Last Updated on Friday, 08 July 2011 16:45
Written by Administrator
Friday, 08 July 2011 14:42
Keberadaan harimau Sumatra dalam bahaya, akibat habitat mereka terdesak perkebunan kelapa sawit dan industri kayu.
Lembaga perlindungan alam, WWF, berhasil merekam gambar sekitar 12 ekor harimau Sumatra di pedalaman hutan pulau itu, yang dalam kondisi bahaya akibat penebangan hutan secara liar.
Menurut Kantor Berita Reuters, WWF berhasil mengabadikan belasan harimau Sumatra itu — termasuk seekor harimau betina yang tengah bermain dengan anak-anaknya — dengan kamera tersembunyi yang ditempatkan di Hutan Bukit Tigapuluh, di wilayah Sumatra bagian tengah.
Harimau Sumatra yang diprediksi hanya tersisa 400 ekor di alam liar, menurut WWF, kini terancam keberadaannya akibat pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dan industri kayu.
Pimpinan penelitian harimau WWF, Karmina Parakkasi, mengatakan, pihaknya berhasil merekam keberadaan gambar harimau-harimau itu dalam dua bulan ini terakhir.
“Jelas, kami menemukan begitu banyak harimau, karena kami meletakkan banyak kamera, atau ini karena habitat harimau itu makin menyusut begitu cepat jumlahnya, lantaran habitatnya makin mengecil,” kata Karmina.
Rekaman gambar itu menunjukkan 6 ekor harimau, 1 ekor harimau betina dengan seekor anaknya. Gambar lainnya menunjukkan seekor harimau betina yang tengah bermain dengan 3 ekor harimau berusia belia.
WWF mengatakan pemerintah Indonesia berjanji melindungi kawasan hutan, tapi itu termasuk di dalam kawasan hutan milik perusahaan bubur kertas milik anak perusahaan Barito Timber Pacific Indonesia.
Perusahaan ini sejauh ini menolak untuk berkomentar.
“Karena ijin pelarangan penebangan hutan ditunda oleh pemerintah, maka perusahaan ini dapat terus melakukan penebangan hutan untuk kepentingan industri kayunya,” kata WWF, yang berencana terus menolak kebijakan penundaan ini.
Moratorium ditunda
Indonesia sebelumnya direncanakan menyetujui moratorium konversi hutan alam dan gambut selama 2 tahun dengan Norwegia.
Larangan itu merupakan bagian dari kesepakatan senilai satu miliar dolar dengan Norwegia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang dianggap sebagian ilmuwan sebagai penyebab utama pemanasan global.
Tetapi Moratorium yang seharusnya dimulai awal tahun ini, ditangguhkan karena rincian soal ini masih diperdebatkan.
Moratorium ini semula diharapkan dapat memperlambat ekspansi industri minyak kelapa sawit .
Industri kepala sawit dilaporkan meningkat terus akibat membesarnya permintaan konsumen di Asia .
Dalam 50 tahun terakhir, Indonesia telah kehilangan harimau Bali dan Jawa harimau akibat kepunahan.
Sumber: DetikNews