Written by Administrator
Harapan, di dalam namanya ada doa dan asa kelestarian Badak Sumatra. Nama itu adalah satu dari tiga Badak Sumatra yang lahir di Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat pada 2007. Ada harapan besar padanya untuk menjadi penerus kelestarian badak Sumatera. Lantaran Harapan akan kembali ke Indonesia Oktober 2015.
Dua kakak Harapan, yaitu Andalas dan Suci, secara berurutan lahir pada 2001 dan 2004 di kebun binatang yang sama. Andalas telah lebih dulu kembali ke Suaka Badak Sumatera (Sumatran Rhino Sanctuary/SRS). Andalas sendiri telah memiliki anak hasil perkawinan dengan Ratu bernama Andatu. Sedangkan saudara perempuan Harapan, Suci telah mati.
Mengutip dari laman resmi Cincinnati Zoo, Harapan lahir dari pasangan Emi dan Ipuh. Satu tahun setelah kelahirannya, Harapan pindah ke Pusat Konservasi White Oak di Yulee, Florida, lalu ke Kebun Binatang Los Angeles, California. Kemudian pada Juli 2013, ia kembali lagi ke Cincinnati.
Dua tahun terakhir, badak yang tahun 2015 ini berumur 8 tahun dalam keadaan tidak fit-yang diduga karena pengaruh makanan yang berbeda dengan di habitat aslinya. Melihat usianya, Harapan sudah masuk dalam kategori matang kelamin dan siap untuk dikawinkan. Pasangan potensial badak berbulu ini hanya ada di SRS, sebuah fasilitas pengembangbiakan badak semi alami di Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Suaka ini merupakan tempat konservasi yang sesuai habitat aslinya satu-satunya di Indonesia. Suaka ini berupa hutan alam seluas 100 hektar, yang terbagi menjadi 10 petak dan dikelilingi oleh pagar beraliran listrik. Pagar listrik digunakan untuk mengamankan badak di dalam kawasan dan mencegah gangguan satwa liar dari luar.
Suaka Rhino Sumatera adalah sebenar-benar harapan bagi Harapan. Lantaran di dalamnya tinggal saudara tua Harapan yaitu Andalas yang tahun 2012 lalu menjadi seorang ayah dari Andatu. Di tempat itu pula ada tiga betina potensial sebagai pasangan Harapan yang bernama Ratu, Rosa dan Bina. Pada kepulangan yang direncanakan bulan Oktober nanti, Harapan dijadwalkan untuk bertemu trio badak betina tersebut.
Saat ini, selain Harapan dan Andalas, ada tujuh badak Sumatera lain yang hidup di penangkaran seluruh dunia. Bila dihitung dengan badak yang hidup di alam liar, populasi spesies itu kurang dari 100 ekor. Harapan masih beruntung mudik dalam keadaan utuh. Kondisinya tak semengenaskan nasib saudara jauhnya dari Afrika Selatan bernama Hope. Pada awal Juni 2015 lalu, Hope ditemukan dalam muka separuh berlubang akibat perburuan untuk diambil culanya. Hope kini sudah dalam penangkaran untuk proses penyembuhan.
Kisah Harapan dan Hope adalah nukilan nasib hewan mamalia yang terancam punah di seluruh dunia. Pada 22 September nanti, para binatang bercula ini akan merayakan hari Badak Internasional yang tahun ini mengambil tema “Five Rhino Species Forever”. Tema itu mewakili lima spesies yang kini masih tersisa di dua benua ini yaitu Afrika dan Asia. Dari Afrika ada Badak Hitam dan Badak Putih. Adapun Asia diwakili oleh Badak Jawa, Badak Sumatra dan Badak India.
Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) melalui Tropical Forest Conservation Action (TFCA) Sumatera ikut melestarikan keberadaan hewan langka ini dengan bekerja sama bersama Yayasan Badak Indonesia (YABI). “Keberlangsungan hidup Badak Sumatra adalah salah satu tanggung jawab kami menjaga keanekaragaman hayati Sumatra ,” ujar Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI M.S. Sembiring.
Badak yang bernama latin Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis ini diperkirakan hanya tinggal 100 individu saja dengan sebaran hanya di tiga bentang alam yakni Taman Nasional Way Kambas, Bukit Barisan Selatan dan Gunung Leuser. Populasinya di Taman Nasional Way Kambas diperkirakan 27 – 30 individu dan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) ada sekitar 48 – 50 individu (YABI, 2011). Hal ini senada dengan perkiraan para ahli yang mengatakan bahwa tidak ada satu pun populasi badak Sumatera yang jumlah individunya dalam satu wilayah jelajah melebihi 75 ekor. “TFCA-Sumatera melalui mitranya berniat untuk menjadikan sisa populasi badak tersebut dalam kondisi yang dapat melangsungkan hidupnya dalam jangka panjang (viable population),” imbuh Samedi, Direktur Program TFCA-Sumatera.
Ukuran tubuhnya paling kecil dibandingkan dengan jenis badak lainnya. Tingginya sekitar 120-145 sentimeter, dengan panjang sekitar 250 cm, dan berat 500 – 800 kilogram (Foose et al, 1997). Badak Sumatera adalah satu-satunya badak asia yang memiliki dua cula. Panjang cula depan biasanya berkisar antara 25 – 80 cm, sedangkan cula belakang biasanya relatif pendek dan tidak lebih dari 10 cm. Ciri-ciri lainnya adalah telinga yang besar, kulit berwarna coklat keabu-abuan atau kemerahan – sebagaian besar ditutupi oleh rambut dan kerut di sekitar matanya.
Habitatnya mencakup hutan rawa dataran rendah hingga hutan perbukitan -meskipun umumnya menyukai hutan dengan vegetasi yang sangat lebat. Daya jelajahnya tinggi. Makanan hewan soliter ini adalah buah (khususnya mangga liar dan buah fikus), daun-daunan, ranting-ranting kecil dan kulit kayu. Keberadaan hewan mamalia ini dilindungi UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan masuk dalam status kritis (Critically Endangered) berdasar Red List of Threatened Species IUCN (International Union For Conservation of Nature). Spesies ini juga masuk dalam daftar Appendix I CITES, yang artinya tidak boleh diekspor kecuali untuk kepentingan non-komersial dengan perizinan yang sangat ketat.
Ancaman terhadap Badak Sumatra datang dari perburuan untuk diambil culanya dan hilangnya serta terfragmentasinya habitat hutan alamnya. Hampir di seluruh wilayah penyebarannya tempat hidup badak telah beralih menjadi penggunaan lain seperti kelapa sawit, karet dan tanaman pertanian lainnya. Ancaman-ancaman ini kelak akan membuat Harapan dan teman-temannya hanya tinggal nama (baca: punah). Keberlanjutan hidup badak Sumatra sangat bergantung pada upaya serius untuk menyelamatkan habitatnya. Taman nasional bisa jadi merupakan harapan satu-satunya bagi Harapan dan kerabatnya sebagai tempat tingggal yang paling aman. Samedi menjelaskan bahwa pengelolaan taman nasional sebagai habitat badak dan pembangunan koridor konektivitas antar populasi serta upaya-upaya penegakan hukum untuk menghentikan perdagangan cula badak menjadi kunci keberlanjutan hidup badak Sumatera.
TFCA Sumatera sebagai pelaksana program skema pengalihan utang untuk lingkungan (Debt for-Nature Swap) yang merupakan implementasi dari kesepakatan antara pemerintah Amerika Serikat dan pemerintah Indonesia untuk memfasilitasi pendanaan hibah bagi program konservasi hutan di 13 bentang alam prioritas di Sumatra memiliki tanggung jawab besar pada kelestarian Badak Sumatra. Melalui tambahan dana yang didedikasikan untuk konservasi spesies sebesar USD 12,5 juta, TFCA Sumatera mengajak para penggiat konservasi spesies Indonesia untuk bersama-sama merumuskan program prioritas dan fokus lokus penangganan konservasi satwa terancam punah di Sumatera khususnya Badak Sumatera dan Harimau Sumatera serta beberapa spesies terancam punah lainnya seperti Orangutan dan gajah.
Saat ini TFCA Sumatera mendukung program “Penyelamatan Bentang Alam Taman Nasional Way Kambas dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Bagi Perlindungan Badak Sumatera Berbasis Masyarakat” yang diimplementasikan oleh YABI. Melalui program tersebut dilakukan upaya perlindungan Badak Sumatera dengan membentuk satuan anti perburuan Rhino Protection Unit (RPU). Satuan anti perburuan RPU bertugas melakukan patroli rutin melindungi badak dan habitatnya di wilayah Taman Nasional Way Kambas dan Bukit Barisan Selatan serta memberikan penyadaran dan pemahaman bagi masyarakat di daerah penyanggga Taman Nasional disertai dengan kegiatan peningkatan ekonomi berkelanjutan sebagai insentif konservasi, diantaranya dengan menerapkan instalasi energi alternatif (biogas), pengembangan kepariwisataan pedesaan, pertanian organik, dan perikanan alami. Penguatan ekonomi masyarakat di daerah penyangga kawasan ini akan berdampak pada penguatan perlindungan badak dan kelestarian hutan habitatnya.
“Harapan kami, Harapan bisa menemukan cinta di antara tiga badak betina dan dapat berkembang biak seperti Andalas,” ujar M. Jeri Imansyah, Spesialis Konservasi TFCA-Sumatera. Dalam perkembangbiakannya, badak betina hanya melahirkan seekor anak dalam satu kali hamil selama 15 bulan. Pada kelahiran Andatu, Andalas butuh waktu lebih dari delapan bulan untuk bisa dekat dengan Ratu. Itupun harus melewati masa keguguran sebelum akhirnya Andatu lahir dengan selamat dan kondisi normal. Kehadiran Andatu merupakan bukti bahwa masih ada harapan untuk Harapan. “Suaka Rhino Sumatera adalah tempat terbaik Harapan untuk berkembang biak, karena sesuai habitat aslinya” kata Jeri. Kembalinya Harapan memberikan kado bagi anak cucu kelak tidak hanya sekedar mendengar nama dan cerita Badak Sumatra saja, tapi juga tahu bentuk dan rupa hewan endemik Sumatera tersebut. (Sumber: TFCA Sumatera)