Written by Administrator
Monday, 26 October 2015 15:00
Jakarta – Aturan yang mengatur larangan membakar hutan untuk membuka lahan dinilai masih longgar. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) akan merevisi aturan tersebut.
Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menyatakan pihaknya sedang mempersiapkan pengkajian peraturan daerah serta revisi Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
“Kita memang sedang mempertimbangkan untuk melakukan revisi Undang-Undang 32 tahun 2009, yang penjelasan pasalnya yang kearifan lokal maka dibenarkan melakukan pembukaan lahan dengan membakar sekitar 2 hektare,” ujar Siti di Gedung Nusantara I DPR, Senayan, Jakarta, Senin (26/10/2015).
Dia mengatakan sudah meminta revisi undang-undang tersebut. Namun, revisi ini juga disertai dengan upaya pelindungan hutan gambut.
“Kita minta revisi dan saya juga mempertimbangkan dengan menyatukan sekaligus dengan langkah-langkah melindungi gambut dalam Undang-Undang 32 tahun 2009. Kondisi gambut kita sekarang genting karena gambutnya,” tuturnya.
Menurutnya, dalam revisi UU 32 Tahun 2009 akan diatur dengan detail norma-norma soal larangan pembukaan lahan. Terkait izin lurah dan camat yang mudah, hal ini juga akan menjadi evaluasi.
“Itu yang akan kita evaluasi bangat sekarang (izin lurah dan camat). Sekarang sekaligus dinaikan, revisi Undang-Undang 32tahun 2009, atas dasar kearifan lokal, maka harus ditambahkan, norma-norma yang disepakati itu apa? Atau harus disepakati tak boleh dibakar lagi dalam kondisi apa? Dibenarkan atau diatur dalam jadi, itu yang nanti kita persiapkan,” tuturnya.
Seperti diketahui, Undang-Undang yang mengatur pembukaan lahan dengan pembakaran yaitu Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Berikut bunyi aturan larangan pembakaran hutan di Pasal 69 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, seperti dikutip detikcom dari situs resmi DPR RI:
Ayat (1) Setiap orang dilarang:
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
h. melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
i. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau
j. memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.
Ayat (2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing.
(Sumber: Detik.Com)