Deddy Permana, S.Si


Written by Administrator


Friday, 14 January 2011 07:00

Deddy dan Kepedulian terhadap Hutan Sumsel

Bagi Deddy Permana (33), tidak ada hal yang lebih memuaskan dirinya, kecuali menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk kelestarian lingkungan hidup Sumatera Selatan.

Bersama 12 aktivis mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Sumsel, Deddy mendirikan organisasi Wahana Bumi Hijau, disingkat WBH, tahun 2000. Visi organisasi tersebut adalah terwujudnya suatu tatanan masyarakat yang berdaya dan berkontribusi aktif dalam pelestarian lingkungan hidup.

WBH, menurut Deddy, adalah sebuah organisasi yang menghimpun berbagai organisasi lingkungan hidup dan organisasi yang peduli kepada nasib petani. Tujuan pendirian WBH adalah melakukan penelitian untuk mendukung kampanye lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat yang hidup di sekitar hutan, kata Deddy, yang menjabat Direktur Eksekutif WBH sejak 2005.

Menurut pria yang lahir di Pengandonan, Ogan Komering Ulu, pada 29 Desember 1976 itu, kegiatan WBH antara lain melakukan penelitian terhadap kebakaran hutan di kawasan hutan gambut di Sumsel.

WBH juga melakukan penelitian bagaimana caranya meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang hidup di lahan gambut.

Kami melakukan penelitian agar masyarakat yang hidup di sekitar hutan dapat berperan dalam menyelamatkan lingkungan sekaligus mendapat manfaat secara ekonomi, kata Direktur Wahana Bumi Hijau (33) ini.

Salah satu caranya adalah memberikan dana bergulir. Syaratnya, masyarakat harus melakukan penanaman di lahan kritis dan menjaga agar tanaman tetap hidup. Dana berasal dari donor nasional dan internasional.

Alumnus Universitas Sriwijaya Jurusan MIPA Biologi itu mengungkapkan, WBH bukan organisasi kampanye lingkungan hidup, tetapi lebih menitikberatkan pada penelitian walaupun hasil penelitian WBH pada akhirnya juga digunakan untuk kampanye lingkungan hidup oleh organisasi lain.

Isu mengenai lingkungan hidup di Sumsel yang masih aktual adalah perubahan iklim, kerusakan hutan, dan kemiskinan masyarakat, kata Deddy.

Sebagai salah satu pendiri WBH, Deddy berharap organisasi tersebut dapat terus eksis. Oleh karena itu, dia dan sejumlah aktivis WBH giat melakukan kaderisasi kepada para mahasiswa.

Sejak berdiri 10 tahun lalu, WBH mengalami perkembangan. Dimulai dari kamar indekos di Indralaya, WBH kini memiliki kantor di Jalan Cut Nyak Dien, Palembang, dan menjadi organisasi yang memiliki akuntabilitas.

”Ada kepuasan kalau saya bisa berkontribusi terhadap perbaikan lingkungan dan masyarakat, ujarnya. (WAD)

Sumber : www.kompas.com

Deddy Permana, S.Si


Written by Administrator


Friday, 14 January 2011 07:00

Deddy dan Kepedulian terhadap Hutan Sumsel

Bagi Deddy Permana (33), tidak ada hal yang lebih memuaskan dirinya, kecuali menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk kelestarian lingkungan hidup Sumatera Selatan.

Bersama 12 aktivis mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Sumsel, Deddy mendirikan organisasi Wahana Bumi Hijau, disingkat WBH, tahun 2000. Visi organisasi tersebut adalah terwujudnya suatu tatanan masyarakat yang berdaya dan berkontribusi aktif dalam pelestarian lingkungan hidup.

WBH, menurut Deddy, adalah sebuah organisasi yang menghimpun berbagai organisasi lingkungan hidup dan organisasi yang peduli kepada nasib petani. Tujuan pendirian WBH adalah melakukan penelitian untuk mendukung kampanye lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat yang hidup di sekitar hutan, kata Deddy, yang menjabat Direktur Eksekutif WBH sejak 2005.

Menurut pria yang lahir di Pengandonan, Ogan Komering Ulu, pada 29 Desember 1976 itu, kegiatan WBH antara lain melakukan penelitian terhadap kebakaran hutan di kawasan hutan gambut di Sumsel.

WBH juga melakukan penelitian bagaimana caranya meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang hidup di lahan gambut.

Kami melakukan penelitian agar masyarakat yang hidup di sekitar hutan dapat berperan dalam menyelamatkan lingkungan sekaligus mendapat manfaat secara ekonomi, kata Direktur Wahana Bumi Hijau (33) ini.

Salah satu caranya adalah memberikan dana bergulir. Syaratnya, masyarakat harus melakukan penanaman di lahan kritis dan menjaga agar tanaman tetap hidup. Dana berasal dari donor nasional dan internasional.

Alumnus Universitas Sriwijaya Jurusan MIPA Biologi itu mengungkapkan, WBH bukan organisasi kampanye lingkungan hidup, tetapi lebih menitikberatkan pada penelitian walaupun hasil penelitian WBH pada akhirnya juga digunakan untuk kampanye lingkungan hidup oleh organisasi lain.

Isu mengenai lingkungan hidup di Sumsel yang masih aktual adalah perubahan iklim, kerusakan hutan, dan kemiskinan masyarakat, kata Deddy.

Sebagai salah satu pendiri WBH, Deddy berharap organisasi tersebut dapat terus eksis. Oleh karena itu, dia dan sejumlah aktivis WBH giat melakukan kaderisasi kepada para mahasiswa.

Sejak berdiri 10 tahun lalu, WBH mengalami perkembangan. Dimulai dari kamar indekos di Indralaya, WBH kini memiliki kantor di Jalan Cut Nyak Dien, Palembang, dan menjadi organisasi yang memiliki akuntabilitas.

”Ada kepuasan kalau saya bisa berkontribusi terhadap perbaikan lingkungan dan masyarakat, ujarnya. (WAD)

Â

Sumber : www.kompas.com

Adiosyafri, S.Si


Written by Administrator


Friday, 14 January 2011 07:00

Mengabdi Menjadikan Hutan Lestari

“Orang-orang ini telah terbukti mampu menunjukkan secara nyata jalan keluar yang bisa menjadi alternatif untuk mengatasi persoalan-persoalan sosial dalam masyarakat, sesuai dengan bidang-bidang yang mereka geluti”. Sanjungan yang disampaikan Dr. Imam Prasodjo, sosiolog Universitas Indonesia itu, salah satunya ditujukan kepada seorang putra daerah Sumatera Selatan, Adiosyafri namanya.

Adios, demikian pria kelahiran Muaraenim, Sumatera Selatan, ini biasa disapa, menjadi salah satu penerima penghargaan Indonesia Berprestasi Award 2009. Adios terpilih menjadi penerima penghargaan Special Recognition pada Kategori Sosial Kemasyarakatan. Penghargaan Bagi para Pengabdi Masyarakat ini diberikan oleh PT.Excelcomindo Pratama Tbk (XL) pada tahun 2009 lalu.

Keperduliannya di bidang sosial kemasyarakatan, khususnya lingkungan hidup melahirkan komitmen yang tinggi pada sosok pria yang dilahirkan pada 30 September 1976 ini. Sebagai seoarang putra Sumatera Selatan, Adios mengaku prihatin akan kerusakan lingkungan yang terjadi,
terlebih kerusakan lingkungan tersebut terjadi di salah satu provinsi yang memiliki kekayaan alam ini.

Sampai dengan kini, terhitung sepuluh tahun lebih, Adios telah bergelut dalam bidang sosial kemasyarakatan dan lingkungan. Kini, dia aktif bersama teman-temannya di Yayasan Wahana Bumi Hijau (YWBH). Selain di YWBH, alumni Universitas Sriwijaya Jurusan MIPA Fisika Angkatan 1995 ini juga menjabat sebagai Kepala Divisi perencanaan & Evaluasi Program pada Konsorsium Pengelolaan Sumberdaya Alam Berkelanjutan Sumatera Selatan dan Koordinator Presedium Forum Pendidikan Lingkungan Hidup
Sumatera Selatan.

“Kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan sudah harus ditanamkan kepada anak-anak. Sebab pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi merupakan diakibatkan dari orang-orang yang tidak memiliki kesadaran yang baik akan pentingnya lingkungan yang lestari,” ujarnya yang beberapa waktu belakangan ini berkesempatan menjadi mentor Climate for Classroom (C4C) pada 6 Sekolah Islam di Kota Palembang yang difasilitasi oleh British Council.

Ironis memang, ujar Adios, ketika daerah yang memiliki sumber daya alam yang kaya dirusak oleh orang-orang dengan alasan keterbatasan ekonomi. “Walau pembalakan liar secara besar-besaran disponsori oleh pemodal besar dengan kerja yang terorganisi, namun tidak sedikit masyarakat sekitar hutan karean keterbatasan ekonomi bekerja menjadi buruh upahan dalam proses pembalak liar tersebut,” tegasnya.

Karena itu, Adios bersama teman-temannya juga aktif melakukan pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat sekitar hutan. “Seperti yang pernah dilakukan di masyarakat sekitar lahan gambut, kita melakuan penggalian potensi ekonomi dan berupaya mengembangkan potensi tersebut sebagai mata pencarian alternativ, sehingga masyarakat mengesampingkan pendapatan sebagai pembalakan liar atau dengan pola konpensasi menjaga lingkungan hidup,” tutur pria yang mengkoordinatori Pengembangan Ekonomi Produktif Masyarakat Miskin di kawasan Buffer Zone Taman
Nasional Sembilang.

Dengan cara tersebut, lanjutnya, banyak lahan kritis yang bisa diselamatkan. Upaya tersebut juga tidak memerlukan banyak modal. Misalkan dengan pemberdayaan ekonomi, masyarakat diwajibkan melakukan pembibitan tanaman tertentu, penanaman dan pemeliharaan pohon tersebut
sebagai kompensasi dari manfaat ekonomi yang telah diperoleh.

“Permasalahan lingkungan kerusakanan hutan lainnya, adalah kebakaran hutan yang kerap terjadi pada saat musim kemarau,” katanya.
Menurutnya, persoalan kebakaran tidak hanya bagaimana memadamkan api, tapi juga melakukan pencegahan terjadinya kebakaran.
Seperti halnya dalam menyelamatkan lahan gambut dari kebakaran. Masyarakat membuat tebat di sepanjang parit yang banyak terdapat di sekitar Sungai Merang dan Sungai Kepayang. Tebat semipermanen itu terbuat dari kayu dan papan. Tujuan membuat tebat agar air yang mengalir di parit tidak cepat kering saat musim kemarau sebab tanah gambut sangat cepat menyerap air sehingga rawan terjadi kebakaran hutan.
Hal tersebut menjadi penting dilakukan karena Sumatera Selatan merupakan salah satu propinsi yang masih memiliki lahan gambut dengan seluas sekitar 200.000 hektare dengan ketelabalan 1-6 meter, tepatnya terletak di Kabupaten Musi Banyuasin.
“Sayangnya, keberadaan lahan gambut tersebut selalu terancam kerusakan. Pada era hak pengelolaan hutan (HPH), kawasan tersebut rusak akibat penggundulan hutan. Sekarang, pada era reformasi terancam oleh proyek hutan tanaman industri (HTI) dan pembalakan liar,” tegas Adios.
Adios menegaskan, upaya penyelamatan lingkungan tidak bisa dilakukan secara parsial. Pemerintah, lembaga swasta, dan masyarakat harus memiliki cara pandang dan komitmen yang kuat terhadap penyelamatan lingkungan.
Terkait dengan pemerintahan Sumatera Selatan sendiri, lanjutnya, sudah merespon baik terhadap pembalakan liar yang terjadi. Tim pemberantasan pembalakan liar di Sumatera Selatan akan dibentuk disetiap kabupaten atas inisiasi Gubernur Sumatera Selatan H. Alex Noerdin.

Sumber : www.beritamusi.com

Adiosyafri, S.Si


Written by Administrator


Friday, 14 January 2011 07:00

Mengabdi Menjadikan Hutan Lestari

“Orang-orang ini telah terbukti mampu menunjukkan secara nyata jalan keluar yang bisa menjadi alternatif untuk mengatasi persoalan-persoalan sosial dalam masyarakat, sesuai dengan bidang-bidang yang mereka geluti”. Sanjungan yang disampaikan Dr. Imam Prasodjo, sosiolog Universitas Indonesia itu, salah satunya ditujukan kepada seorang putra daerah Sumatera Selatan, Adiosyafri namanya.

Adios, demikian pria kelahiran Muaraenim, Sumatera Selatan, ini biasa disapa, menjadi salah satu penerima penghargaan Indonesia Berprestasi Award 2009. Adios terpilih menjadi penerima penghargaan Special Recognition pada Kategori Sosial Kemasyarakatan. Penghargaan Bagi para Pengabdi Masyarakat ini diberikan oleh PT.Excelcomindo Pratama Tbk (XL) pada tahun 2009 lalu.

Keperduliannya di bidang sosial kemasyarakatan, khususnya lingkungan hidup melahirkan komitmen yang tinggi pada sosok pria yang dilahirkan pada 30 September 1976 ini. Sebagai seoarang putra Sumatera Selatan, Adios mengaku prihatin akan kerusakan lingkungan yang terjadi,
terlebih kerusakan lingkungan tersebut terjadi di salah satu provinsi yang memiliki kekayaan alam ini.

Sampai dengan kini, terhitung sepuluh tahun lebih, Adios telah bergelut dalam bidang sosial kemasyarakatan dan lingkungan. Kini, dia aktif bersama teman-temannya di Yayasan Wahana Bumi Hijau (YWBH). Selain di YWBH, alumni Universitas Sriwijaya Jurusan MIPA Fisika Angkatan 1995 ini juga menjabat sebagai Kepala Divisi perencanaan & Evaluasi Program pada Konsorsium Pengelolaan Sumberdaya Alam Berkelanjutan Sumatera Selatan dan Koordinator Presedium Forum Pendidikan Lingkungan Hidup
Sumatera Selatan.

“Kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan sudah harus ditanamkan kepada anak-anak. Sebab pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi merupakan diakibatkan dari orang-orang yang tidak memiliki kesadaran yang baik akan pentingnya lingkungan yang lestari,” ujarnya yang beberapa waktu belakangan ini berkesempatan menjadi mentor Climate for Classroom (C4C) pada 6 Sekolah Islam di Kota Palembang yang difasilitasi oleh British Council.

Ironis memang, ujar Adios, ketika daerah yang memiliki sumber daya alam yang kaya dirusak oleh orang-orang dengan alasan keterbatasan ekonomi. “Walau pembalakan liar secara besar-besaran disponsori oleh pemodal besar dengan kerja yang terorganisi, namun tidak sedikit masyarakat sekitar hutan karean keterbatasan ekonomi bekerja menjadi buruh upahan dalam proses pembalak liar tersebut,” tegasnya.

Karena itu, Adios bersama teman-temannya juga aktif melakukan pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat sekitar hutan. “Seperti yang pernah dilakukan di masyarakat sekitar lahan gambut, kita melakuan penggalian potensi ekonomi dan berupaya mengembangkan potensi tersebut sebagai mata pencarian alternativ, sehingga masyarakat mengesampingkan pendapatan sebagai pembalakan liar atau dengan pola konpensasi menjaga lingkungan hidup,” tutur pria yang mengkoordinatori Pengembangan Ekonomi Produktif Masyarakat Miskin di kawasan Buffer Zone Taman
Nasional Sembilang.

Dengan cara tersebut, lanjutnya, banyak lahan kritis yang bisa diselamatkan. Upaya tersebut juga tidak memerlukan banyak modal. Misalkan dengan pemberdayaan ekonomi, masyarakat diwajibkan melakukan pembibitan tanaman tertentu, penanaman dan pemeliharaan pohon tersebut
sebagai kompensasi dari manfaat ekonomi yang telah diperoleh.

“Permasalahan lingkungan kerusakanan hutan lainnya, adalah kebakaran hutan yang kerap terjadi pada saat musim kemarau,” katanya.
Menurutnya, persoalan kebakaran tidak hanya bagaimana memadamkan api, tapi juga melakukan pencegahan terjadinya kebakaran.
Seperti halnya dalam menyelamatkan lahan gambut dari kebakaran. Masyarakat membuat tebat di sepanjang parit yang banyak terdapat di sekitar Sungai Merang dan Sungai Kepayang. Tebat semipermanen itu terbuat dari kayu dan papan. Tujuan membuat tebat agar air yang mengalir di parit tidak cepat kering saat musim kemarau sebab tanah gambut sangat cepat menyerap air sehingga rawan terjadi kebakaran hutan.
Hal tersebut menjadi penting dilakukan karena Sumatera Selatan merupakan salah satu propinsi yang masih memiliki lahan gambut dengan seluas sekitar 200.000 hektare dengan ketelabalan 1-6 meter, tepatnya terletak di Kabupaten Musi Banyuasin.
“Sayangnya, keberadaan lahan gambut tersebut selalu terancam kerusakan. Pada era hak pengelolaan hutan (HPH), kawasan tersebut rusak akibat penggundulan hutan. Sekarang, pada era reformasi terancam oleh proyek hutan tanaman industri (HTI) dan pembalakan liar,” tegas Adios.
Adios menegaskan, upaya penyelamatan lingkungan tidak bisa dilakukan secara parsial. Pemerintah, lembaga swasta, dan masyarakat harus memiliki cara pandang dan komitmen yang kuat terhadap penyelamatan lingkungan.
Terkait dengan pemerintahan Sumatera Selatan sendiri, lanjutnya, sudah merespon baik terhadap pembalakan liar yang terjadi. Tim pemberantasan pembalakan liar di Sumatera Selatan akan dibentuk disetiap kabupaten atas inisiasi Gubernur Sumatera Selatan H. Alex Noerdin.

Sumber : www.beritamusi.com

Adiosyafri, S.Si


Written by Administrator


Friday, 14 January 2011 07:00

Mengabdi Menjadikan Hutan Lestari

“Orang-orang ini telah terbukti mampu menunjukkan secara nyata jalan keluar yang bisa menjadi alternatif untuk mengatasi persoalan-persoalan sosial dalam masyarakat, sesuai dengan bidang-bidang yang mereka geluti”. Sanjungan yang disampaikan Dr. Imam Prasodjo, sosiolog Universitas Indonesia itu, salah satunya ditujukan kepada seorang putra daerah Sumatera Selatan, Adiosyafri namanya.

Adios, demikian pria kelahiran Muaraenim, Sumatera Selatan, ini biasa disapa, menjadi salah satu penerima penghargaan Indonesia Berprestasi Award 2009. Adios terpilih menjadi penerima penghargaan Special Recognition pada Kategori Sosial Kemasyarakatan. Penghargaan Bagi para Pengabdi Masyarakat ini diberikan oleh PT.Excelcomindo Pratama Tbk (XL) pada tahun 2009 lalu.

Keperduliannya di bidang sosial kemasyarakatan, khususnya lingkungan hidup melahirkan komitmen yang tinggi pada sosok pria yang dilahirkan pada 30 September 1976 ini. Sebagai seoarang putra Sumatera Selatan, Adios mengaku prihatin akan kerusakan lingkungan yang terjadi,
terlebih kerusakan lingkungan tersebut terjadi di salah satu provinsi yang memiliki kekayaan alam ini.

Sampai dengan kini, terhitung sepuluh tahun lebih, Adios telah bergelut dalam bidang sosial kemasyarakatan dan lingkungan. Kini, dia aktif bersama teman-temannya di Yayasan Wahana Bumi Hijau (YWBH). Selain di YWBH, alumni Universitas Sriwijaya Jurusan MIPA Fisika Angkatan 1995 ini juga menjabat sebagai Kepala Divisi perencanaan & Evaluasi Program pada Konsorsium Pengelolaan Sumberdaya Alam Berkelanjutan Sumatera Selatan dan Koordinator Presedium Forum Pendidikan Lingkungan Hidup
Sumatera Selatan.

“Kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan sudah harus ditanamkan kepada anak-anak. Sebab pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi merupakan diakibatkan dari orang-orang yang tidak memiliki kesadaran yang baik akan pentingnya lingkungan yang lestari,” ujarnya yang beberapa waktu belakangan ini berkesempatan menjadi mentor Climate for Classroom (C4C) pada 6 Sekolah Islam di Kota Palembang yang difasilitasi oleh British Council.

Ironis memang, ujar Adios, ketika daerah yang memiliki sumber daya alam yang kaya dirusak oleh orang-orang dengan alasan keterbatasan ekonomi. “Walau pembalakan liar secara besar-besaran disponsori oleh pemodal besar dengan kerja yang terorganisi, namun tidak sedikit masyarakat sekitar hutan karean keterbatasan ekonomi bekerja menjadi buruh upahan dalam proses pembalak liar tersebut,” tegasnya.

Karena itu, Adios bersama teman-temannya juga aktif melakukan pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat sekitar hutan. “Seperti yang pernah dilakukan di masyarakat sekitar lahan gambut, kita melakuan penggalian potensi ekonomi dan berupaya mengembangkan potensi tersebut sebagai mata pencarian alternativ, sehingga masyarakat mengesampingkan pendapatan sebagai pembalakan liar atau dengan pola konpensasi menjaga lingkungan hidup,” tutur pria yang mengkoordinatori Pengembangan Ekonomi Produktif Masyarakat Miskin di kawasan Buffer Zone Taman
Nasional Sembilang.

Dengan cara tersebut, lanjutnya, banyak lahan kritis yang bisa diselamatkan. Upaya tersebut juga tidak memerlukan banyak modal. Misalkan dengan pemberdayaan ekonomi, masyarakat diwajibkan melakukan pembibitan tanaman tertentu, penanaman dan pemeliharaan pohon tersebut
sebagai kompensasi dari manfaat ekonomi yang telah diperoleh.

“Permasalahan lingkungan kerusakanan hutan lainnya, adalah kebakaran hutan yang kerap terjadi pada saat musim kemarau,” katanya.
Menurutnya, persoalan kebakaran tidak hanya bagaimana memadamkan api, tapi juga melakukan pencegahan terjadinya kebakaran.
Seperti halnya dalam menyelamatkan lahan gambut dari kebakaran. Masyarakat membuat tebat di sepanjang parit yang banyak terdapat di sekitar Sungai Merang dan Sungai Kepayang. Tebat semipermanen itu terbuat dari kayu dan papan. Tujuan membuat tebat agar air yang mengalir di parit tidak cepat kering saat musim kemarau sebab tanah gambut sangat cepat menyerap air sehingga rawan terjadi kebakaran hutan.
Hal tersebut menjadi penting dilakukan karena Sumatera Selatan merupakan salah satu propinsi yang masih memiliki lahan gambut dengan seluas sekitar 200.000 hektare dengan ketelabalan 1-6 meter, tepatnya terletak di Kabupaten Musi Banyuasin.
“Sayangnya, keberadaan lahan gambut tersebut selalu terancam kerusakan. Pada era hak pengelolaan hutan (HPH), kawasan tersebut rusak akibat penggundulan hutan. Sekarang, pada era reformasi terancam oleh proyek hutan tanaman industri (HTI) dan pembalakan liar,” tegas Adios.
Adios menegaskan, upaya penyelamatan lingkungan tidak bisa dilakukan secara parsial. Pemerintah, lembaga swasta, dan masyarakat harus memiliki cara pandang dan komitmen yang kuat terhadap penyelamatan lingkungan.
Terkait dengan pemerintahan Sumatera Selatan sendiri, lanjutnya, sudah merespon baik terhadap pembalakan liar yang terjadi. Tim pemberantasan pembalakan liar di Sumatera Selatan akan dibentuk disetiap kabupaten atas inisiasi Gubernur Sumatera Selatan H. Alex Noerdin.

Sumber : www.beritamusi.com

Eko Suroso, S.Hut, M.Si


Written by Administrator


Thursday, 28 February 2013 12:19

Pembangunan HD / HKM di Provinsi Sumatera Selatan

Dalam Acara Focus Group Discussion (FGD) untuk Menyusun Strategi Bersama Perluasan Wilayah Kelola di Sumatera Selatan. Palembang, 27 28 Februari 2013 yang diselenggarakan oleh Yayasan Wahana Bumi Hijau (WBH), Bapak Eko Suroso, S.Hut, M.Si
mewakili BPDAS MUSI. dalam kesempatan ini menyampaikan indikasi peluang hutan desa di sumatera selatan yaitu berkaitan dengan Jumlah desa-desa di dalam dan di sekitar hutan (HP dan HL) di Provinsi Sumatera Selatan + 699 desa dengan potensi luas kawasan + 2.025.097,16 Ha :
439 desa terdapat di kawasan hutan produksi (HP) luasnya + 1.597.982,26 Ha
260 desa terdapat di kawasan hutan lindung (HL) luasnya + 427.114,60 Ha

sebagaimana HKm dan HD menjadi Program Nasional juga menjadi target nasional dan sebagai upaya kontribusi pemerintah terhadap issue global Perubahan Iklim ( mitigasi dan adaptasi dan Komitmen RI penurunan emisi 26 % nasional pada th 2020 sektor Kehutanan sebesar 14 %)

  • Target capaian HKm seluas 2.500.000 Ha selama 20102014 (Renstra Kementerian Kehutanan)
  • Target capaian HD seluas 500.000 Ha selama 20102014 (Renstra Kementerian Kehutanan)
  • Capaian HKm per tahun 500 ribu ha
  • Capaian HD per tahun 100 ribu ha

Berikut data Usulan HD dan HKM di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2010 – 2012

DATA USULAN HUTAN KEMASYARAKATAN 2010 s/d 2012
No. KABUPATEN LOKASI
Kecamatan Desa Luas
1. Lahat Kota Agung Singapure 1.772
Kota Agung Tunggul Bute 800
Mulak Ulu Pengentaan 500
2. Musi Rawas STL Ulu Terawas Sukakarya 360
Jumlah 3.432
DATA USULAN HUTAN DESA 2010 s/d 2012
No. KABUPATEN LOKASI
Kecamatan Desa Luas
1 Muba Bayung Lencir Muara Medak 10.900
Kepayang 6.000
Jumlah 16.900
2 Muara Enim Semendo Darat Ulu Plakat 3.000
Semendo Darat Ulu Danau Gerak 5.000
Semendo Darat Ulu Tanjung Tiga 1.000
Semendo Darat Ulu Penindaian 500
Semendo Darat Ulu Muara Danau 1.000
Semendo Darat Ulu Tanjung Agung 1.420
Semendo Darat Ulu Cahaya Alam 840
Semendo Darat Tengah Gunung Agung 1.100
Semendo Darat Tengah Kota Padang 1.110
Semendo Darat Tengah Muara Tenang 1.700
Semendo Darat Ulu Segamit 3.280
Semendo Darat Tengah Seri Tanjung 620
Semendo Darat Tengah Tenam Bungkuk 1.100
Jumlah 21.670
3 Musi Rawas Megang Sakti Campursari 586
Megang Sakti Jajaran Baru I 510
Megang Sakti Muara Megang I 800
Tuah Negri Bamasco 811
Tuah Negri Lubuk Rumbai 430
Jumlah 3.137
Jumlah Total 41.707

Lengkap Slide Presentasi Dapat didownload DISINI

Eko Suroso, S.Hut, M.Si








Eko Suroso, S.Hut, M.Si


Eko Suroso, S.Hut, M.Si


Written by Administrator


Thursday, 28 February 2013 12:19

Pembangunan HD / HKM di Provinsi Sumatera Selatan

Dalam Acara Focus Group Discussion (FGD) untuk Menyusun Strategi Bersama Perluasan Wilayah Kelola di Sumatera Selatan. Palembang, 27 28 Februari 2013 yang diselenggarakan oleh Yayasan Wahana Bumi Hijau (WBH), Bapak Eko Suroso, S.Hut, M.Si
mewakili BPDAS MUSI. dalam kesempatan ini menyampaikan indikasi peluang hutan desa di sumatera selatan yaitu berkaitan dengan Jumlah desa-desa di dalam dan di sekitar hutan (HP dan HL) di Provinsi Sumatera Selatan + 699 desa dengan potensi luas kawasan + 2.025.097,16 Ha :
439 desa terdapat di kawasan hutan produksi (HP) luasnya + 1.597.982,26 Ha
260 desa terdapat di kawasan hutan lindung (HL) luasnya + 427.114,60 Ha

sebagaimana HKm dan HD menjadi Program Nasional juga menjadi target nasional dan sebagai upaya kontribusi pemerintah terhadap issue global Perubahan Iklim ( mitigasi dan adaptasi dan Komitmen RI penurunan emisi 26 % nasional pada th 2020 sektor Kehutanan sebesar 14 %)

  • Target capaian HKm seluas 2.500.000 Ha selama 20102014 (Renstra Kementerian Kehutanan)
  • Target capaian HD seluas 500.000 Ha selama 20102014 (Renstra Kementerian Kehutanan)
  • Capaian HKm per tahun 500 ribu ha
  • Capaian HD per tahun 100 ribu ha

Berikut data Usulan HD dan HKM di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2010 – 2012

DATA USULAN HUTAN KEMASYARAKATAN 2010 s/d 2012
No. KABUPATEN LOKASI
Kecamatan Desa Luas
1. Lahat Kota Agung Singapure 1.772
Kota Agung Tunggul Bute 800
Mulak Ulu Pengentaan 500
2. Musi Rawas STL Ulu Terawas Sukakarya 360
Jumlah 3.432
DATA USULAN HUTAN DESA 2010 s/d 2012
No. KABUPATEN LOKASI
Kecamatan Desa Luas
1 Muba Bayung Lencir Muara Medak 10.900
Kepayang 6.000
Jumlah 16.900
2 Muara Enim Semendo Darat Ulu Plakat 3.000
Semendo Darat Ulu Danau Gerak 5.000
Semendo Darat Ulu Tanjung Tiga 1.000
Semendo Darat Ulu Penindaian 500
Semendo Darat Ulu Muara Danau 1.000
Semendo Darat Ulu Tanjung Agung 1.420
Semendo Darat Ulu Cahaya Alam 840
Semendo Darat Tengah Gunung Agung 1.100
Semendo Darat Tengah Kota Padang 1.110
Semendo Darat Tengah Muara Tenang 1.700
Semendo Darat Ulu Segamit 3.280
Semendo Darat Tengah Seri Tanjung 620
Semendo Darat Tengah Tenam Bungkuk 1.100
Jumlah 21.670
3 Musi Rawas Megang Sakti Campursari 586
Megang Sakti Jajaran Baru I 510
Megang Sakti Muara Megang I 800
Tuah Negri Bamasco 811
Tuah Negri Lubuk Rumbai 430
Jumlah 3.137
Jumlah Total 41.707

Lengkap Slide Presentasi Dapat didownload DISINI

SUTOMO, S.Hut., MSi


Written by Administrator


Thursday, 28 February 2013 11:07

Peraturan Hutan Desa & Hutan Kemasyarakatan
Dalam Acara Focus Group Discussion (FGD) untuk Menyusun Strategi Bersama Perluasan Wilayah Kelola di Sumatera Selatan. Palembang, 27-28 Februari 2013 yang diselenggarakan oleh Yayasan Wahana Bumi Hijau (WBH), Bapak SUTOMO, S.Hut, MSi mewakili Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan Memaparkan tentang Peraturan Hutan desa dan Peraturan Hutan Kemasyarakatan.
Dalam paparan tersebut pada Acara Focus Group Discussion (FGD) untuk Menyusun Strategi Bersama Perluasan Wilayah Kelola di Sumatera Selatan. Palembang, 27-28 Februari 2013 yang dihadiri oleh perwakilan dari 6 (enam) kabupaten di Sumatera Selatan itu, Bapak Sutomo memberikan gambaran umum tentang atutan-aturan yang mengatur terbitnya SK Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat

Luas kawasan hutan di Provinsi Sumatera Selatan adalah 3.760.662 (+ 43,22 % Luas Provinsi 87,017 Km2)

  • Hutan Lindung (HL) : 558.609 Ha
  • Hutan KonservasiSuaka Alam (HSA): 711.778 Ha
  • Hutan Produksi Terbatas (HPT) : 236.382 Ha
  • Hutan Produksi Tetap (HP) : 1.669.370 Ha
  • Hutan Produksi Konversi (HPK) : 584.523 Ha

Jml penduduk 7,12 juta jiwa, 11 Kab dan 4 kota, 149 kecamatan, 2.421 desa

Hutan Desa (HD)
dimana konsef hutan desa yaitu untuk memberikan akses kepada masyarakat setempat melalui lembaga desa dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari,dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan
Paparan Pengelolaan Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan oleh Bapak Supomo, S.Hut , MSI mewakili Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Selatan
Peraturan Pelaksana untuk Hutan Desa,

  • Undang undang nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan Alinea 8, 9, 13
  • PP Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan penyusunan rencana pengelolaan Hutan, serta pemanfaatan Hutan
  • PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah Kabupaten/Kota.
  • Permenhut No. P.49/Menhut-II/2008, Jo. Permenhut No. P.11/Menhut-II/2010, Jo Permenhut No. P.14/Menhut-II/2010, Jo
  • Permenhut No. P. 53/Menhut-II/2011

dalam kesempatan itu pula, bapak Sutomo juga memberikan gambaran tentang Tata Cara Penetapan Areal Kerja Hutan Desa, berikut beberapa alur yang disampaikan;

  • Penetapan dilakukan oleh Menteri berdasarkan usulan Bupati/Walikota
  • Bupati/Walikota mengusulkan penetapan areal kerja HD kepada menteri berdasarkan permohonan Kepala Desa dan dilengkapi ( Peta skala 1 : 50.000 dan gambaran kondisi kawasan hutan) dan usulan ditembuskan Gubernur setempat.
  • Verifikasi lokasi oleh tim yang dibentuk oleh Menteri untuk mengetahui kepastian hak/iziin yang dikelola serta kesesuaian dengan fungsi kawasan
  • Tim verifikasi dapat menolak atau menyetujui usulan untuk menetapkan areal kerja Hutan Desa.
  • Penetapan disampaikan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota setempat.

Hutan Kemasyarakatan (HKm)
Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah Hutan Negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat.

maksud dan tujuan dibentuknya Hutan Kemasyarakatan adalah untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat
agar terciptanya kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup

Areal kerja hutan kemasyarakatan adalah satu kesatuan hamparan kawasan hutan yang dapat dikelola oleh kelompok atau gabungan kelompok masyarakat setempat secara lestari yaitu Kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi

KETENTUAN PENETAPAN :

  • Belum dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hasil hutan; dan
  • Menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat

Prinsif Dasar

  • tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan;
  • pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dapat dilakukan dari hasil kegiatan penanaman
  • mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya;
  • menumbuhkembangkan keanekaragaman komoditas dan jasa;
  • meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan;
  • memerankan masyarakat sebagai pelaku utama;
  • adanya kepastian hukum;
  • transparansi dan akuntabilitas publik;
  • partisipatif dalam pengambilan keputusan

Tahapan Perizinan

  • Fasilitasi = Oleh Pemerintah kabupaten/Kota yang dapat dibantu oleh Pusat dan Pemprov dan dapat dibantu oleh : perguruan tinggi/lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat; LSM; lembaga keuangan; Koperasi; dan BUMN/BUMD/BUMS
  • pengembangan kelembagaan kelompok masyarakat setempat.
  • pengajuan permohonan izin
  • penyusunan rencana kerja hutan kemasyarakatan.
  • teknologi budidaya hutan dan pengolahan hasil hutan.
  • pendidikan dan latihan
  • akses terhadap pasar dan modal
  • pengembangan usaha.
  • Pemberian Ijin = diberikan kepada kelompok masyarakat setempat yang telah mendapat fasilitasi pada kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan dengan surat Keputusan Menteri

Mapala Goes To Merang


Written by Administrator


Friday, 15 January 2010 11:36

WBH Bekerja sama dengan Mapala yang ada disumsel mengadakan perjalanan ke merang, dengan tujuan untuk melihat pelestariaan hutan

Nama Kegiatan :

FIELD TRIP MAPALA SE-PALEMBANG “MAPALA GOES TO MERANG – SAVE MERANG FOREST”

Pelaksana :

Wahana Bumi Hijau (WBH) bersama Mapala Waris, Mapala Sabak, dan Mafesripala

Peserta :

  1. Mapala Sabak Fakultas MIPA Unsri
  2. Mapala Waris FKIP Unsri
  3. Masopala FISIP Unsri
  4. Mapala Brimpals FH UMP
  5. Mapatri Univ Tridinanti
  6. Mapala Dolphin Univ IGM
  7. Mapala Cikara Bhuana FT Tambang Unsri
  8. Mapala MDP Univ MDP
  9. Wamapala Gempa FP Unsri
  10. Mapala Pajarpala Palcomtech
  11. Flam’s STBA Methodis
  12. Mapala IAIN IAIN Raden Fatah
  13. Mapala GMS FT Mesin Unsri
  14. Gemapala Wigwam FH Unsri
  15. Mapala Palaspa Univ PGRI
  16. Mapala Hiawata FT UMP
  17. Mapala Alfedya FE UMP
  18. Mapala Gallia FKIP UMP
  19. Mafesripala FE Unsri

Pelaksanaan : 02 – 06 Desember 2010

Kegiatan :

Para Mapala se-Palembang menemukan hal yang baru dalam aktivitas alam terbukanya bahwa terdapat hutan di Sumatera Selatan yang dipandang masih bagus tetapi dalam kondisi yang sangat ironis karena adanya perusahaan HTI yang merubah fungsi hutan alam. Selain itu, dari fakta lapangan yang terpantau peserta, banyak ditemukan pelaku penebang liar yang melakukan penebangan di hutan gambut Merang.

Beranjak dari fakta lapangan, perlu dilakukan penangan serius dari berbagai pihak terhadap upaya penyelamatan Hutan Gambut Merang. Mapala se-Palembang berkomitmen untuk terus berpartisipasi dalam upaya penyelamatan Hutan Gambut Merang.