Last Updated on Thursday, 29 September 2011 13:38
Written by Administrator
Thursday, 29 September 2011 13:34
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan,
Setelah mengundang reaksi keras dari para aktivis lingkungan, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan akhirnya mencabut Peraturan Menteri Kehutanan No.62/2011.
“Permenhut 62/2011 sudah dicabut kemarin (Senin),” ucap Zulkifli, Selasa (27/9/2011), seusai mendampingi Presiden Yudhoyono membuka Konferensi Internasional Forests Indonesia yang digelar Lembaga Riset Kehutanan Dunia CIFOR di Jakarta.
Seperti diberitakan, permenhut itu mengundang protes karena memasukkan kelapa sawit sebagi hutan. Hal ini membuka potensi pemutihan bagi izin-izin kelapa sawit yang bermasalah.
Ia menjelaskan, Permenhut setelah diterbitkan bisa saja dicabut jika tidak disetujui masyarakat. Dengan pencabutan itu, maka pengaturan akan dikembalilkan kepada Permenhut 614/1999.
Dikecam, Kelapa Sawit Jadi Tanaman Hutan
Jakarta – Greenpeace mengecam keluarnya Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) yang mengakomodasi kelapa sawit sebagai bagian dari tanaman hutan. Ini berpotensi menambah kerusakan hutan gambut serta memperbanyak emisi karbon.
Kebijakan itu tercantum dalam Permenhut Nomor 62/Menhut/II/2011 tentang Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman Berbagai Jenis pada Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK/HTI) yang dikeluarkan 25 Agustus 2011 dan diundangkan pada 6 September 2011.
Kami menganggap bahwa Kementerian Kehutanan berbohong dan tidak konsisten dalam komitmennya menjaga hutan Indonesia yang masih tersisa. Keluarnya Permenhut ini adalah wujud gagalnya pemerintah dalam melakukan penegakan hukum terkait dengan pelanggaran ekspansi perkebunan sawit di kawasan hutan, ujar Bustar Maitar, juru kampanye hutan Greenpeace, Senin (19/9/2011), di Jakarta.
Menurut dia, dengan dimasukkannya sawit dalam kategori hutan, dikhawatirkan akan menyebabkan makin besarnya emisi dari perusakan hutan dan lahan gambut yang saat ini sudah sangat besar. Selain itu, juga membenarkan dibabatnya hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Ini jelas bertentangan dengan komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menurunkan emisi Indonesia hingga 41 persen pada tahun 2020, ujar Bustar.
Konsumsi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan semakin meningkatnya penggunaan CPO untuk biofuel di pasar internasional telah mengakibatkan meluasnya penghancuran hutan dan gambut di Indonesia. Langkah Menteri Kehutanan ini akan memperparah kehancuran hutan alam Indonesia yang masih tersisa karena memberi peluang perkebunan berlindung di balik kategori hutan.
Sebagai informasi, Indonesia adalah negara dengan laju deforestasi tercepat di seluruh dunia sehingga menempatkannya sebagai negara penghasil emisi gas rumah kaca ketiga terbesar di dunia. Analisis Greenpeace telah mengidentifikasi ada sekitar 5,4 juta hektar kebun sawit yang tumpang tindih dengan kawasan hutan dan gambut. Pada 18 Maret 2011 pemerintah juga telah mencabut izin prinsip pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit yang mencakup 182 perusahaan sawit di seluruh Indonesia karena ditengarai telah merambah kawasan hutan tanpa prosedur yang sah.
Menteri Zulkifli Hasan harus segera membatalkan Permenhut ini dan mulai fokus pada bagaimana melindungi hutan Indonesia yang masih tersisa, biodiversitas, serta masyarakat yang hidupnya bergantung kepada hutan. Jika diteruskan, kerusakan dahsyat hutan akan terus terjadi dan menteri akan bertanggung jawab atas gagalnya Indonesia memenuhi komitmen penurunan emisi yang telah dilontarkan Presiden, katanya.
Sumber: Kompas.com