilakukan oleh pihak Dinas Kehutanan MUBA. Menurut Try kalau memang ada rencana kedepan untuk mendiskusikan kembali dan membuat perencanaan pengelolaan yang lebih detil maka Dinas Kehutanan Muba siap berperan aktif.

v Bappeda MUBA (Kontak person Drs. Apriadi, M.si – Kepala Bappeda Kabupaten MUBA)

Pada prinsipnya Pihak Bappeda menyambut baik rencana WBH untuk kembali mendiskusikan dan membuat perencanaan jelas pengelolaan Buaya Senyulong. Menurut Apriadi, Rencana Tata Ruang Kabupaten Muba masih belum dibahas dan disahkan, karena menunggu RTRWP Sumsel yang akan direvisi. Jika kawasan lindung Buaya Senyulong tersebut sudah masuk dalam Tata Ruang Propinsi, maka secara otomatis Tata Ruang Kabupaten Muba akan mengacu terhadap Tata Ruang Propinsi. Tinggal ditingkat pendetailannya akan dimasukan di Tata Ruang Kabupaten. Selanjutnya kalau memang sudah ada masukan dari berbagai pihak dan ada rencana untuk mendiskusikan lebih terfokus, pihak Bappeda MUBA dan pihak terkait di kabupaten Muba siap untuk berperan.

v Bappeda Propinsi Sumatera Selatan (Kontak Person Ibu Regina dan Pak Joko)

Dalam diskusi dengan Pak Joko dan Ibu Regina, berdasakan RTRW Propinsi 2005-2019 yang sudah disahkan dalam Perda pada tahun 2006, kawasan Hutan Lindung Khusus Habitat Buaya Senyulong sudah masuk dengan luas 13.871 ha pada wilayah kabupaten MUBA. Sesuai dengan perkembangan akhir-akhir ini setelah keluarnya Undang-undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, maka RTRW Propinsi Sumatera Selatan harus di revisi dan disesuaikan dengan Tata Ruang Nasional, selanjutnya RTRW Kabupaten mengacu dengan RTRW Propinsi. Menurut informasi dari Pak Joko rencana revisi Tata Ruang Propinsi Sumatera Selatan akan dilaksanakan pada tahun 2010. Sebelum tata ruang tersebut di revisi, RTRW yang diperdakan pada tahun 2006 masih tetap berlaku. Pihak Bappeda Propinsi akan tetap berkomitmen pada perencanaan revisi tahun depan untuk tetap memasukan kawasan Hutan Lindung Khusus Habitat Buaya Senyulong kedalam RTRW Propinsi dan didorong pendetailan di RTRW Kabupaten Muba. Beberapa hal di RTRW Propinsi harus direvisi dan disesuaikan dengan UU tersebut.

v BKSD Sumatera Selatan (Kontak Person Pak Haidir)

Setelah workshop tahun 2002, kawasan Habitat Buaya Senyulong pernah diusulkan ke Departemen Kehutanan melalui surat oleh BKSDA Sumsel sebagai kawasan Ekosistem Esensial, sampai sekarang belum ada respon dan tindak lanjut dari pusat. Ekosistem esensial merupakan kawasan ekosistem penting tetapi tidak masuk dalam perlakukan khusus seperti TN, SM dll. Ekosistem esensial bisa saja berada di Hutan Produksi atau Hutan Lindung. Karena Kawasan di Sungai Merang merupakan Hutan Produksi maka kawasan ekosistem esensial sepertinya cocok untuk diusulkan ke departemen lewat dirjen PHKA. Sedangkan peluang lain jika sebagian kawasan tersebut sudah termasuk di wilayah konsesi HTI maka bisa saja kawasan tersebut diusulkan menjadi Kawasan Pelestarian Plasma Nulfa (KPPN) yang di kelola oleh perusahaan yang mempunyai izin konsesi di wilayah tersebut, dan dituangkan dalam RKT perusahaan tersebut. Untuk rencana kedepan bisa saja jika pihak pemerintah daerah Propinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Muba memasukan kawasan tersebut kedalam RTRWP dan RTRWK menjadi Hutan Lindung Khusus. Pihak pemerintah pusat melalui BKSDA mengusulkan kawasan tersebut menjadi kawasan ekosistem esensial, sehingga anggaran dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat bisa masuk pada kawasan tersebut. Selain program yang bersumber dari APBN dan APBD bisa dimasukan pada kawasan tersebut, pihak perusahaan-pun bisa mendukungnya dengan menjadikan kawasan tersebut menjadi Kawasan Pelestarian Plasma Nulfa (KPPN). Selanjutnya Pak Haidir siap mendikusikan lebih fokus untuk perencana pengelolaan kawasan Lindung Habitat Buaya Senyulong kedepan, terlebih adanya dukungan dari LSM yang fokus di daerah tersebut. (Deddy Permana)

Aktivitas Masyarakat di Sekitar Habitat Buaya Senyulong

Sungai Merang merupakan sistem sungai kecil pada Hutan Rawa Gambut Merang Kepayang (HRGMK), lokasinya berada didalam wilayah administrasi desa Muara Merang kecamatan Bayung Lencir kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Dari beberapa hasil survei yang dilaksanakan oleh  WMI dan BKSDA Sumsel tahun 1995-1996, diketahui bahwa di daerah sungai Merang ini terdapat habitat penting,

yaitu persarangan dan populasi Buaya Senyulong (Tomistoma schlegelii) yang secara internasional species ini dinyatakan sebagai species yang terancam kepunahannya dengan klasifikasi Genting atau Endangered species. Selain itu daerah ini juga merupakan habitat bagi pemijahan ikan, sumberdaya kayu dan perikanan air tawar serta menurut data terakhir kawsan ini merupakan suatu kawasan hutan rawa gambut relatif utuh yang tersisa di provinsi Sumatera Selatan serta suatu ekosistem yang rentan secara global (Bezuijen, dkk. 2002).

Pemanfaatan SDA di Sekitar Habitat Buaya Senyulong Oleh Masyarakat Lokal

Dari hasil observasi lapangan dan hasil wawancara dengan komunitas masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan, diketahui paling tidak ada tiga macam pemanfaatan sungai Merang oleh masyarakat sekitar, yaitu (1) pada bagian hulu, dominan dimanfaatkan oleh para penebang liar sebagai akses mengeluarkan hasil tebangan kayu yang mereka tarik melalui parit-parit buatan yang ada didalam hutan. Kayu-kayu hasil tebangan tersebut, mereka keluarkan melalui parit/kanal yang telah mereka persiapkan sebelumnya menuju badan sungai Merang dan seterusnya ditarik sampai ke muara sungai, (2) pada bagian tengah, lebih dominan dimanfaatkan oleh Kelompok Nelayan Sinar Lestari yang memperoleh kuasa hak pengelolaan dari pemerintah desa Muara Merang untuk mencari ikan/bekarang dengan menggunakan alat tangkap tradisional. Kelompok nelayan berjumlah  + 10 KK dan mereka bermukim di pingir-pinggir sungai, (3) pada bagian hilir lebih banyak dimanfaatkan oleh para masyarakat dan karyawan lapangan perusahaan perkebunan, perusahaan HTI (PT. Rimba Hutani Mas) yang mempunyai areal konsesi disekitar kawasan. Bagi masyarakat dan para karyawan ini, keberadaan sungai Merang merupakan akses trasportasi dari dan menuju lokasi kerja. Khusus bagi perusahaan HTI yang saat ini sedang melakukan kegiatan land clearing (LC), keberadaan sungai Merang ini secara intensif digunakan untuk mengeluarkan kayu hasil land clearing (LC) menuju ke Pabrik Kertas milik Sinarmas Group yang ada di provinsi Jambi.

Ancaman yang Terjadi pada Habitat Buaya Senyulong Saat Ini

Secara umum terdapat tiga ancaman serius yang terjadi pada habitat buaya senyulong saat ini, yaitu  (1) terusiknya kondisi habitat oleh rutinitas angkutan dan mobilitas para penebang liar dari dan menuju lokasi penebangan kayu, (2) menurunnya kedalaman sungai akibat dari banyaknya pembuatan parit/kanal akses mengeluarkan kayu hasil tebangan, (3) pada saat musim kemarau sering terjadi kebakaran yang disebabkan oleh kelalaian penggunaan api para penabang liar.  Implikasi dari ketiga ancaman ini menyebabkan keberadaan populasi buaya senyulong saat ini diambang kepunahan.

Persepsi Masyarakat Terhadap Buaya Senyulong

Menurut para nelayan, keberadaan buaya senyulong merupakan suatu indikator dari keberadaan ikan disekitar, makin banyak buaya makin banyak ikan disekitar. Oleh karena itu para nelayan tidak memburu buaya, kemudian buaya senyulong tidak bernilai ekonomis. Sedangkan menurut para pencari kayu/pembalok, buaya senyulong adalah hewan yang biasa saja, hewan yang hidup di rawa gambut dan tidak ganas. Para pembalok tidak pernah memburu hewan ini karena tidak bernilai ekonomis. (masrun zawawi)

Aktivitas Masyarakat di Sekitar Habitat Buaya Senyulong


Written by Administrator


Saturday, 15 January 2011 07:00

Sungai Merang merupakan sistem sungai kecil pada Hutan Rawa Gambut Merang Kepayang (HRGMK), lokasinya berada didalam wilayah administrasi desa Muara Merang kecamatan Bayung Lencir kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Dari beberapa hasil survei yang dilaksanakan oleh  WMI dan BKSDA Sumsel tahun 1995-1996, diketahui bahwa di daerah sungai Merang ini terdapat habitat penting,

 

yaitu persarangan dan populasi Buaya Senyulong (Tomistoma schlegelii) yang secara internasional species ini dinyatakan sebagai species yang terancam kepunahannya dengan klasifikasi Genting atau Endangered species. Selain itu daerah ini juga merupakan habitat bagi pemijahan ikan, sumberdaya kayu dan perikanan air tawar serta menurut data terakhir kawsan ini merupakan suatu kawasan hutan rawa gambut relatif utuh yang tersisa di provinsi Sumatera Selatan serta suatu ekosistem yang rentan secara global (Bezuijen, dkk. 2002).

Pemanfaatan SDA di Sekitar Habitat Buaya Senyulong Oleh Masyarakat Lokal

Dari hasil observasi lapangan dan hasil wawancara dengan komunitas masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan, diketahui paling tidak ada tiga macam pemanfaatan sungai Merang oleh masyarakat sekitar, yaitu (1) pada bagian hulu, dominan dimanfaatkan oleh para penebang liar sebagai akses mengeluarkan hasil tebangan kayu yang mereka tarik melalui parit-parit buatan yang ada didalam hutan. Kayu-kayu hasil tebangan tersebut, mereka keluarkan melalui parit/kanal yang telah mereka persiapkan sebelumnya menuju badan sungai Merang dan seterusnya ditarik sampai ke muara sungai, (2) pada bagian tengah, lebih dominan dimanfaatkan oleh Kelompok Nelayan Sinar Lestari yang memperoleh kuasa hak pengelolaan dari pemerintah desa Muara Merang untuk mencari ikan/bekarang dengan menggunakan alat tangkap tradisional. Kelompok nelayan berjumlah  + 10 KK dan mereka bermukim di pingir-pinggir sungai, (3) pada bagian hilir lebih banyak dimanfaatkan oleh para masyarakat dan karyawan lapangan perusahaan perkebunan, perusahaan HTI (PT. Rimba Hutani Mas) yang mempunyai areal konsesi disekitar kawasan. Bagi masyarakat dan para karyawan ini, keberadaan sungai Merang merupakan akses trasportasi dari dan menuju lokasi kerja. Khusus bagi perusahaan HTI yang saat ini sedang melakukan kegiatan land clearing (LC), keberadaan sungai Merang ini secara intensif digunakan untuk mengeluarkan kayu hasil land clearing (LC) menuju ke Pabrik Kertas milik Sinarmas Group yang ada di provinsi Jambi.

Ancaman yang Terjadi pada Habitat Buaya Senyulong Saat Ini

Secara umum terdapat tiga ancaman serius yang terjadi pada habitat buaya senyulong saat ini, yaitu  (1) terusiknya kondisi habitat oleh rutinitas angkutan dan mobilitas para penebang liar dari dan menuju lokasi penebangan kayu, (2) menurunnya kedalaman sungai akibat dari banyaknya pembuatan parit/kanal akses mengeluarkan kayu hasil tebangan, (3) pada saat musim kemarau sering terjadi kebakaran yang disebabkan oleh kelalaian penggunaan api para penabang liar.  Implikasi dari ketiga ancaman ini menyebabkan keberadaan populasi buaya senyulong saat ini diambang kepunahan.

Persepsi Masyarakat Terhadap Buaya Senyulong

Menurut para nelayan, keberadaan buaya senyulong merupakan suatu indikator dari keberadaan ikan disekitar, makin banyak buaya makin banyak ikan disekitar. Oleh karena itu para nelayan tidak memburu buaya, kemudian buaya senyulong tidak bernilai ekonomis. Sedangkan menurut para pencari kayu/pembalok, buaya senyulong adalah hewan yang biasa saja, hewan yang hidup di rawa gambut dan tidak ganas. Para pembalok tidak pernah memburu hewan ini karena tidak bernilai ekonomis. (masrun zawawi)

Informasi Singkat Proyek Perlindungan Buaya Senyulong

Tentang proyek

Proyek ini berjudul Protection of the Senyulong crocodile habitat in the Merang-Kepayang Peat Swamp Forest (Perlindungan terhadap habitat buaya Senyulong di kawasan Hutan Rawa Gambut Merang Kepayang). Secara umum proyek ini merupakan bagian dari proyek jangka panjang yang direncanakan oleh Wahana Bumi Hijau (WBH) Palembang dalam mengembangkan bentuk konservasi yang ideal bagi kelestarian Habitat Buaya Senyulong di Kawasan Hutan Rawa Gambut Merang Kepayang.

Untuk saat ini, proyek ini mempunyai 3 tujuan utama yaitu :

1) Untuk mengumpulkan informasi tentang Habitat Buaya Senyulong seperti jumah populasinya, jumlah sebarannya, sarangnya dan ukuranya.

2). Untuk mengumpulkan informasi tentang sosial ekonomi sekitar kawasan, misalnya jumlah populasi penduduk yang tinggal disekitar habitat buaya Senyulong, kegiatan kegiatan pemanfataan sumber daya alam yang berlangsung disekitar habitat Senyulong, dan bentuk-bentuk ancaman utama terhadap habitat buaya Senyulong. Dan

3), dari kedua informasi diatas, akan dicari dan dikembangkan model-model konservasi yang relevan untuk perlindungan habitat buaya Senyulong di Sungai Merang.

Selain itu, diawal project ini, juga dilakukan penelusuran berbagai aktivitas yang pernah, sedang dan akan dilakukan oleh berbagai pihak, seperti pemerintah, peneliti, masyarakat, perusahaan dan organisasi non pemerintah. Diakhir proyek diharapkan akan ada kesepakatan para pihak berkepentingan mengenai bentuk konservasi yang cocok terhadap Habitat Buaya Senyulong, dan terkumpulkan data yang akurat mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat dan perkembangan habitat Buaya Senyulong di kawasan Hutan rawa Gambut Merang Kepayang.

Saat ini, proyek ini berjalan atas pendanaan oleh International Union Conservation of Nature Nederland melalui skema Ecosystem Grants Programme atau disingkat IUCN NL-EGP. (Proj. Manager)

Informasi Singkat Proyek Perlindungan Buaya Senyulong


Written by Administrator


Saturday, 15 January 2011 07:00

Tentang proyek

Proyek ini berjudul Protection of the Senyulong crocodile habitat in the Merang-Kepayang Peat Swamp Forest (Perlindungan terhadap habitat buaya Senyulong di kawasan Hutan Rawa Gambut Merang Kepayang). Secara umum proyek ini merupakan bagian dari proyek jangka panjang yang direncanakan oleh Wahana Bumi Hijau (WBH) Palembang dalam mengembangkan bentuk konservasi yang ideal bagi kelestarian Habitat Buaya Senyulong di Kawasan Hutan Rawa Gambut Merang Kepayang.

Untuk saat ini, proyek ini mempunyai 3 tujuan utama yaitu :

1) Untuk mengumpulkan informasi tentang Habitat Buaya Senyulong seperti jumah populasinya, jumlah sebarannya, sarangnya dan ukuranya.

2). Untuk mengumpulkan informasi tentang sosial ekonomi sekitar kawasan, misalnya jumlah populasi penduduk yang tinggal disekitar habitat buaya Senyulong, kegiatan “kegiatan pemanfataan sumber daya alam yang berlangsung disekitar habitat Senyulong, dan bentuk-bentuk ancaman utama terhadap habitat buaya Senyulong. Dan

3), dari kedua informasi diatas, akan dicari dan dikembangkan model-model konservasi yang relevan untuk perlindungan habitat buaya Senyulong di Sungai Merang.

Selain itu, diawal project ini, juga dilakukan penelusuran berbagai aktivitas yang pernah, sedang dan akan dilakukan oleh berbagai pihak, seperti pemerintah, peneliti, masyarakat, perusahaan dan organisasi non pemerintah. Diakhir proyek diharapkan akan ada kesepakatan para pihak berkepentingan mengenai bentuk konservasi yang cocok terhadap Habitat Buaya Senyulong, dan terkumpulkan data yang akurat mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat dan perkembangan habitat Buaya Senyulong di kawasan Hutan rawa Gambut Merang Kepayang.

Saat ini, proyek ini berjalan atas pendanaan oleh International Union Conservation of Nature Nederland melalui skema Ecosystem Grants Programme atau disingkat IUCN NL-EGP. (Proj. Manager)

Intervensi dan Eksploitasi Hutan Rawa Gambut Merang Kepayang

Sejak tahun 1950-an, intervensi dan eksploitasi Hutan Gambut Merang Kepayang sudah dimulai dengan berkembangnya berbagai aktivitas masyarakat seperti berotan, dan berkayu untuk keperluan rumah tangga serta pertanian. Tapi kegiatan ini tidak sampai mengakibatkan kerusakan hutan. Study dari Lamonier tahun 1981 menyatakan bahwa pada kawasan hutan di daerah Sungai Lalan dan Petaling tinggi pohon rata-rata adalah 30-40 meter. Kebanyakan dari pohon-pohon tersebut adalah Macrophyllous (Shorea uliginosa, Dyera lowii, Campnosperma coriacea), microphyllous (parastemon urophylum, Durio Carinatus, Gonystylus bancanus, Mezzetia topoda dan tetramerista glabra). Selain itu menurut Corner (1978) dan Dirjen Kehutanan (1970) jenis meranti dan pulai ditemui lebih dari 10% (Diameter Breast Height – DBH > 35 cm) dari pohon-pohon besar secara keseluruhan. Sementara jenis durian Durio sp, Kempas, Medang, terentang dan jelutung mendominasi sekitar 5%.

Informasi mengenai keberadaan hutan di kawasan Merang Kepayang juga didapat dari tokoh masyarakat yang tinggal di desa Muara Merang. Misalnya pak Hendar, dia mengatakan bahwa pada sekitar tahun 60-an dusun Bakung masih penuh dengan berbagai jenis pohon, dan masih banyak pohon yang mempunyai ketinggian sampai dengan lebih dari 50 meter dengan diameter lebih dari 40 cm, terutama untuk jenis Tenam (Diterocarpaceae), Meranti dan Ramin. Bahkan tingkat kepadatan pohon ini (Tenam) diperkirakan lebih dari 1.000 batang per KM2 (Erner, 1970 di Verhengt 1990).

Selanjutnya, ibu Zainunnah juga mengatakan bahwa berbagai jenis kayu dapat ditemukan di kawasan Merang namun yang paling dominan adalah Meranti, Ramin, Merawan dan Jelutung. Asmadi, mantan pekerja PT. BRUI juga mengatakan hal senada, kawasan hutan Merang Kepayang kaya dengan berbagai jenis kayu kualitas nomor 1. Kayu-kayu habis setelah masuknya HPH dan kegiatan sawmill yang menggila sejak 1999 – 2005. Untuk tanaman non kayu, Merang-Kepayang sangat kaya dengan rotan. Per orang bisa mendapatkan 3 gelung per hari. Kawasan sekitar Sungai Bakung (Lokasi PT. PWS sekarang) merupakan tempat dimana penduduk local mencari rotan untuk dijadikan anyaman dan berbagai kerajinan untuk dijual.

Awal kerusakan hutan Merang Kepayang dimulai dengan munculnya HPH tahun 1979. Selanjutnya setelah HPH dilanjutkan dengan aktivitas sawmill, perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri. Secara garis besar dapat dikelompokan seperti dibawah ini. Sampai dengan 35 tahun kedepan kegiatan eksploitasi hutan yang akan terus ada adalah HTI dan perkebunan sawit (Aidil).

Intervensi dan Eksploitasi Hutan Rawa Gambut Merang Kepayang


Written by Administrator


Saturday, 15 January 2011 07:00

Sejak tahun 1950-an, intervensi dan eksploitasi Hutan Gambut Merang Kepayang sudah dimulai dengan berkembangnya berbagai aktivitas masyarakat seperti berotan, dan berkayu untuk keperluan rumah tangga serta pertanian. Tapi kegiatan ini tidak sampai mengakibatkan kerusakan hutan. Study dari Lamonier tahun 1981 menyatakan bahwa pada kawasan hutan di daerah Sungai Lalan dan Petaling tinggi pohon rata-rata adalah 30-40 meter. Kebanyakan dari pohon-pohon tersebut adalah Macrophyllous (Shorea uliginosa, Dyera lowii, Campnosperma coriacea), microphyllous (parastemon urophylum, Durio Carinatus, Gonystylus bancanus, Mezzetia topoda dan tetramerista glabra). Selain itu menurut Corner (1978) dan Dirjen Kehutanan (1970) jenis meranti dan pulai ditemui lebih dari 10% (Diameter Breast Height – DBH > 35 cm) dari pohon-pohon besar secara keseluruhan. Sementara jenis durian Durio sp, Kempas, Medang, terentang dan jelutung mendominasi sekitar 5%.

Informasi mengenai keberadaan hutan di kawasan Merang Kepayang juga didapat dari tokoh masyarakat yang tinggal di desa Muara Merang. Misalnya pak Hendar, dia mengatakan bahwa pada sekitar tahun 60-an dusun Bakung masih penuh dengan berbagai jenis pohon, dan masih banyak pohon yang mempunyai ketinggian sampai dengan lebih dari 50 meter dengan diameter lebih dari 40 cm, terutama untuk jenis Tenam (Diterocarpaceae), Meranti dan Ramin. Bahkan tingkat kepadatan pohon ini (Tenam) diperkirakan lebih dari 1.000 batang per KM2 (Erner, 1970 di Verhengt 1990).

Selanjutnya, ibu Zainunnah juga mengatakan bahwa berbagai jenis kayu dapat ditemukan di kawasan Merang namun yang paling dominan adalah Meranti, Ramin, Merawan dan Jelutung. Asmadi, mantan pekerja PT. BRUI juga mengatakan hal senada, kawasan hutan Merang Kepayang kaya dengan berbagai jenis kayu kualitas nomor 1. Kayu-kayu habis setelah masuknya HPH dan kegiatan sawmill yang menggila sejak 1999 – 2005. Untuk tanaman non kayu, Merang-Kepayang sangat kaya dengan rotan. Per orang bisa mendapatkan 3 gelung per hari. Kawasan sekitar Sungai Bakung (Lokasi PT. PWS sekarang) merupakan tempat dimana penduduk local mencari rotan untuk dijadikan anyaman dan berbagai kerajinan untuk dijual.

Awal kerusakan hutan Merang Kepayang dimulai dengan munculnya HPH tahun 1979. Selanjutnya setelah HPH dilanjutkan dengan aktivitas sawmill, perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri. Secara garis besar dapat dikelompokan seperti dibawah ini. Sampai dengan 35 tahun kedepan kegiatan eksploitasi hutan yang akan terus ada adalah HTI dan perkebunan sawit (Aidil).

Makna Keberhasilan Berkelompok


Written by Administrator


Saturday, 15 January 2011 07:00

Proses pendampingan masyarakat dalam

kegiatan usaha ekonomi rakyat

Pemilihan alternatif ekonomi yg tepat dan dukungan langsung dari pihak lain dapat mempercepat keberhasilan dalam membangun ekonomi yang lebih baik, namun semuanya tidak lepas dari Motivasi, kemauan dan kerja keras. Karena dengan motivasi, Kemauan dan kerja keras diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuan ekonomi dan hal ini juga merupakan faktor penentu yang sangat penting. Dari sini juga akan muncul insiatif-insiatif baru serta semangat untuk selalu menggali potensi dan peluang serta pengetahuan baru yang lebih baik dan inovatif.

Berkelompok dalam berusaha merupakan salah satu cara untuk mendorong motivasi kebersamaan dan lebih kuat dalam menyelesaikan satu masalah. Tapi jika berkelompok terkesan dipaksakan, justru akan terjadi sebaliknya. Berkelompok bisa saja akan menjadi penghambat dalam penyelesaian masalah yang lebih besar, jika kegiatan berkelompok hanya difokuskan melulu pada penyelesaian konfik internal kelompok maka dapat dipastikan tujuan dan rencana kerja yang sudah disusun dan dirancang secara matang oleh kelompok akan terbengkalai dan yang terjadi adalah menurunkan kriatifitas individu dalam kelompok, kelelahan dan kejenuhan anggota-anggota kelompok dalam berusaha untuk maju serta motivasi akan semakin rendah dalam menyikapi permasalah-permasalah yang di hadapi.

Berkelompok atau membangun organisasi bertujuan untuk mempercepat dan mendorong perubahan yang lebih masif (menyeluruh) dan membangun kepekaan sosial, kebersaman dan berkeadilan merupakan modal yang sangat penting.

Kelompok Keluarga Mandiri di Desa Muara Merang merupakan salah satu kelompok yang didampingi oleh Yayasan Wahana Bumi Hijau melalui program Wetlands Poperty Reduction Project. Kelompok ini mengalami perkembangan yang cukup baik dengan kondisi kelompok yang terus mengalami perubahan dan juga konfliks. Diawali dengan usaha penanaman cabe dilanjutkan dengan pembukaan lahan untuk kebun karet dan hingga pada akhirnya kelompok melakukan inisiatif usaha berdasarkan minat anggota kelompok. Dari 10 (sepuluh) orang anggota kelompok, 5 (lima) orang anggota mengusulkan usaha ternak ayam potong. Salah satunya adalah Pak Sewinarno, selain sebagai penggagas ide usaha, beliau juga di daulat oleh teman satu kelompoknya untuk menjadi koordinator kelompok usaha ternak ayam potong.

Sebelumnya, Pak Sewi (begitu beliau biasa disapa) bekerja sebagai buruh di perusahaan perkebunan Sawit (PT.PWS). Pak sewi berinisiatif berhenti dari pekerjaanya sebagai buruh perkebunan untuk membentuk usaha sendiri. Dengan penghasilan (upah sebagai buruh) yang pas pasan dan mengandalkan gaji honor mengajar di SD negeri desa Muara Merang ternyata sangat tidak mencukupi untuk kebutuhan keluarga. Dengan modal yang didapat dari pinjaman dana bergulir wetlands poperty reduction project, Pak sewi memulai usaha ternak ayamnya. Motivasi dan semangatnya yang tinggi ditambah sedikit pengetahuan mengenai peternakan ayam, mereka mulai merintis usaha tersebut. Setelah 8 kali panen, Pak Sewi dapat melakukan pengembalian hutang kelompok kepada pihak yayasan, dalam hal ini WBH. Dari perkembangan usaha ternak ayam potongnya, ternyata cukup banyak mengundang minat dan perhatian dari beberapa teman-temannya diluar kelompoknya. Sehingga, ada beberapa kepala keluarga turut membuka usaha yang serupa. Hal ini sedikit menimbulkan masalah bagi pak sewi, karena posisi kandang ayamnya yang jauh dari rumah-rumah penduduk laiinnya, menyebabkan beberapa pelanggannya banyak berpindah menjadi pelanggan di ternak ayam lainnya. Namun hal tersebut tidak membuat Pak Sewi patah semangat, dengan semangat dan kejelian dalam melihat peluang, pak sewi mengganti jenis ayam yang diternaknya, yang tadinya ternak ayam potong menjadi ayam petelur. Selanjutnya kelompok tersebut mengembangkan usaha ternak ayam petelur. Dengan kembali mengajukan proposal bantuan modal usaha, pak sewi berkeyakinan jika usahanya kali ini akan berhasil. Karena tekad dan semangat dari kelompok untuk terus mengembangkan usahanya tersebut, yayasan WBH pun kembali melakukan pengucuran bantuan modal untuk kelompok keluarga mandiri. Modal tersebut didapat dari hasil perguliran dana kelompok yang sudah mulai membayar cicilan pinjaman kelompoknya. Kelompok keluaga mandiri merupakan kelompok pertama yang menikmati hasil perguliran dana tersebut. Usaha peternakan ayam petelur ini dimulai pada akhir tahun 2008 dengan kucuran modal kurang lebih 14 juta rupiah yang sumber utama pendanaannya dari program WPRP. Pada tahap awal kelompok tersebut membeli bibit ayam petelur sebanyak 200 ekor. Sedangkan untuk pembuatan kandang merupakan swadaya kelompok, dengan menambahkan beberapa fasilitas kandang seperti tempat telurnya, kandang ayam potong yang lama telah berubah menjadi kandang ayam petelur.

Perkembangan terakhir pada bulan Januari 2009 ini perternakan ayam petelur tersebut sudah mulai menghasilkan . Setiap hari menghasilkan 100 – 130 butir telur atau sekitar 7 kg perhari dengan harga 15 ribu /kg penghasilan perhari kira-kira 100 ribu /hari atau sekitar 3 juta rupiah dalam satu bulannya. Target terus meningkat diperkirakan hasil telur bisa mencapai 200 – 250 butir perhari atau sekitar 16 kg /hari sehingga perkiraan akan mencapai 240.000 rupiah perhari atau 7,2 juta perbulan.

Untuk pemasaran telur-telur itu sendiri tidak terlalu sulit bagi kelompok karena semua hasil produksi telur yang dihasilkan setiap harinya masih dapat diserap semuanya untuk kebutuhan lokal. Usaha ini dianggap menjadi lebih produktif dibandingkan dengna usaha ternak ayam potong sebelumnya, karena jika ada ayam yang kemampuan bertelurnya sudah tidak produktif, maka dagingnya bisa di jual atau minimal dipotong untuk di konsumsi oleh anggota kelompok sendiri.

Keberhasilan usaha diatas tentu saja membutuhkan proses dan kesabaran, selanjutnya kelompok tersebut menikmati keberhasilan usaha mereka.

Melakukan inisiatif dan motivasi yang tinggi dalam proses pembangunan ekonomi masyarakat yang lebih baik tidaklah mudah, potensi diri karakter individu masyarakat sangat menentukan pencapaian hasil-hasil tersebut. Proses pendampingan yang dilakukan tetap akan berhasil dengan membutuhkan waktu yang cukup panjang jika tanpa ada usaha dari masyarakat itu sendiri yang berproses meningkatkan kesadaranya dan menumbuhkan motivasi dan inisiatif baru untuk perubahan mereka sendiri. (ddy)

Penetapan Direktur Eksekutif WBH Periode 2016 sampai 2020

Foto: Serah Terima Jabatan dari Direktur Eksekutif yang lama (Deddy Permana) kepada Direktur Eksekutif yang baru (Yulhendrawan)

WBH Sumsel – Rapat Dewan Pembina Yayasan Wahana Bumi Hijau yang dilaksanakan pada tanggal 5 – 7 Mei 2016 telah menetapkan beberapa keputusan hasil rapat diantaranya Penetapan Bapak Yulhendrawan, S.Si sebagai Direktur Eksekutif Yayasan Wahana Bumi Hijau (YWBH) periode 2016 – 2020 dan Ibu Uci Sulandari, S.Si, M.Si sebagai Direktur Representative Jakarta periode 2016 – 2020.
Secara umum kerja-kerja WBH diperiode kedepan masih konsen pada isu-isu pemberdayaan masyarakat dan lingkungan hidup sesuai visi misi organisasi mengingat masih banyak tugas-tugas yang harus dikerjakan kedepan tentunya kerjasama dengan berbagai pihak baik NGO lokal, Nasional dan Internasional masih tetap dibutuhkan dalam upaya mewujudkan cita-cita organisasi.

Dalam upaya pengembangan aspek dan lingkup kerja YWBH dalam kesempatan ini Dewan Pembina bersama Dewan Pendiri telah sepakat membentuk kepengurusan representative di Jakarta, sebagai upaya menunjang dan membantu kerja-kerja YWBH di Sumatera Selatan, dengan titik berat masih konsen pada isu-isu lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.

(Foto dari Kiri ke Kanan: Komarudin, Deddy Permana, Uci Sulandari, Yulhendrawan, Ahmad Fadilan, Destika Cahyana, Ahmad Nawawi, Aprilino)

Penetapan Direktur Eksekutif WBH Periode 2016 sampai 2020








Penetapan Direktur Eksekutif WBH Periode 2016 sampai 2020


Penetapan Direktur Eksekutif WBH Periode 2016 sampai 2020

Foto: Serah Terima Jabatan dari Direktur Eksekutif yang lama (Deddy Permana) kepada Direktur Eksekutif yang baru (Yulhendrawan)

WBH Sumsel – Rapat Dewan Pembina Yayasan Wahana Bumi Hijau yang dilaksanakan pada tanggal 5 – 7 Mei 2016 telah menetapkan beberapa keputusan hasil rapat diantaranya Penetapan Bapak Yulhendrawan, S.Si sebagai Direktur Eksekutif Yayasan Wahana Bumi Hijau (YWBH) periode 2016 – 2020 dan Ibu Uci Sulandari, S.Si, M.Si sebagai Direktur Representative Jakarta periode 2016 – 2020.
Secara umum kerja-kerja WBH diperiode kedepan masih konsen pada isu-isu pemberdayaan masyarakat dan lingkungan hidup sesuai visi misi organisasi mengingat masih banyak tugas-tugas yang harus dikerjakan kedepan tentunya kerjasama dengan berbagai pihak baik NGO lokal, Nasional dan Internasional masih tetap dibutuhkan dalam upaya mewujudkan cita-cita organisasi.

Dalam upaya pengembangan aspek dan lingkup kerja YWBH dalam kesempatan ini Dewan Pembina bersama Dewan Pendiri telah sepakat membentuk kepengurusan representative di Jakarta, sebagai upaya menunjang dan membantu kerja-kerja YWBH di Sumatera Selatan, dengan titik berat masih konsen pada isu-isu lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.

(Foto dari Kiri ke Kanan: Komarudin, Deddy Permana, Uci Sulandari, Yulhendrawan, Ahmad Fadilan, Destika Cahyana, Ahmad Nawawi, Aprilino)