Warga Tetap Waspadai Gempa


Written by Administrator


Friday, 13 April 2012 11:41

JAKARTA, – Gempa yang terjadi di luar zona subduksi tetap harus diwaspadai walaupun memiliki potensi tsunami yang lebih rendah. Hal itu diungkapkan Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Rocky Dwi Putrohadi, Kamis (12/4/2012) kemarin.

Seperti yang diberitakan, gempa di Aceh pada Rabu (11/4/2012) terjadi di luar zona subduksi dan merupakan akibat dari sesar miring atau oblique. Dengan demikian, potensi tsunami lebih rendah. Dua gempa besar yang terjadi memang berkekuatan 8,5 skala richter dan 8,1 skala richter. Namun, berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), tsunami yang terjadi tak sampai 1 meter.

Meski besar gempa hampir sama, namun dampak gempa Rabu kemarin jauh berbeda dengan gempa Aceh tahun 2004 (9,1 Skala Richter). Rovicky menuturkan, gempa di luar zona subduksi tetap harus diwaspadai sebab informasi tentang lokasi pusat gempa tak langsung dampat diketahui masyarakat. “Setiap kejadian gempa di laut, kita tidak langsung tahu apakah itu terjadi di wilayah yang berpotensi menimbulkan tsunami atau tidak. Jadi setiap gempa laut harus diwaspadai,” jelas Rovicky.

Selain itu, gempa di luar zona subduksi juga dapat memicu gempa selanjutnya di luar zona subduksi maupun di zona subduksi. Rovicky menuturkan, gempa Aceh Rabu kemarin bisa mempengaruhi zona subduksi, memicu terjadinya gempa di Mentawai. Jika terjadi gempa besar di laut, masyarakat diharapkan tetap responsif dengan pergi ke wilayah yang lebih tinggi tanpa perlu panik.

Sumber : Kompas.Com

Gempa Aceh 11 April 2012 di Luar Dugaan


Written by Administrator


Friday, 13 April 2012 11:39

JAKARTA, – Presiden atau Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Rovicky Dwi Putrohadi mengatakan bahwa gempa seperti yang terjadi di Aceh pada Rabu (11/4/2012) sebenarnya jarang terjadi. “Gempa kemarin terjadi di dekat NER (Ninety East Ridge). Gempa jarang sekali terjadi di daerah ini,” kata Rovicky saat dihubungi Kompas.com, Kamis (12/4/2012). NER adalah jejak perjalanan lempeng samudera Hindia ke arah utara sejak 71 juta tahun yang lalu.

NER berupa punggung laut yang memanjang 5.000 km dari Teluk Benggala ke selatan hingga tenggara India Ridge. Rovicky menuturkan bahwa dahulu gempa banyak terjadi di sepanjang NER. Namun saat ini gempa relatif jarang terjadi. Bisa dikatakan, zona ini sudah inaktif atau disebut aseismik. “Jarang tejadi karena lempengnya bergerak lurus dan paralel, relatif lebih ‘licin’. Jadi tetap bergerak, tapi tidak menimbulkan gempa,” jelas Rovicky. Oleh karena itu, Rovicky berpendapat, terjadinya gempa Rabu kemarin tak lepas dari gempa Aceh 2004 lalu. Menurut Rovicky, gempa Aceh 2004 memberi tekanan pada wilayah bagian selatan Aceh sehingga terluapkan dalam bentuk gempa kemarin.

Tercatat, gempa merupakan gempa kembar dengan kekuatan 8,5 Skala Richter dan 8,1 Skala Richter, diikuti sejumlah gempa susulan terjadi di daerah tersebut kemarin. Gempa mengakibatkan tsunami kecil setinggi 1 meter di Nias, 80 cm di Meulaboh, dan 6 cm di Sabang. Dengan terjadinya gempa di luar zona yang tidak terduga itu, hal tersebut berarti bahwa setiap gempa yang terjadi di laut tetap perlu diwaspadai. Lokasi gempa berkekuatan besar tak langsung bisa diketahui apakah di daerah berpotensi tsunami yang sudah banyak ahli peekirakan maupun yang tidak.

Sumber: Kompas.Com

Hutan Jambi Bisa Habis dalam Dua Tahun


Written by Administrator


Friday, 13 April 2012 11:34

JAMBI, – Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi Trisiswo mengatakan tanpa upaya perlindungan bermakna hutan Jambi yang luasnya sekitar 1,2 juta hektar terancam habis. “Melihat maraknya upaya perusakan baik oleh manusia maupun alam, sangat mungkin hutan di Jambi bisa habis dua tahun kedepan,” kata Trisiswo di Jambi, Kamis (12/4/2012). Ancaman pengurangan luas hutan yang paling nyata adalah kegiatan pembalakan liar dan perambahan hutan yang tidak terkendali karena upaya pemberantasan tidak berjalan maksimal. Menurut Trisiswo, saat ini separuh lebih hutan produksi dan hutan lindung sudah rusak. Ia mencontohkan, hutan Restorasi Ekosistem Konservasi Indonesia (REKI) yang seluas 101 ribu hektare sebagian sudah rusak dan 30 persen diantaranya sudah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. “Kami sangat sulit melakukan pengawasan dan pencegahan karena sumber daya kami sangat terbatas. Anggota pengamanan hutan jumlahnya hanya sekitar 60 orang dan rata-rata sudah berumur 40 tahun ke atas,” jelasnya. “Jika tidak ada dana, bisa saja memanfaatkan tenaga anggota Satuan Polisi Pamong Praja untuk dialihfungsikan menjadi tenaga pengamanan hutan,” jelasnya

Sumber: Kompas.Com

Komisi IV DPR Juga Akan Bentuk Panja Agraria


Written by Administrator


Thursday, 23 February 2012 01:16

Mengikuti jejak di Komisi II DPR, dalam waktu dekat, Komisi IV DPR juga akan segera membentuk panitia kerja yang membahas konflik agraria di wilayah perkebunan dan kehutanan. Kasus di Mesuji akan menjadi salah satu yang paling disoroti.

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron di sela kunjungan kerja spesifik Komisi IV ke Lampung, Senin (20/2/2012). Anggota yang turut hadir antara lain Adiyaman Amir Saputra, Djoko Udjianto, Siswono Yudohusodo, dan Sudin.

Menurut Herman, kunjungan kerja ke Lampung ini akan segera ditindaklanjuti dengan membentuk panja di Komisi IV. Sebab, menurut dia, sudah cukup banyak kasus konflik agraria di bidang kehutanan dan perkebunan yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini selain di Lampung.

Ia mengatakan, keberadaan kawasan hutan semestinya tidak hanya menguntungkan para pengusaha, melainkan juga memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat di kawasan hutan.

Sumber : Kompas.com

Warga Tugu Roda Bertahan di Register 45 Mesuji


Written by Administrator


Thursday, 23 February 2012 01:14

Ribuan warga eks wilayah Tugu Roda, Mesuji, Lampung, saat ini masih nekat bertahan di kawasan hutan Register 45 Mesuji. Padahal, mereka telah diultimatum untuk segera meninggalkan kawasan hutan produksi ini.

Berdasarkan pantauan Rabu (22/2/2012), wilayah di Register 45 yang disebut Suay Umpu, kini dipenuhi tenda-tenda berwarna biru dan merah. Tenda-tenda warga pendatang ini menyebar di antara tanaman-tanaman akasia muda yang baru ditanam PT Silva Inhutani Lampung, selaku pemegang hak pengelolaan kawasan hutan ini.

Warga ini dahulunya merupakan korban penggusuran penertiban hutan di Suay Umpu pada pertengahan tahun silam. Namun, pasca-mencuatnya kasus Mesuji, akhir tahun lalu mereka kembali dan berkumpul di Tugu Roda.

Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Berlian Tihang mengatakan, mereka ini tidak berhak menempati kawasan itu. Terkait hal ini, Pemkab Mesuji memberikan utimatum ke mereka agar meninggalkan Register 45 selambat-lambatnya 27 Februari mendatang.

Namun, seperti diungkap Siti Romlah (46), salah seorang warga Suay Umpu, dirinya tidak akan pindah. “Silahkan saja kalau mau digusur, saya tidak takut. Yang mau menggusur kami harusnya juga bertanggung jawab atas nasib kami nanti, termasuk yang mengajak kami masuk ke sini,” tuturnya. Ia mengaku tidak punya lagi tempat tinggal.

Bengkulu Miliki Radar Cuaca Baru


Written by Administrator


Thursday, 23 February 2012 01:12

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Provinsi Bengkulu, kini memiliki radar cuaca baru. Diharapkan dengan radar ini prakiraan cuaca harian yang dirilis kepada publik, bisa lebih akurat.

Kepala Stasiun Meteorologi BMKG Bengkulu Ferry Sitorus, Rabu (22/2/2012) di Kota Bengkulu, mengatakan, Provinsi Bengkulu dan Jambi menjadi provinsi yang tahun ini memiliki radar cuaca buatan Jerman itu.

Kota lain di Sumatera yang terlebih dulu mempunyai radar serupa di antaranya Palembang. Di Bengkulu, radar cuaca buatan Jerman yang memiliki daya jangkau radius 250 kilometer itu, ditempatkan di depan pintu gerbang masuk bandara Fatmawati Bengkulu.

“Data yang dihimpun radar ini di antaranya pergerakan awan,” ujar Ferry.

Ferry menambahkan, selama ini Stasiun Meteorologi Bengkulu mengambil data cuaca harian Bengkulu dari BMKG pusat, Stasiun Klimatologi Bengkulu, dan Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok.

Dengan adanya radar cuaca sendiri di Bengkulu, ia berharap prakirawan mendapat informasi lebih banyak sehingga dapat memberikan prakiraan cuaca yang lebih akurat. Data prakiraan cuaca harian tersebut bermanfaat bagi penerbangan dan pelayaran.

Saat ini, dalam sehari terdapat enam penerbangan dari tiga maskapai yang melayani rute Jakarta-Bengkulu dan sebaliknya. Adapun untuk pelayaran, sementara ini hanya ada satu kapal penyeberangan yang melayani rute Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu – Pulau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara seminggu tiga kali.

Sumber: Kompas.Com

SBY Harus Wujudkan Komitmen Lingkungan Tahun 2012


Written by Administrator


Saturday, 24 December 2011 16:23

Sepanjang tahun 2011, beberapa komitmen mewujudkan lingkungan lestari muncul dari pemerintah ataupun swasta. Tahun 2012, komitmen tersebut harus diwujudkan dalam tindakan nyata.

Kepala Greenpeace Indonesia Nur Hidayati mengungkapkan, berdasarkan catatan Greenpeace, tahun 2011 adalah tahun bersejarah sebab moratorium (penghentian sementara) penghancuran hutan mulai diberlakukan. Selain itu, perusahaan kelapa sawit Indonesia Golden Agri Resources-Sinar Mas Group juga berkomitmen menghentikan aktivitas perusakan hutan.

Sementara itu, catatan lain yang dianggap merupakan komitmen mewujudkan lingkungan lestari adalah pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) yang tidak akan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Indonesia memiliki sumber energi alternatif yang lebih aman.

Catatan selanjutnya adalah pengakuan keterbatasan pemerintah dalam mengontrol pembuangan limbah industri. Pemerintah juga mengakui bahwa Sungai Citarum tercemar limbah industri. Akibatnya, kualitas airnya buruk, tercemar oleh berbagai macam polutan.

Setelah pengakuan dan komitmen pemerintah pada tahun 2011, Greenpeace mendesak agar pemerintah bisa mewujudkan komitmennya dalam tindakan nyata. Itu disebabkan, beragam komitmen soal energi, pencemaran, dan pengelolaan hutan tidak akan berarti tanpa tindakan nyata.

“Moratorium tidak akan efektif dalam menyelamatkan hutan Indonesia jika pemerintah tidak melakukan evaluasi terhadap izin-izin konsesi yang telah diberikan di kawasan yang masih memiliki tutupan hutan alam,” kata Nur dalam konferensi pers catatan akhir tahun Greenpeace, Kamis (22/12/2011) di Jakarta.

Greenpeace juga menuntut penegakan hukum dan tata kelola pemerintahan yang baik. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, kerugian akibat kerusakan hutan Rp 180,2 triliun.

“Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menyatakan bahwa selama 2005-2010, negara dirugikan Rp 169,7 trilliun,” ujar Nur.

Soal moratorium, Nur mengatakan, pemerintah tidak bisa hanya berpatokan pada waktu dua tahun dan tidak melakukan apa pun. Ia mengatakan, moratorium harus diterapkan dengan target keberhasilan, bukan waktu.

Sementara soal energi, pemerintah wajib mendorong pemanfaatan energi terbarukan. Sepanjang tahun 2011, Indonesia masih bergantung pada bahan bakar fosil.

“Kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi Indonesia masih di bawah 5 persen,” kata Nur.

Pemerintah juga wajib mengadopsi komitmen politik terhadap “nol pembuangan” bahan kimia berbahaya dalam satu generasi sehingga tidak mencemari sumber air.

Konflik Lingkungan Terjadi Sepanjang 2011


Written by Administrator


Saturday, 24 December 2011 16:21

JAKARTA, – Sepanjang tahun 2011, konflik lingkungan masih terus terjadi, bahkan mengalami peningkatan. “Sampai dengan 30 November 2011, tercatat ada 102 konflik sumber daya alam,” ungkap Mukri Friatna, Kepala Departemen Kampanye dan Advokasi Walhi.

Ditemui dalam konferensi pers evaluasi akhir tahun Greenpeace, Kamis (22/1/2011) di Jakarta, Mukri mencontohkan pencemaran lingkungan, hingga Januari 2011 tercatat 79 kasus. “Angka konflik terbesar dipimpin oleh kebun kelapa sawit dan pertambangan. Jadi, pelakunya masih sama,” jelas Mukri sambil mengungkapkan konflik itu pun belum mencakup wilayah yang tidak terekspos.

Konflik berujung pada kriminalisasi masyarakat adat dan lokal. Tercatat bahwa ada 123 orang ditahan, 67 orang ditembak serta 9 di antaranya meninggal. Salah satu penyebabnya adalah masalah agraria dan tumpang tindih pemanfaatan hutan. Selain itu, karena ada kebijakan yang dipakai untuk mengkriminalisasi masyarakat.

Sumber konflik lain adalah adanya Undang-undang Penanaman Modal. Hak usaha yang sebelumnya hanya 35 tahun, kini menjadi lebih panjang hingga 95 tahun. Di sisi lain, meski konflik bertaburan, perusahaan seringkali mengaburkan substansi permasalahan dengan memakai beberapa nama untuk satu perusahaan.

Menurut Mukri, kalangan legislatif harus memerhatikan konflik lingkungan yang terjadi. Konflik mesti diselesaikan agar masyarakat tidak menjadi korban.

Hasil Konferensi Durban Belum Menjawab Kebutuhan


Written by Administrator


Saturday, 24 December 2011 16:18

JAKARTA, Pertemuan Para Pihak Konvensi Perubahan Iklim PBB/UNFCCC di Durban, akhirnya ditutup Minggu (11/12/2011). Jadwal ini mundur dua hari dari jadwal yang ditetapkan. Hasil penting dari konferensi itu adalah berlanjutnya Protokol Kyoto untuk periode kedua mulai 1 Januari 2013 dan Platform Durban.

WWF menilai, hasil pertemuan tersebut belum menjawab kebutuhan komitmen yang mengikat secara hukum untuk pengurangan emisi, khususnya yang datang dari negara-negara Annex 1. Pengurangan emisi ditargetkan menahan kenaikan suhu Bumi agar tak melebihi 2 derajat celsius, tetapi apabila keputusan di Durban dibiarkan, kenaikan bisa mencapai 4 derajat celsius.|

Nyoman Iswarayoga, Direktur Program Iklim dan Energi, WWF-Indonesia, dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (13/12/2011), mengatakan, disepakatinya periode komitmen kedua Protokol Kyoto 2013-2018 menghapus kegalauan banyak pihak terhadap semangat prinsip common but differentiated responsibilities.

“Tapi, perlu kita catat dengan garis tebal bahwa komitmen kedua ini tidak cukup kuat untuk menghadapi tantangan perubahan iklim, baik untuk negara maju, apalagi negara berkembang. Salah satunya karena belum disertai Quantified Emission Limitation or Reduction Objectives (QELROS),” kata Nyoman.

Durban Platform, mengoperasionalisasikan Cancun Agreement, termasuk di dalamnya pembentukan Komite Adaptasi, Mekanisme Teknologi, dan Green Climate Fund.

Sayangnya, Durban Platform yang disepakati oleh 195 negara ini hanya mempersiapkan perjanjian global perubahan iklim mengikat berikutnya untuk disetujui tahun 2015 dan dilaksanakan mulai tahun 2020, ucap Nyoman.

Hasil ini menunjukkan bahwa ketika banyak negara sadar akan konsekuensi perubahan iklim, tetapi rata-rata masih didominasi oleh poluitik domestik. Banyak negara maju belum menunjukkan komitmen kuat untuk memberikan dukungan terhadap kesepakatan multilateral.

Sumber Kompas.Com

Kanada Mundur dari Protokol Kyoto


Written by Administrator


Saturday, 24 December 2011 16:15

OTTAWA, Kanada menyatakan secara resmi mundur dari Protokol Kyoto, satu-satunya perjanjian internasional yang memasang target jelas pengurangan emisi gas rumah kaca, Senin (12/12/2011) waktu setempat. Kanada menjadi negara pertama yang mundur dari perjanjian ini dan menjadi pukulan berat bagi usaha PBB untuk menangani masalah pemanasan global.

“Kami menggunakan hak legal Kanada untuk mundur secara resmi dari (Protokol) Kyoto,” tutur Menteri Lingkungan Hidup Kanada Peter Kent. Keputusan ini diambil setelah konferensi iklim PBB di Durban, Afrika Selatan, yang menghasilkan rencana kerja baru untuk menanggulangi pemanasan global, baru saja ditutup.

Menurut Kent, Protokol Kyoto bukan jalan yang tepat untuk mencari solusi global perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca. Dia mengatakan, protokol itu justru menjadi penghambat pemecahan masalah tersebut karena akan mengganggu perekonomian negara-negara maju.

“Kami meyakini bahwa sebuah perjanjian baru, yang mengikat secara hukum seluruh negara penghasil terbesar gas rumah kaca dan memungkinkan kami terus membuka lapangan kerja dan memacu pertumbuhan ekonomi, adalah jalan yang harus kita tempuh ke depan,” papar Kent.

Protokol Kyoto mengikat negara-negara majuyang rata-rata menjadi penyumbang terbesar gas rumah kaca dari aktivitas inudstri merekauntuk menurunkan emisi gas penyebab pemanasan global tersebut sesuai dengan target tertentu. Hanya AS yang tidak meratifikasi perjanjian ini sejak awal.

Di bawah perjanjian itu, Kanada diwajibkan menurunkan emisi gas karbon dioksida sebesar 6 persen dari tingkat emisi tahun 1990 pada tahun 2012. Alih-alih memenuhi target ini, emisi karbon dari Kanada justru meningkat drastis. Tahun lalu saja, emisi gas ini di negara itu sudah meningkat 35 persen dibandingkan dengan tingkat emisi tahun 1990.

“Untuk memenuhi target yang ditetapkan Protokol Kyoto pada 2012, kami harus menyingkirkan semua mobil, truk, ATV (kendaraan segala medan), traktor, ambulans, mobil polisi, dan semua jenis kendaraan dari jalanan Kanada, atau kami harus menutup semua pertanian dan sektor agrokultur dan mengurangi sistem pemanas ruangan di seluruh rumah, kantor, rumah sakit, pabrik, dan semua bangunan lain di Kanada,” ungkap Kent.

Dengan mundur dari Protokol Kyoto, Kanada terbebas dari kewajiban membayar denda sebesar 14 miliar dollar Kanada (sekitar Rp 123,23 triliun).

Kent mengatakan, untuk sementara Kanada akan menjalankan rencananya sendiri guna menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca hingga 20 persen dari tingkat emisi tahun 2006 pada tahun 2020. Rencana itu dikritik karena itu artinya Kanada hanya akan menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca sebesar 3 persen dibandingkan dengan tingkat emisi tahun 1990.

Sumber Kompas.Com