Ilegal Loging


Written by Administrator


Friday, 15 January 2010 11:35

Sekilas tentang Illegal logging di Merang, Ilegal Loging yang masih banyak terjadi di daerah sumatera – selatan

Illegal logging di Kawasan Hutan Merang sudah berlangsung sejak tahun 2000, tepatnya ketika perusahaan HPH ( PT. Bumi Raya ) di kawasan ini berhenti beroperasi. Kemudian datanglah masyarakat dari Ogan Komering Ilir yang memang sudah terbiasa dengan kegiatan pembalakan di daerahnya. Kegiatan ini kemudian tidak pernah berhenti sampai dengan sekarang.

Kegiatan pembalakan liar ini dilakukan secara besar-besar dan  berkelompok, dimana setiap kelompok terdiri dari 3-5 orang kelompok bisa mencapai Ratusan.  Kemampuan menebang kayu dalam satu kelompok penebang dalam satu hari bisa mencapai 40 sampai 50 potong kayu yang panjangnya 4 – 5 meter. Penebangan tidak dilakukan sepanjang tahun, hanya pada bulan Oktober sampai Mei, atau tidak lebih dari 8 (delapan) bulan setiap tahunnya, dengan waktu efektif 6 (enam) bulan. Kelompok kelompok tersebut didukung oleh pemodal / cukong.

Kegiatan Pemberantasan Pembalakan liar. sudah beberapa kali dilakukan oleh pihak berwenang baik dari pihak kepolisan maupun dari pihak kehutanan Kabupaten Muba. Tetapi kegiatan pembalak liar juga terus berjalan hingga sekarang. Hingga akhir tahun 2010 Kita walhi dan anggotanya mendorong pihak pimpinan daerah melakukan tinjauan lapangan secara mendadak melalui udara.

Ringkasan Kegiatan yang dilakukan Oleh Lembaga Wahana Bumi Hujau (WBH) yang bekerjasama dengan berbagai pihak di kawasan Hutan Gambut Merang Kepayang:

10 Desember 2010

Survey udara bersama Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin.  Hasilnya, gubernur menyatakan moratorium untuk Hutan Merang dan segera membentuk tim terpadu pemberantasan illegal logging.

11 Desember 2010

Berita dan photo llegal logging Merang menjadi headline di Harian Kompas.

12 Desember 2010

Tim terpadu pemberantasan illegal logging terbentuk, dengan komando operasional di Musi Banyuasin. Operasi tim terpadu menemukan 8000 batang kayu illegal di Sungai Merang dan Buring. Dan tertangkap 2 orang tersangka di tangkap dilapangan.

13 Desember 2010

Tim terpadu melakukan rapat koordinasi di kantor gubernur sumatera selatan. Untuk melakukan tindak –tindakan kedepan dihadiri oleh Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten MUBA, Pihak Kepolisian, TNI dan Pihak Kementerian Kehutanan Jakarta.

16 Desember 2010

Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Selatan menutup sementara seluruh sawmill di Muara Merang dan Kepayang karena diduga keras menampung kayu illegal dari Hutan Merang.dengan mengeluarkan  Surat Kepala Dinas Kehutanan No. 522.504/6839-III/hut tentang Pembekuan Sementara Operasional 7 sawmill di sekitar Hutan Merang

29-31 Desember 2010

Dilakukan monitoring dengan temuan lapangan sebagai berikut :
–    Beberapa sawmill beraktivitas seperti biasa seperti menggergaji, menaikkan balok ke mesin gergaji, melepas ikatan tali pada log-log didepan sawmill, membelah kayu dengan gergaji mesin/chainsaw dan menaikkan kayu masak, Papan, ke perahu besar yang parkir di depan pabrik/sawmill (Yang terlihat masih beraktivitas adalah CV. Tulus Putra, Masrudi, Puspa Indah, Sahabat Jaya dan beberapa circle disekitar Kepayang).
–    Kayu hasil sitaan/temuan hasil operasi banyak dititipkan di sawmill CV. Tulus Putra.
–    Ditemukan juga kayu yang baru masuk ke Puspa Jaya dan satu rakit panjang lagi ditarik menuju Tulus Putra. Yang menuju ke Tulus Putra bertuliskan Sitahan Polda.
–    Temuan lapangan menunjukkan bahwa tulisan seperti “Sitahan Polda” sengaja dibuat sebagai modus untuk mengeluarkan/menarik log dari dalam hutan menuju sawmill-sawmill di Kepayang dan Muara Merang.

20-23 Januari 2011 Dilakukan monitoring kedua dengan temuan sebagai berikut :

  • Sawmill yang beraktivitas sudah lebih banyak dari monitoring pertama di akhir tahun, bahkan aktivitasnya terlihat lebih sibuk.
  • Di pagi hari tanggal 21 ditemukan 1 perahu motor yang menarik ratusan kubik kayu ke CV. Tulus Putra. Diatas kayu juga bertuliskan “Sitahan Polda”.
  • Di Desa Kepayang, terlihat jelas banyak sawmill dan circle yang sedang beroperasi. Aktivitas berlangsung sangat terbuka dan mesin-mesin terlihat dalam kondisi hidup. Sawmill yang berjarak sekitar 200 meter dari Pos Dinas Kehutanan, terlihat sedang sibuk menaikkan kayu masak ke perahu motor.
  • Di Sungai Kepayang ditemukan 3 rakit kayu yang sudah tersusun rapi dan siap ditarik ke sawmill-sawmill di Kepayang dan Muara Merang. Lokasi penemuan masing-masing di koordinat X : 415584/ Y : 9773080, X: 415629/Y: 9775184, X: 415696/ Y: 9776088.
  • Tumpukan kayu dan parit aktiv juga ditemukan di kawasan konservasi PT. Rimba Hutani Mas. Tepatnya di koordinat S 01.97 027, E 104 251 35.
  • Ada indikasi kuat ketidakjelasan status kayu sitaan/temuan oleh Polda Sumsel dan Dinas Kehutanan, ada juga indikasi bahwa kayu sitaan dijadikan topeng/modus bagi pelaku illegal logging untuk memasukkan/mendatangkan kayu baru.

22 Desember 2010

Pertemuan dengan Bupati Musi Banyuasin H. Pahri Azhari.  Tujuan pertemuan ini adalah untuk mendorong Bupati  Musi Banyuasin melakukan aksi nyata pemberantasan illegal logging di Hutan Merang.

Bupati Musi Banyuasin SETUJU untuk memimpin operasi illegal logging di Merang. Namun sayangnya, hingga sekarang kegiatan operasi lapangan belum juga dilakukan.

25 Januari 2011

Press conference dengan LSM/NGO yang perduli  terhadap Kasus illegal logging,  dilakukan di Kantor LBH Sumatera Selatan dan atas dukungan lembaga terdiri dari LBH Palembang – Yayasan Spora – Serikat Hijau Indonesia Sumsel – Wahana Bumi Hijau – WALHI Sumsel – Konsorsium Pengelolaan Sumberdaya Alam Berkelanjutan Sumsel – Yayasan Kuala Merdeka.

Dalam kegiatan tersebut. Mendesak aparat terkait untuk secara serius memberantas illegal logging, dan ini harus dipimpin oleh kepala pemerintahan di Propinsi dan Kabupaten. Terhadap temuan temuan lapangan  diantaranya:

  • Beberapa aktivitas illegal logging berada dikawasan konsesi PT. Rimba Hutani Mas, yaitu kawasan yang dialokasikan untuk wilayah konservasi.
  • Modus pengeluaran kayu dari Hutan Merang diduga adalah dengan cara dipasang tulisan “Sitahan Polda”.
  • Surat Kepala Dinas Kehutanan No. 522.504/6839-III/hut tentang Pembekuan Sementara Operasional 7 sawmill di sekitar Hutan Merang tidak berjalan. SK ini bahkan cenderung tidak berarti sama sekali.
  • Mempertanyakan status perkembagan proses hukum terhadap 2 pelaku yang tertangkap tangan pada waktu operasi gabungan oleh Polda Sumsel dan Dinas Kehutanan pada Tanggal 10-16 Desember 2010.

7-13 Maret 2011

Monitoring lapangan dengan temuan ribuan kayu ditemukan di Sungai Merang dan Buring. Seluruh sawmill yang ditutup atas perintah gubernur Sumsel sudah beroperasi aktif.

What do you do for climate change ?


Written by Administrator


Friday, 15 January 2010 11:33

Pesan ini berasal dari Hutan Desa di Sumatera Selatan, Indonesia untuk seluruh orang di seluruh dunia, khususunya Indonesia dan Australia .

Pesan yang disampaikan masyarakat Dusun III Pancoran Desa Muara Merang Kabupaten Banyuasin ini di bawa oleh Tim Film Dokumenter dari Australia, melalui film yang mereka buat beberapa waktu lalu.

Angela tanpa ragu menaiki atap Hiline, – mobil yang membawa kami memasuki Hutan Desa Muara Merang-,  untuk mengambil gambar suasana dusun Pancoran saat kami  baru saja memasuki perkampungan. Kala itu matahari baru saja akan tenggelam.  Angela tidak sendiri, perempuan kelahiran Selandia Baru ini ditemani Alexa, serta didampingi oleh Tery Russel dari organisasi Caritas Australia dan tim Yayasan Wahana Bumi Hijau (YWBH).

Tanpa menunggu lama, setelah sampai di rumah salah seorang warga, seorang staf WBH Lubis Henderi diwawancarai Terry Russel. Lubis menjelaskan berabagai hal tentang perubahan iklim yang telah di rasakan masyarakat local, serta upaya yang telah dilakukan, baik upaya mitigasi maupun adaptasi sebagai konntribusi terhadap perubahan iklim.

“Cuaca di sini (Dusun III Pancoran) semakin memanas, tidak seperti dulu pada saat masyarakat pertama kali menempati daerah ini. Musim hujan dan panas pun tidak menentu. Mungkin hal tersebut yang juga dirasakan oleh daerah tropic lainnya di dunia,” jelas Lubis setelah memperkenalkan diri di depan kamera dalam bahasa Inggris.

Setelah menjelaskan panjang lebar tentang berbagai hal, terkait hutan desa dan perubahan iklim, pesan singkat itu pun ia sampaikan, “What do you do for climate change ?”.

Pesan itu pun disampaikan seorang satgas Hutan Desa Muara Merang, M. Roni mewakili seluruh masyarakat Pancoran. M. Roni dengan semangat mengucapkan kalimat tersebut, walau beberapa kali harus diulang karena penyebutan yang kurang tepat.
Pembuatan Film Dokumenter tersebut tentu menggambarkan kondisi masyarakat dan hutan di Hutan Desa Muara Merang. Terkait dengan upaya yang dilakukan YWBH dengan dukungan berbagai pihak, masyarakat, pemerintah, termasuk lembaga founding seperti Caritas Australia.

Beberapa kegiatan masyarakat yang di dokumentasikan dalam film tersebut, yakni perhitungan karbon, kondisi hutan yang rimbun dan kritisi, serta kegiatan masyarakat lainnya yang terkait dengan kontribusi terhadap perubahan iklim.
What do you do for climate change ?. Walau pertanyaa itu sedikit sulit disebutkan oleh masyatakat lokal, namun kami tetap menunggu jawabannya. (sigid)

Komitmen Bank Pada Pelestarian Lingkungan


Written by Administrator


Thursday, 26 November 2015 11:33

Delapan bank berkomitmen menjadi perintis

Komitmen tersebut dituangkan melalui Proyek Percontohan (Pilot Project) kerjasama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan WWF-Indonesia yang bertajuk “Langkah Pertama untuk Menjadi Bank yang Berkelanjutan”. Kedelapan bank tersebut adalah, Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB dan Bank Artha Graha Internasional.

Menurut Efransjah, CEO WWF Indonesia,  komitmen ini merupakan langkah besar yang diambil para bank tersebut, hanya kurang dari setahun setelah diluncurkannya  Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan oleh OJK pada 5 Desember 2014.

Proyek percontohan tersebut bertujuan  mendukung penyiapan kompetensi bank menyangkut sasaran dalam Peta Jalan  Keuangan Berkelanjutan di Indonesia periode 2014-2019. Kompetensi yang disasar secara khusus adalah kemampuan organisasi dalam mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnisnya. Juga untuk meningkatkan porsi pembiayaan ke kegiatan bisnis yang dilakukan secara berkelanjutan,.

Hal senada juga disampaikan Muliaman D. Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK. “Langkah besar yang diambil oleh delapan bank yang mewakili 46% aset perbankan nasional ini diharapkan  mendorong bank dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya mengikuti jejak mereka untuk mulai menerapkan keuangan berkelanjutan di Indonesia.”kata Muliaman.

Efransjah dalam rilinya yang diterima Beritalingkungan.com, mengapresiasi komitmen bank dalam mengelola dan menerapkan aspek lingkungan, sosial dan tata kelola. “Bank turut mengambil peran untuk meningkatkan profil kinerja perusahaan di Indonesia.”ujarnya.

Selain menjadikan dirinya sebagai bagian dari industri perbankan yang berkelanjutan, bank juga akan memiliki kekuatan untuk mendorong perusahaan kliennya menerapkan aspek lingkungan, sosial dan tata kelola ini dalam proses bisnis mereka secara menyeluruh.”

“Proyek percontohan ini menjadikan tersedianya ruang dialog yang kondusif bagi praktisi perbankan berkelanjutan dengan melibatkan para ahli dan praktisi perbankan serta pelaku usaha industri untuk bertukar keahlian dan pengalaman. Khususnya terkait informasi tentang kisah keberhasilan bank dalam membantu mengatasi isu berkelanjutan yang dihadapi kliennya, yang dapat dijadikan referensi,” jelas Efransjah.

OJK bersama WWF akan mendampingi kedelapan bank ini untuk mulai menerapkan keuangan berkelanjutan secara sistematis dengan mengambil contoh kasus pada sektor kelapa sawit. Proyek ini akan berjalan selama 1,5 tahun yang dimulai  pada Januari 2016.

“Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditi ini dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Edi Setijawan, Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK.

Sebagai bagian dari proyek percontohan,  bank peserta akan mendapatkan serangkaian pendampingan teknis meliputi identifikasi profil risiko LST bank dari berbagai sektor.dan bagaimana mengembangkan kerangka memitigasi risiko LST. Proses ini juga sekaligus memanfaatkan peluang-peluang yang teridentifikasi melalui diskusi terbatas dengan para ahli perbankan, serta pelaku industri.

Sebagai bekal persiapan regulasi keuangan berkelanjutan di tahun 2016, OJK bersama WWF telah pula mengembangkan buku panduan yang berjudul ‘Integrasi Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola: Panduan Untuk Memulai Implementasi bagi Bank’.

“Peran aktif perbankan, OJK dan WWF Indonesia ini dilakukan dalam rangka mendorong  integrasi LST secara bertahap hingga akhirnya praktik bank dan LJK lainnya di Indonesia dapat mencapai standar kinerja terbaik untuk aspek LST.” tambah Efransjah (Wan) (Sumber: Berita Lingkungan)

Komitmen Bank Pada Pelestarian Lingkungan


Written by Administrator


Thursday, 26 November 2015 11:33

Delapan bank berkomitmen menjadi perintis

Komitmen tersebut dituangkan melalui Proyek Percontohan (Pilot Project) kerjasama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan WWF-Indonesia yang bertajuk “Langkah Pertama untuk Menjadi Bank yang Berkelanjutan”. Kedelapan bank tersebut adalah, Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB dan Bank Artha Graha Internasional.

Menurut Efransjah, CEO WWF Indonesia,  komitmen ini merupakan langkah besar yang diambil para bank tersebut, hanya kurang dari setahun setelah diluncurkannya  Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan oleh OJK pada 5 Desember 2014.

Proyek percontohan tersebut bertujuan  mendukung penyiapan kompetensi bank menyangkut sasaran dalam Peta Jalan  Keuangan Berkelanjutan di Indonesia periode 2014-2019. Kompetensi yang disasar secara khusus adalah kemampuan organisasi dalam mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnisnya. Juga untuk meningkatkan porsi pembiayaan ke kegiatan bisnis yang dilakukan secara berkelanjutan,.

Hal senada juga disampaikan Muliaman D. Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK. “Langkah besar yang diambil oleh delapan bank yang mewakili 46% aset perbankan nasional ini diharapkan  mendorong bank dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya mengikuti jejak mereka untuk mulai menerapkan keuangan berkelanjutan di Indonesia.”kata Muliaman.

Efransjah dalam rilinya yang diterima Beritalingkungan.com, mengapresiasi komitmen bank dalam mengelola dan menerapkan aspek lingkungan, sosial dan tata kelola. “Bank turut mengambil peran untuk meningkatkan profil kinerja perusahaan di Indonesia.”ujarnya.

Selain menjadikan dirinya sebagai bagian dari industri perbankan yang berkelanjutan, bank juga akan memiliki kekuatan untuk mendorong perusahaan kliennya menerapkan aspek lingkungan, sosial dan tata kelola ini dalam proses bisnis mereka secara menyeluruh.”

“Proyek percontohan ini menjadikan tersedianya ruang dialog yang kondusif bagi praktisi perbankan berkelanjutan dengan melibatkan para ahli dan praktisi perbankan serta pelaku usaha industri untuk bertukar keahlian dan pengalaman. Khususnya terkait informasi tentang kisah keberhasilan bank dalam membantu mengatasi isu berkelanjutan yang dihadapi kliennya, yang dapat dijadikan referensi,” jelas Efransjah.

OJK bersama WWF akan mendampingi kedelapan bank ini untuk mulai menerapkan keuangan berkelanjutan secara sistematis dengan mengambil contoh kasus pada sektor kelapa sawit. Proyek ini akan berjalan selama 1,5 tahun yang dimulai  pada Januari 2016.

“Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditi ini dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Edi Setijawan, Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK.

Sebagai bagian dari proyek percontohan,  bank peserta akan mendapatkan serangkaian pendampingan teknis meliputi identifikasi profil risiko LST bank dari berbagai sektor.dan bagaimana mengembangkan kerangka memitigasi risiko LST. Proses ini juga sekaligus memanfaatkan peluang-peluang yang teridentifikasi melalui diskusi terbatas dengan para ahli perbankan, serta pelaku industri.

Sebagai bekal persiapan regulasi keuangan berkelanjutan di tahun 2016, OJK bersama WWF telah pula mengembangkan buku panduan yang berjudul ‘Integrasi Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola: Panduan Untuk Memulai Implementasi bagi Bank’.

“Peran aktif perbankan, OJK dan WWF Indonesia ini dilakukan dalam rangka mendorong  integrasi LST secara bertahap hingga akhirnya praktik bank dan LJK lainnya di Indonesia dapat mencapai standar kinerja terbaik untuk aspek LST.” tambah Efransjah (Wan) (Sumber: Berita Lingkungan)

Badak Sumatera Terancam Punah


Written by Administrator

Badak Sumatera diperkirakan jumlahnya kurang dari seratus ekor

di hutan-hutan Sumatera dan Kalimantan. Badak Sumatera terakhir terdapat di Malaysia dua tahun lalu di wilayah Sabah, tetapi bulan lalu pakar menyatakan spesies itu telah punah di negara itu. International Union for the Conservation of Nature, IUCN atau Organisasi Internasional Pelestarian Alam memperingatkan, badak sumatra itu akan segera punah jika tidak diambil tindakan. Badak Sumatra itu adalah yang terkecil dari tiga jenis badak Asia. Ada 57 ekor badak Jawa atau Rhinoceros Sondaicus dan lebih dari 3000 badak India atau Rhinoceros Unicornis. Populasi badak Sumatra diperkirakan turun 50 persen dalam satu dasawarsa terakhir.

Memaksimalkan kelahiran badak sumatera di penangkaran menjadi satu-satunya cara paling memadai untuk menyelamatkan spesies berusia 20 juta tahun ini dari kepunahan total. Benarkah?

Di masa lalu, badak sumatera berkeliaran di hutan-hutan di India, Bangladesh, Myanmar, Laos, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Tiongkok. Namun, menjelang pertengahan abad ke-20, populasinya menyusut drastis karena hilangnya habitat dan diburu untuk diambil culanya. Permintaan akan cula badak ini awalnya berasal dari kepercayaan umum yang menyatakan bahwa cula badak mengandung obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit.

Seperti yang dilansir dari Harian Daily Express Malaysia, kombinasi berbagai faktor telah menyebabkan menyusutnya badak sumatera mulai dari minimnya pengetahuan tentang populasi badak dan status reproduksi di alam liar, praktik kurang berhasilnya proses reproduksi di pusat penangkaran, upaya konservasi yang belum efektif, dan tidak ada pengembangan program pembiakan yang efektif di pusat-pusat penangkaran.

Para peneliti satwa liar memperkirakan, saat ini hanya ada kurang dari 100 badak sumatera yang tersisa di dunia. Populasinya saat ini sebagian besar ada di Pulau Sumatera dan hanya sedikit sekali yang tersisa di Sabah, Malaysia. Sementara, di Semenanjung Malaysia, spesies ini diperkirakan benar-benar sudah punah meskipun belum diakui secara resmi.

Dalam 30 tahun terakhir, lebih banyak badak sumatera yang mati dibandingkan yang lahir, baik di alam liar maupun di penangkaran. Tercatat, antara 1984 hingga 1995, ada 22 badak sumatera yang ditangkap di Semenanjung Malaysia dan di Sabah untuk proyek penangkaran.

Namun, tidak ada satupun yang beranak pinak di penangkaran tersebut. Semuanya mati, kecuali satu ekor yang memang sudah hamil saat ditangkap. Kini, populasi badak yang tersisa di Malaysia hanyalah badak jantan bernama Tam dan dua betina bernama Puntung dan Iman.

Ketiga badak ini ditangkap dari alam liar di Sabah antara 2008 hingga 2014, yang saat ini berada di Borneo Rhino Sanctuary (BRS) di Tabin Wildlife Reserve, di bawah perawatan Borneo Rhino Alliance (BORA), sebuah organisasi non-pemerintah yang dikembangkan di bawah arahan Sabah Wildlife Department. Sayangnya, baik Puntung maupun Iman memiliki masalah saluran patologi reproduksi yang parah, mungkin karena mereka mengalami masa-masa sulit tidak berkembang biak di alam liar dalam waktu yang lama.

Meski begitu, keduanya masih memproduksi oosit, yang merupakan sel-sel yang membentuk telur yang kemudian dapat dibuahi oleh sperma.

Untuk menyelamatkan badak-badak terakhir ini dari kepunahan, Sabah Wildlife Department and BORA bekerja sama dengan Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research (IZW) dari Jerman dan Profesor Cesare Galli, dari Laboratorium Avantea di Italia, berupaya untuk memproduksi embrio badak sumatera di laboratorium tersebut dengan menggunakan Advanced Reproductive Techniques (ART). Sepertinya, ART merupakan cara terbaik untuk menumbuhkan populasi badak sumatera di penangkaran.

Dibandingkan dengan teknik inseminasi buatan tradisional yang memompa jutaan sperma ke dalam rahim badak betina, teknik yang sudah teruji untuk hewan-hewan peliharaan atau injeksi sperma intraseluler ini, mampu memaksimalkan kesempatan pembuahan telur dengan menyuntikkan satu sperma yang paling layak menjadi oosit tunggal. Embrio yang dihasilkan kemudian ditanamkan ke badak betina untuk menjadi janin melalui kehamilan normal.

Menurut Datuk Dr. Junaidi Payne, Direktur Eksekutif BORA, semua badak sumatera yang ada di penangkaran harus disatukan dalam dua atau tiga fasilitas perawatan intensif, di mana penggunaan gamet (sel yang diproduksi oleh organisme untuk tujuan reproduksi seksual) dapat dimaksimalkan.

“Kita berpacu dengan waktu untuk menghasilkan gamet dari badak di sini untuk digunakan dalam fertilisasi in-vitro. Serta, mengawetkan gamet dengan dibekukan dan baris stem sel dalam kurun 2014-2017,” katanya.

Direktur Sabah Wildlife, William Baya, mengatakan bahwa melalui ART setiap individu badak dapat dimaksimalkan untuk membantu menyelamatkan spesies ini.

“Mengingat, spesies ini benar-benar di ambang kepunahan, Sabah Wildlife Department berkomitmen mendukung program penangkaran badak sumatera dengan menggunakan teknologi ART. Ini cara terbaik yang kita miliki. Pada prinsipnya, kami siap mendukung Indonesia melestarikan satwa ini, jika diminta.”

Dato Dr. Dionysius Sharma, CEO dan Direktur Eksekutif WWF-Malaysia, yakin bahwa program ART bisa menyelamatkan badak sumatera dari kepunahan. “Solusi inovatif diperlukan untuk mengangkat kembali populasi badak sumatera terancam punah. Lebih dari seabad lalu, badak afrika juga terancam punah dan dipindahkan ke pusat konservasi berupa tanah luas yang dipagar, serta penangkaran yang dilakukan terhadap bison eropa. Kami berharap dapat melakukan yang sama terhadap badak sumatera,” ujarnya.

Dalam Sepekan ini Titik Api di sumsel Masih Mencapai 3.333 titik


Written by Administrator


Monday, 26 October 2015 11:28

Palembang – Wahana Bumi Hijau, Hasil Pantauan Titik Api Pekan ini mencapai 3.333 titik

hal tersebut dimuat setelah data Berdasarkan pemantauan Satelit Tera Aqua Modis, jumlah titik api atau hotspot yang terdeteksi selama sepekan di bulan Oktober sejak tanggal 19 Oktober 2015 sampai 24 Oktober 2015 yang diakumulasikan dengan rincinan titik api pertanggal yaitu 797, 636, 703, 299, 333, 565, Total hotspot ini ternyata disumbangkan dari tiga kabupaten di Sumatera Selatan  (Sumsel), kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) adalah penyumbang hotspot terbesar di pekan ini.

Sementara menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sumsel, Kemungkinan Sumsel akan mengalami kemarau dan kekeringan cukup lama dibandingkan tahun sebelumnya. Diprediksi hujan baru akan turun pada akhir November hingga awal Desember 2015

Dari data yang diperoleh, total hotspot yang terdeteksi di Sumsel tercatat di bulan September sebanyak 11.285 titik. Jumlah hotspot ini menurun di awal bulan Oktober sebanyak 126 hotspot. Namun jumlahnya meningkat sebanyak 1.355 hotspot di tanggal 3 Oktober lalu. Lalu mengalami naik turun hingga data terakhir menunjukkan jumlahnya sebanyak 239 titik, dengan total hotspot yang terdeteksi dari tanggal 19-24 Oktober sebanyak 3.333 titik.

Tiga kabupaten di Sumsel yang menyumbangkan kabut asap yaitu Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dengan luas lahan terbakar 88.267 Hektar, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) seluas 34.187 Hektar dan Kabupaten Ogan Ilir (OI) seluas 5.860 Hektar. Total luasan areal terbakar berdasarkan Citra Satelit Landsat 8 dan 7 pada bulan Juni hingga September 2015 seluas 128.314 Hektar.

Diperkirakan jumlah luasan lahan yang terbakar akan semakin luas pada akhir oktober ini, melihat pada bulan oktober ini titik api (hotspot) di sumatera selatan masih tergolong tinggi.

Diminta masyarakat harus tetap waspada dengan ini karena hasil pantauan Citra satelit asap diduga mengandung karbon monoksida yang muncul di Sumatera Selatan, Riau, dan Kalimantan, berikut baca juga yang dirilis oleh viva.co.id Jumat (23/10/2015)

Dalam Sepekan ini Titik Api di sumsel Masih Mencapai 3.333 titik


Written by Administrator


Monday, 26 October 2015 11:28

Palembang – Wahana Bumi Hijau, Hasil Pantauan Titik Api Pekan ini mencapai 3.333 titik

hal tersebut dimuat setelah data Berdasarkan pemantauan Satelit Tera Aqua Modis, jumlah titik api atau hotspot yang terdeteksi selama sepekan di bulan Oktober sejak tanggal 19 Oktober 2015 sampai 24 Oktober 2015 yang diakumulasikan dengan rincinan titik api pertanggal yaitu 797, 636, 703, 299, 333, 565, Total hotspot ini ternyata disumbangkan dari tiga kabupaten di Sumatera Selatan  (Sumsel), kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) adalah penyumbang hotspot terbesar di pekan ini.

Sementara menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sumsel, Kemungkinan Sumsel akan mengalami kemarau dan kekeringan cukup lama dibandingkan tahun sebelumnya. Diprediksi hujan baru akan turun pada akhir November hingga awal Desember 2015

Dari data yang diperoleh, total hotspot yang terdeteksi di Sumsel tercatat di bulan September sebanyak 11.285 titik. Jumlah hotspot ini menurun di awal bulan Oktober sebanyak 126 hotspot. Namun jumlahnya meningkat sebanyak 1.355 hotspot di tanggal 3 Oktober lalu. Lalu mengalami naik turun hingga data terakhir menunjukkan jumlahnya sebanyak 239 titik, dengan total hotspot yang terdeteksi dari tanggal 19-24 Oktober sebanyak 3.333 titik.

Tiga kabupaten di Sumsel yang menyumbangkan kabut asap yaitu Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dengan luas lahan terbakar 88.267 Hektar, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) seluas 34.187 Hektar dan Kabupaten Ogan Ilir (OI) seluas 5.860 Hektar. Total luasan areal terbakar berdasarkan Citra Satelit Landsat 8 dan 7 pada bulan Juni hingga September 2015 seluas 128.314 Hektar.

Diperkirakan jumlah luasan lahan yang terbakar akan semakin luas pada akhir oktober ini, melihat pada bulan oktober ini titik api (hotspot) di sumatera selatan masih tergolong tinggi.

Diminta masyarakat harus tetap waspada dengan ini karena hasil pantauan Citra satelit asap diduga mengandung karbon monoksida yang muncul di Sumatera Selatan, Riau, dan Kalimantan, berikut baca juga yang dirilis oleh viva.co.id Jumat (23/10/2015)

Hasil Penelitian Harvard : Ancaman Maut PLTU Batubara

Hasil Penelitian Harvard : Ancaman Maut PLTU Batubara – Indonesia


Written by Administrator


Friday, 21 August 2015 10:22

Bagaimana Ketergantungan Pemerintah Indonesia Terhadap Batubara Mengancam Kehidupan Rakyat

Saat ini terdapat puluhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara tersebar dan beroperasi di Indonesia,

melepaskan jutaan ton polusi setiap tahunnya. Dari waktu ke waktu PLTU-PLTU tersebut mengotori udara kita dengan polutan beracun, termasuk merkuri, timbal, arsenik, kadmiun dan partikel halus namun beracun, yang telah menyusup ke dalam paru-paru masyarakat.

Polusi udara adalah pembunuh senyap, menyebabkan 3 juta kematian dini (premature death)  di seluruh dunia, dimana pembakaran Batubara adalah salah satu kontributor terbesar polusi ini. Polusi udara menyebabkan peningkatan risiko kanker paru-paru, stroke, penyakit jantung, dan penyakit pernapasan.

Laporan ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Harvard tentang dampak polusi udara PLTU Batubara di Indonesia terhadap kesehatan. Hasil penelitian mengungkap angka estimasi kematian dini akibat PLTU Batubara yang saat ini sudah beroperasi, mencapai sekitar 6.500 jiwa/tahun di Indonesia. Penelitian serupa juga dilakukan di berbagai negara Asia lainnya.

Meski demikian, pemerintah Indonesia tetap berencana menambah puluhan PLTU Batubara baru. Jika rencana tersebut terwujud, korban kematian dini dapat bertambah hingga 15.700 jiwa/tahun di Indonesia dan estimasi total 21.200 jiwa/tahun termasuk di luar Indonesia. Kematian dini tersebut disebabkan peningkatan resiko penyakit kronis pada orang dewasa dan infeksi saluran pernapasan akut pada anak akibat paparan partikel halus beracun dari pembakaran Batubara.

PLTU Batubara adalah mesin penebar maut. PLTU mengeluarkan polusi yang membunuh, meracuni udara, menyebabkan gangguan kesehatan dan kerugian yang luas untuk pertanian, perikanan, lingkungan, dan perekonomian masyarakat.

Alih-alih membangun yang baru, seharusnya kita menutup pembangkit-pembangkit bertenaga Batubara tersebut. Menghirup udara yang bersih dan segar adalah hak yang mendasar dan terpenting bagi manusia. Adalah suatu kewajiban bagi pemerintah Indonesia untuk memenuhi hak mendasar ini bagi rakyatnya.

Download:

Laporan Ringkas (bahasa): Ancaman Maut PLTU Batubara.
Laporan Lengkap (english): Human Cost of Coal Power.

Sumber: GreenPeace.Org

Hasil Penelitian Harvard : Ancaman Maut PLTU Batubara

Hasil Penelitian Harvard : Ancaman Maut PLTU Batubara – Indonesia


Written by Administrator


Friday, 21 August 2015 10:22

Bagaimana Ketergantungan Pemerintah Indonesia Terhadap Batubara Mengancam Kehidupan Rakyat

Saat ini terdapat puluhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara tersebar dan beroperasi di Indonesia,

melepaskan jutaan ton polusi setiap tahunnya. Dari waktu ke waktu PLTU-PLTU tersebut mengotori udara kita dengan polutan beracun, termasuk merkuri, timbal, arsenik, kadmiun dan partikel halus namun beracun, yang telah menyusup ke dalam paru-paru masyarakat.

Polusi udara adalah pembunuh senyap, menyebabkan 3 juta kematian dini (premature death)  di seluruh dunia, dimana pembakaran Batubara adalah salah satu kontributor terbesar polusi ini. Polusi udara menyebabkan peningkatan risiko kanker paru-paru, stroke, penyakit jantung, dan penyakit pernapasan.

Laporan ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Harvard tentang dampak polusi udara PLTU Batubara di Indonesia terhadap kesehatan. Hasil penelitian mengungkap angka estimasi kematian dini akibat PLTU Batubara yang saat ini sudah beroperasi, mencapai sekitar 6.500 jiwa/tahun di Indonesia. Penelitian serupa juga dilakukan di berbagai negara Asia lainnya.

Meski demikian, pemerintah Indonesia tetap berencana menambah puluhan PLTU Batubara baru. Jika rencana tersebut terwujud, korban kematian dini dapat bertambah hingga 15.700 jiwa/tahun di Indonesia dan estimasi total 21.200 jiwa/tahun termasuk di luar Indonesia. Kematian dini tersebut disebabkan peningkatan resiko penyakit kronis pada orang dewasa dan infeksi saluran pernapasan akut pada anak akibat paparan partikel halus beracun dari pembakaran Batubara.

PLTU Batubara adalah mesin penebar maut. PLTU mengeluarkan polusi yang membunuh, meracuni udara, menyebabkan gangguan kesehatan dan kerugian yang luas untuk pertanian, perikanan, lingkungan, dan perekonomian masyarakat.

Alih-alih membangun yang baru, seharusnya kita menutup pembangkit-pembangkit bertenaga Batubara tersebut. Menghirup udara yang bersih dan segar adalah hak yang mendasar dan terpenting bagi manusia. Adalah suatu kewajiban bagi pemerintah Indonesia untuk memenuhi hak mendasar ini bagi rakyatnya.

Download:

Laporan Ringkas (bahasa): Ancaman Maut PLTU Batubara.
Laporan Lengkap (english): Human Cost of Coal Power.

Sumber: GreenPeace.Org

Monitoring Pelaksanaan FPIC pada masyarakat terdampak PT. OKI Mill di Sumatera Selatan


Written by Wahana Bumi Hijau


Sunday, 07 December 2014 01:24

Wahana Bumi Hijau (WBH),

Serikat Hijau Indonesia, Yayasan Bakau dan JPIK Sumatera Selatan Melakukan Monitoring Pelaksanaan FPIC pada masyarakat terdampak PT. OKI Mill yang dilakukan oleh APP. Monitoring ini ditujukan untuk menarik pembelajaran bagaimana APP menjalankan prinsip prinsip FPIC yang dimuat dalam SOP/protokol mereka, dan seperti apa serapan masyarakat dalam pelaksanaan FPIC tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut, monitoring dilakukan selama 1 bulan pada Agustus September 2014, dan melakukan wawancara terstruktur dengan 67 perwakilan masyarakat, termasuk minimal 2 pemerintah desa di 8 Desa tersebut.

Wahana Bumi Hijau (WBH), Sarekat Hijau Indonesia, Yayasan Bakau and JPIK South Sumatra conducted monitoring on APPs FPIC implementation on affected communities surrounding PT. OKI Pulp Mill. The aim of this activity is to learn how APP implemented its FPIC protocol and how local people understand that FPIC process. It was done in August and September 2014, WBH in eight affected villages surrounding the Mill and the hamlet of Sungai Rasau, interviewing 67 people from those villages, including at least 2 village government officer from each village/ hamlet (Bukit Batu 15 respondent, Rengas Abang/ Sido Rahayu 5, Simpang Heran 10, Jadi Mulya 10, Kuala Sugihan/ Muara Sugihan 5, Negeri Sakti/ Sapto Harjo 6, Pangkalan Sakti/ Timbul Harjo 6 dan Rantau Karya/ Panggung Harjo 5 respondent).

Berikut kami publikasikan Laporan Lengkap dan Tanggapan dari Pihak APP yang dapat anda download di bawah ini:

Download Final Report on Monitoring APP FPIC process English – Indonesia

Download Matrix Response APP EnglishIndonesia