Setelah Penantian Panjang untuk Hutan Desa Kepayang

Desa Kepayang, Kecamatan Bayung Lincir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera selatan, dilihat dari Sungai Lalan. Foto: Sigid Widagdo

Sebuah portal besi menghadang perjalanan. Seutas tali terikat di pos penjaga, mengharuskan kami turun dari kendaraan dan melapor ke petugas jaga. Kami mau ke Kapayang. Tali pengikat portalpun terbuka.
Pohon sawit berbaris teratur, lurus memanjang seakan tak berkesudahan. Inilah perkebunan sawit PT. London Sumatera (Lonsum). Jalan tanah berbatu kerikil harus dilalui.
Sekitar 20 kilometer, sebelum harus terhadang portal besi lain. Laporan lagi. Kali ini portal PT. Pinang Witmas Sejati (PWS). Lagi-lagi, jalan tanah dengan sawit berbaris berikut kanal. Tampak juga bangunan kantor dan camp karyawan.
Kurang lebih delapan kilometer, tampak beberapa rumah kayu, bangunan sarang walet, industri kecil kayu olahan, masjid, dan beberapa warung. Inilah Dusun III, Desa Kepayang.
Kami menuju sungai. Sebuah rakit kayu tertambat di tepian siap membawa kami menyebrangi sungai menuju Dusun I, Desa Kepayang, Kecamatan Bayung Lencir, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Dari atas rakit, tampak rumah kayu berbaris tidak beraturan di tepian sungai. Ada juga rumah apung, terombang ambing mengikuti riak air. Tampak beragam aktivitas warga. Ada yang sedang mandi, mencuci dan lain-lain.
Sungai Lalan, yang kami lalui adalah saksi sejarah asal muasal Desa Kepayang. Dalam catatan studi sosial ekonomi Wahana Bumi Hijau (WBH), Suku Anak Dalam, dahulu hidup di hutan Kepayang. Sejak penebangan kayu alam era hak pengusahaan hutan (HPH) pada 1970-an, SAD mulai terusik. Sebagian mereka beradaptasi, yang lain mencari tempat hidup baru.
Dusun Kepayang, bagian pemukiman masyarakat Desa Muara Merang, dulu HPH yang berakses di Sungai Kepayang. Pemukiman di dusun ini terus berkembang, banyak mantan karyawan HPH menetap. Terlebih sejak HPH habis pada 1999. Masyarakat terbiasa mendapat penghasilan dari kayu. Muncul pabrik pengelolaan kayu di sekitar, penebangan liarpun terjadi di eks HPH ini.
Penduduk Desa Kepayang, mayoritas orang Sumsel, tetapi ada juga dari Medan, Bugis dan Kalimantan.
Kepayang, semula dusun dari Desa Muara Merang, memisahkan diri menjadi Desa Kepayang pada 2007. Luas desa sekitar 54.210 hektar, 70% hutan produksi dan 30% alokasi penggunaan lain (APL). Dengan kondisi lahan 39.195 hektar hutan gambut, 15.000 hektar tanah mineral, dan 30 hektar alur sungai.
Kawasan APL Desa Kepayang terkepung sawit seluas 6.000 hektar, dan HTI 9.200 hektar, serta restorasi ekosistem 4.300 hektar. Sedangkan lahan masyarakat dan pemukiman hanya 650 hektar.
Hasil hutan dan perikanan minim, serta akses lahan menyempit sangat mempengaruhi kondisi ekonomi masyarakat Kepayang. Masyarakat mulai menggantungkan pemenuhan kebutuhan ekonomi, sebagai buruh harian lepas di perkebunan.
Keterbatasan lahan jugalah yang membuat mereka mengusulkan hutan Desa Kepayang. Mereka mendapat rekomendasi Bupati Musi Banyuasin 25 Januari 2010. Setelah menanti lama, pada 2014, izin HD dari Kemenhut keluar. Mereka mendapat izin HD seluas 5.170 hektar.
Setelah tiga tahun lebih menunggu SK Menteri Kehutanan tentang penetapan areal kerja hutan Desa Kepayang, akhirnya kami mendapat kejelasan, kata Ibnu Hajar, kepala Desa Kepayang, baru-baru ini.

Kebun karet rakyat di Hutan Desa Kepayang Kecamatan Bayung Lincir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. (23/6/14). Foto: Sigid Widagdo

Acara menyambut kehadiran HD Kepayang pun dihelat. Pagi itu, masyarakat Kepayang bergotong royong membersihkan balai desa. Hajar tidak ketinggalan mengayunkan sapu. Bangku meja disusun. Sebuah spanduk bertuliskan Sosialisasi dan Pelatihan Pengelolaan Hutan Desa Kepayang, berlogo Dinas Kehutanan Musi Banyuasin, dipasang.
Menurut Hajar, dengan penetapan HD Kepayang ini, bukan akhir perjuangan, malah awal mewujudkan hutan desa sebagai sumber air, sumber benih, dan penghidupan.
Kini, katanya, masyarakat Kepayang sudah bisa melihat SK Menteri Kehutanan itu. Selanjutnya, pembenahan lembaga pengelola hutan desa (LPHD) Kepayang guna proses perizinan lain.
LPHD Kepayang diharapkan mengajukan hak pengelolaan hutan desa kepada Gubernur Sumsel dan menyusun rencana pengelolaan hutan desa, kata Dayat Nawawi, dari Dinas Kahutanan Musi Banyuasin.
Dalam penyusunan RKHD, katanya, LPHD bisa berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan kabupaten dan provinsi, serta lembaga pendamping hutan desa. Untuk Desa Kepayang, pendamping WBH Palembang.
Deddy Permana, direktur WBH mengatakan, partisipasi masyarakat desa penting dalam setiap tahapan proses perizinan dan pegelolaan hutan desa. Pemerintah, katanya, wajib mendukung proses pendampingan, fasilitasi, pemberdayaan, dan pengawasan juga anggaran.
WBH telah mendampingi sejak awal dengan melakukan beberapa hal, seperti pengembangan kelompok ekonomi, pelatihan dan penelitian, membuat perpustakaan desa, pembibitan dan reboisasi, penebatan parit. Termasuk mengawal usulan HD Kepayang.
Akses menuju HD Kepayang cukup sulit, perlu memilih waktu tepat.Yakni, saat air sungai pasang hingga bisa dilalui perahu ketek. Perahu ketekpun tidak sembarangan, paling baik menggunakan ketek kebutansebutan masyarakat lokal untuk perahu berbentuk kecil dan ramping namun melaju cepat.
Naik perahu sekitar dua jam, dari pusat Desa Kepayang. Kala air surut, siap-siap perjalanan dua jam naik perahu ketek ditambah berjalan kaki menelusuri sungai sambil menarik perahu ketek dua jam lagi!
Menurut Hajar, menuju hutan Kepayang salah satu kendala utama masyarakat. Meskipun begitu, katanya, masyarakat, pemerintah desa, dan LPHD tetap bersemangat mengelola hutan desa yang telah lama dinanti-nantikan.

Sumber: http://www.mongabay.co.id/2014/07/13/setelah-penantian-panjang-untuk-hutan-desa-kepayang/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*