Sharing kasus illegal logging Merang ke MABES POLRI dan KEMENHUT

Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 14-18 Maret 2011. Tim WBH bertemu dengan staff pribadi KAPOLRI

AKBP – SP secara informal untuk membicarakan strategi penyampaian surat/informasi ke KAPOLRI. Disepakati bahwa akan dibuat laporan singkat yang dilengkapi photo dan kronologis kasus.

Surat akan diberikan langsung ke staff pribadi KAPOLRI secara formal, untuk kemudian dengan bantuan Pak SP surat diserahkan langsung ke KAPOLRI.

Selain itu surat juga ditembuskan ke KOMPOLNAS, BARESKRIM, IRWASUM dan Presiden RI. Di Kemenhut, tim bertemu dengan pak San Ari Awang yang merupakan staf ahli menteri bidang pemberdayaan masyarakat.

Secara informal tim berdiskusi dengan pak awing, yang kemudian keesokan harinya dilanjutkan pertemuan formal dan pak Rafless dan pak Agus (PHKA) untuk membicarakan persoalan illegal logging di Merang. Inti dari pertemuan ini tim menyampaikan bahwa operasi illegal logging di Hutan Gambut Merang tidak bisa lagi dilakukan oleh institutsi di daerah (Dinas dan POLDA) tapi harus langsung dari kemenhut dan MABES POLRI. Ada gagasan untuk kemenhut berkoordinasi dengan MABES POLRI.

Laporan singkat mengenai illegal logging di Hutan Merang juga diserahkan ke Menhut melalui Ajudan Pribadi setelah terlebih dahulu bertemu sekilas dengan Pak Menteri yang sedang menerima tamu dari SULTENG. Hasil dari MABES dan KEMENHUT

Berdasarkan hasil komunasi dengan Pak Rafless (salah satu direktur di PHKA) bahwa dia sudah memerintahkan BKSDA, Dinas Kehutanan Propinsi dan Dinas Kehutanan Musi Banyuasin untuk melakukan operasi terkait laporan kita (WALHI Sumsel. Laporan ke MABES POLRI dan KEMENHUT adalah atas nama WALHI Sumsel).

Hasil komunikasi dengan pak Djasim via telepon dan ketemu di Bandara CGK didapat bahwa bener adanya beliau dihubungi pak Rafless terkait illegal logging Merang dan dia sudah menginstruksikan Pak Hadi untuk dilakukan monitoring dan operasi.

Pada hari Sabtu (26 Maret 2011), BKSDA SPORC bersama pak Sigit melakukan operasi di Sungai Merang dan Buring. Namun mereka dihentikan (dilawan) oleh para pembalok sehingga operasi tidak bisa dilanjutkan. Mereka hanya membuat BAP terkait temuan. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Sumsel, Pak Sigit, seperti yang diliput Kompas pada hari Senin 28 Maret 2011 mengtakan bahwa mereka sangat kesulitan memberantas illegal logging. Artinya secara tidak langsung dia mengatakan bahwa kegiatan illegal logging terus berlangsung di Merang, bahkan cenderung tak terkendali.

Pada hari Minggu, tanggal 27 Maret 2011. Tim MABES POLRI, POLDA Sumsel dan Polres MUBA melakukan operasi dan menemukan 1800 batang kayu kayu log tanpa pemilik di Sungai Merang.

Dari Beberapa Proses Kegiatan Tersebut dapat di simpulkan

  1. Terkait upaya untuk mendapatkan dukungan pengembangan model Restorasi Ekosistem dari Pemerintah Musi Banyuasin, Bupati secara lisan memberikan dukungan atas pengelolaan Restorasi dan PHBM. Intinya dia tidak sepakat untuk memberikan izin pengelolaan berbasis eksploitasi di Hutan Merang.
  2. Upaya mendapat dukungan dari masyarakat dilakukan dengan memobiliasi petisi penolakan HTI di Merang, dan masyarakat memberikan dukungan penolakan tersebut. Artinya, usaha untuk mendapatkan dukungan tersebut berhasil dilakukan.
  3. Terkait illegal logging, kasus illegal logging sudah menjadi atensi nasional dengan indicator operasi dalam 1 minggu terakhir (25-29 Maret 2011) dipimpin oleh MABES POLRI dan SPORC. Khusus SPORC BKSDA, ini dilakukan atas perintah dari KEMENHUT yang menindak lanjuti laporan kita. Hanya saja operasi ini masih dilakukan sendiri-sendiri sehingga hasilnya tidak maksimal, kedepan operasi seperti ini harus dilakukan secara bersama-sama (Terpadu) dan KEMENHUT MABES Polri betindak sebagai komando operasi.

Pemanfaatan Sumber Daya Hutan

Untuk menggali model pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan oleh masyarakat digunakan 3 metode yaitu sejarah penggunaan sumber daya alam, kalender musim dan skesa desa. Dari kajian yang dilakukan ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil yaitu:

1. Berdasarkan data yang dianalisis dari hasil kajian sejarah penggunaan lahan, pemanfaatan sumber daya alam di Dusun Pancuran sejak tahun 1989 sampai 2010 adalah

1989 – 1994

1995 – 2000

2001 – 2006

2007 – Sekarang

Menyadap jelutung

Gaharu

Damar

Logging (kayu jadi)

Menanam padi

Menanam palawija

Jelutung

Begaru

Mencari damar

Karet

Logging

Mencari burung

Padi

Palawija

Begaru

Mencari damar

Logging

Mencari burung

Padi

Karet

Palawija

Sawit

Kakau

Mencari damar

Logging

Mencari burung

Padi

Palawija

Sawit

Kakau

Karet

2. Pola tanam, masyarakat menanam karet dengan cara campur (agroforestry), artinya disamping menanam karet, masyarakat juga menamam berbagai jenis buah-buahan seperti nangka, sukun, rambutan, dll. Secara alami masyarakat juga membiarkan berbagai jenis kayu tumbuh diantara karet.

3. Aturan main, berdasarkan diskusi yang dilakukan di kelompok sejarah penggunaan lahan dan kalender musim diketahui bahwa selama ini aturan main yang digunakan dalam penggunaan lahan adalah pancung alas atau berdasarkan hasil survey. Yang membuka pertama adalah pemilik.

4. Penentuan batas, berkaitan dengan tatabatas, dilakukan berdasarkan kesepakatan dan dibuat batas dengan tanaman seperti buah-buahan atau pohon tertentu.

5. Pemasaran hasil produksi, hasil produksi (karet, sawit, padi dan palawija) masyarakat selama ini dibawah ke Jambi dengan menggunakan mobil atau motor, terutama karet dan sawit. Sementara untuk padi dan sayuran dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

6. Teknologi, sejak tahun 1989 teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan sumber daya alam sangatlah tradisional. Hampir tidak ada teknologi yang digunakan, kecuali pada waktu pembukaan lahan. Penebangan kayu-kayu berdiameter besar saat pembukaan lahan dilakukan dengan menggunakan chainsaw.

7. Luasan, berdasarkan kajian kalender musim dan sketsa desa jumlah luasa kebun karet di dusun Pancuran adalah lebih kurang 1500 hektar, sawit 400 hektar dan padi darat hanya sekitar 20 hektar.

Manfaat Ancaman dan Persepsi Terhadap Habitat Buaya Senyulong

Hasil observasi dan wawancara dengan komunitas masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan,

diketahui paling tidak ada tiga macam pemanfaatan sungai Merang oleh masyarakat sekitar, yaitu (1) pada bagian hulu, dominan dimanfaatkan oleh para penebang liar sebagai akses mengeluarkan hasil tebangan kayu melalui parit-parit buatan ditarik sampai ke muara sungai

Pemanfaatan SDA di Sekitar Habitat Buaya Senyulong Oleh Masyarakat Lokal

Dari hasil observasi lapangan dan hasil wawancara dengan komunitas masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan, diketahui paling tidak ada tiga macam pemanfaatan sungai Merang oleh masyarakat sekitar, yaitu (1) pada bagian hulu, dominan dimanfaatkan oleh para penebang liar sebagai akses mengeluarkan hasil tebangan kayu yang mereka tarik melalui parit-parit buatan yang ada didalam hutan. Kayu-kayu hasil tebangan tersebut, mereka keluarkan melalui parit/kanal yang telah mereka persiapkan sebelumnya menuju badan sungai Merang dan seterusnya ditarik sampai ke muara sungai,

(2) pada bagian tengah, lebih dominan dimanfaatkan oleh Kelompok Nelayan Sinar Lestari yang memperoleh kuasa hak pengelolaan dari pemerintah desa Muara Merang untuk mencari ikan/bekarang dengan menggunakan alat tangkap tradisional. Kelompok nelayan berjumlah  + 10 KK dan mereka bermukim di pingir-pinggir sungai, (3) pada bagian hilir lebih banyak dimanfaatkan oleh para masyarakat dan karyawan lapangan perusahaan perkebunan, perusahaan HTI (PT. Rimba Hutani Mas) yang mempunyai areal konsesi disekitar kawasan. Bagi masyarakat dan para karyawan ini, keberadaan sungai Merang merupakan akses trasportasi dari dan menuju lokasi kerja. Khusus bagi perusahaan HTI yang saat ini sedang melakukan kegiatan land clearing (LC), keberadaan sungai Merang ini secara intensif digunakan untuk mengeluarkan kayu hasil land clearing (LC) menuju ke Pabrik Kertas milik Sinarmas Group yang ada di provinsi Jambi.

Ancaman yang Terjadi pada Habitat Buaya Senyulong Saat Ini

Secara umum terdapat tiga ancaman serius yang terjadi pada habitat buaya senyulong saat ini, yaitu  (1) terusiknya kondisi habitat oleh rutinitas angkutan dan mobilitas para penebang liar dari dan menuju lokasi penebangan kayu, (2) menurunnya kedalaman sungai akibat dari banyaknya pembuatan parit/kanal akses mengeluarkan kayu hasil tebangan, (3) pada saat musim kemarau sering terjadi kebakaran yang disebabkan oleh kelalaian penggunaan api para penabang liar.  Implikasi dari ketiga ancaman ini menyebabkan keberadaan populasi buaya senyulong saat ini diambang kepunahan.

Persepsi Masyarakat Terhadap Buaya Senyulong

Menurut para nelayan, keberadaan buaya senyulong merupakan suatu indikator dari keberadaan ikan disekitar, makin banyak buaya makin banyak ikan disekitar. Oleh karena itu para nelayan tidak memburu buaya, kemudian buaya senyulong tidak bernilai ekonomis. Sedangkan menurut para pencari kayu/pembalok, buaya senyulong adalah hewan yang biasa saja, hewan yang hidup di rawa gambut dan tidak ganas. Para pembalok tidak pernah memburu hewan ini karena tidak bernilai ekonomis. (masrun zawawi)

Sharing kasus illegal logging Merang ke MABES POLRI dan KEMENHUT


Written by Administrator


Friday, 15 April 2011 14:47

Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 14-18 Maret 2011. Tim WBH bertemu dengan staff pribadi KAPOLRI

AKBP – SP secara informal untuk membicarakan strategi penyampaian surat/informasi ke KAPOLRI. Disepakati bahwa akan dibuat laporan singkat yang dilengkapi photo dan kronologis kasus.

Surat akan diberikan langsung ke staff pribadi KAPOLRI secara formal, untuk kemudian dengan bantuan Pak SP surat diserahkan langsung ke KAPOLRI.

Selain itu surat juga ditembuskan ke KOMPOLNAS, BARESKRIM, IRWASUM dan Presiden RI. Di Kemenhut, tim bertemu dengan pak San Ari Awang yang merupakan staf ahli menteri bidang pemberdayaan masyarakat.

Secara informal tim berdiskusi dengan pak awing, yang kemudian keesokan harinya dilanjutkan pertemuan formal dan pak Rafless dan pak Agus (PHKA) untuk membicarakan persoalan illegal logging di Merang. Inti dari pertemuan ini tim menyampaikan bahwa operasi illegal logging di Hutan Gambut Merang tidak bisa lagi dilakukan oleh institutsi di daerah (Dinas dan POLDA) tapi harus langsung dari kemenhut dan MABES POLRI. Ada gagasan untuk kemenhut berkoordinasi dengan MABES POLRI.

Laporan singkat mengenai illegal logging di Hutan Merang juga diserahkan ke Menhut melalui Ajudan Pribadi setelah terlebih dahulu bertemu sekilas dengan Pak Menteri yang sedang menerima tamu dari SULTENG. Hasil dari MABES dan KEMENHUT

• Berdasarkan hasil komunasi dengan Pak Rafless (salah satu direktur di PHKA) bahwa dia sudah memerintahkan BKSDA, Dinas Kehutanan Propinsi dan Dinas Kehutanan Musi Banyuasin untuk melakukan operasi terkait laporan kita (WALHI Sumsel. Laporan ke MABES POLRI dan KEMENHUT adalah atas nama WALHI Sumsel).

• Hasil komunikasi dengan pak Djasim via telepon dan ketemu di Bandara CGK didapat bahwa bener adanya beliau dihubungi pak Rafless terkait illegal logging Merang dan dia sudah menginstruksikan Pak Hadi untuk dilakukan monitoring dan operasi.

• Pada hari Sabtu (26 Maret 2011), BKSDA – SPORC bersama pak Sigit melakukan operasi di Sungai Merang dan Buring. Namun mereka dihentikan (dilawan) oleh para pembalok sehingga operasi tidak bisa dilanjutkan. Mereka hanya membuat BAP terkait temuan. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Sumsel, Pak Sigit, seperti yang diliput Kompas pada hari Senin 28 Maret 2011 mengtakan bahwa mereka sangat kesulitan memberantas illegal logging. Artinya secara tidak langsung dia mengatakan bahwa kegiatan illegal logging terus berlangsung di Merang, bahkan cenderung tak terkendali.

• Pada hari Minggu, tanggal 27 Maret 2011. Tim MABES POLRI, POLDA Sumsel dan Polres MUBA melakukan operasi dan menemukan 1800 batang kayu kayu log tanpa pemilik di Sungai Merang.

Dari Beberapa Proses Kegiatan Tersebut dapat di simpulkan

  1. Terkait upaya untuk mendapatkan dukungan pengembangan model Restorasi Ekosistem dari Pemerintah Musi Banyuasin, Bupati secara lisan memberikan dukungan atas pengelolaan Restorasi dan PHBM. Intinya dia tidak sepakat untuk memberikan izin pengelolaan berbasis eksploitasi di Hutan Merang.
  2. Upaya mendapat dukungan dari masyarakat dilakukan dengan memobiliasi petisi penolakan HTI di Merang, dan masyarakat memberikan dukungan penolakan tersebut. Artinya, usaha untuk mendapatkan dukungan tersebut berhasil dilakukan.
  3. Terkait illegal logging, kasus illegal logging sudah menjadi atensi nasional dengan indicator operasi dalam 1 minggu terakhir (25-29 Maret 2011) dipimpin oleh MABES POLRI dan SPORC. Khusus SPORC – BKSDA, ini dilakukan atas perintah dari KEMENHUT yang menindak lanjuti laporan kita. Hanya saja operasi ini masih dilakukan sendiri-sendiri sehingga hasilnya tidak maksimal, kedepan operasi seperti ini harus dilakukan secara bersama-sama (Terpadu) dan KEMENHUT – MABES Polri betindak sebagai komando operasi.

Pemanfaatan Sumber Daya Hutan


Written by Administrator


Saturday, 15 January 2011 07:00

Untuk menggali model pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan oleh masyarakat digunakan 3 metode yaitu sejarah penggunaan sumber daya alam, kalender musim dan skesa desa. Dari kajian yang dilakukan ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil yaitu :

 

1. Berdasarkan data yang dianalisis dari hasil kajian sejarah penggunaan lahan, pemanfaatan sumber daya alam di Dusun Pancuran sejak tahun 1989 sampai 2010 adalah

1989 – 1994

1995 – 2000

2001 – 2006

2007 – Sekarang

·Menyadap jelutung

·Gaharu

·Damar

·Logging (kayu jadi)

·Menanam padi

·Menanam palawija

·Jelutung

·Begaru

·Mencari damar

·Karet

·Logging

·Mencari burung

·Padi

·Palawija

·Begaru

·Mencari damar

·Logging

·Mencari burung

·Padi

·Karet

·Palawija

·Sawit

·Kakau

·Mencari damar

·Logging

·Mencari burung

·Padi

·Palawija

·Sawit

·Kakau

·Karet

2. Pola tanam, masyarakat menanam karet dengan cara campur (agroforestry), artinya disamping menanam karet, masyarakat juga menamam berbagai jenis buah-buahan seperti nangka, sukun, rambutan, dll. Secara alami masyarakat juga membiarkan berbagai jenis kayu tumbuh diantara karet.

3. Aturan main, berdasarkan diskusi yang dilakukan di kelompok sejarah penggunaan lahan dan kalender musim diketahui bahwa selama ini aturan main yang digunakan dalam penggunaan lahan adalah pancung alas atau berdasarkan hasil survey. Yang membuka pertama adalah pemilik.

4. Penentuan batas, berkaitan dengan tatabatas, dilakukan berdasarkan kesepakatan dan dibuat batas dengan tanaman seperti buah-buahan atau pohon tertentu.

5. Pemasaran hasil produksi, hasil produksi (karet, sawit, padi dan palawija) masyarakat selama ini dibawah ke Jambi dengan menggunakan mobil atau motor, terutama karet dan sawit. Sementara untuk padi dan sayuran dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

6. Teknologi, sejak tahun 1989 teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan sumber daya alam sangatlah tradisional. Hampir tidak ada teknologi yang digunakan, kecuali pada waktu pembukaan lahan. Penebangan kayu-kayu berdiameter besar saat pembukaan lahan dilakukan dengan menggunakan chainsaw.

7. Luasan, berdasarkan kajian kalender musim dan sketsa desa jumlah luasa kebun karet di dusun Pancuran adalah lebih kurang 1500 hektar, sawit 400 hektar dan padi darat hanya sekitar 20 hektar.

Operasi Ilegal Logging Di Hutan Desa Merang


Written by Administrator


Saturday, 15 January 2011 07:00

Maraknya aktivitas penebangan liar (Illegal Logging) di hulu Sungai Merang yang juga merupakan Zona Perlindungan dari kawasan Hutan Desa Muara Merang,

 

Lembaga Pengelola Hutan Desa Muara Merang dan Pemerintah Desa Muara Merang melakukan operasi Illegal Logging dilaksanakan pada tanggal 9-15 Maret 2010, melibatkan Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Banyuasin serta Yayasan Wahana Bumi Hijau.

 

Maraknya aktivitas penebangan liar (Illegal Logging) di hulu Sungai Merang yang juga merupakan Zona Perlindungan dari kawasan Hutan Desa Muara Merang, Lembaga Pengelola Hutan Desa Muara Merang dan Pemerintah Desa Muara Merang melakukan operasi Illegal Logging dilaksanakan pada tanggal 9-15 Maret 2010, melibatkan Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Banyuasin serta Yayasan Wahana Bumi Hijau. Tim operasi terdiri dari; Ir. H. Hidayat Nawawi, SP (Kepala UPTD-KPHP Lalan Mangsang Mendis), Lengkolan (Polhut Muba), Romi Trisna Cahyadi (Dishut Muba), H. Rusdi Senen (Kepala Desa Muara Merang), Saidi (Tokoh Masyarakat), Romli (Perangkat Desa), dan Paisal (WBH).

 

Sasaran Operasi

Berdasarkan hasil diskusi bersama dengan kepala desa dan perangkat desa Muara Merang, di buat rencana operasi dengan fokus pada wilayah hulu Sungai Merang, dimana mereka juga merasa di rugikan dengan adanya aktivitas ilegal logging karena wilayah tersebut berada di Zona lindung Hutan Desa. Sebagai gambaran bahwa desa Muara Merang telah memiliki izin mengelola hutan desa seluas 7.250 Ha dari Menteri Kehutanan Republik Indonesia berdasarkan SK Menhut No. 54/Menhut-II/2010 yang dikeluarkan pada tanggal 21 Januari 2010. Hutan Desa hak pengelolaannya diberikan kepada Desa selanjutnya Lembaga Desa yang mengelolah hutan tersebut atas nama desa sesuai dengan peraturan yang ada.

Dalam operasi ini semua barang bukti yang ditemukan baik dalam bentuk rakit maupun masih dalam bentuk tumpukan balok kayu pada setiap Parit dilokasi akan disita oleh KPHP-UPTD Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Banyuasin sebagai pengelolah kawasan HP Lalan.

Hasil Temuan

Jumlah Barang Bukti yang ditemukan

No

Pemilik

Jumlah

Titik Koordinat

Keterangan

1

Modi

560 batang

700 batang

397219/ 9766907

393296/9796161

Dalam bentuk rakit

Berada di Parit

2

Eral

200 batang

396516/9796670

Berada di Parit dan ongkak

3

Tobat

200 batang

396817/9796646

Berada di Parit

4

Keto

400 batang

396289/9796511

Rakit

5

Goloh

600 batang

394800/9796077

Berada di Parit

6

Palba

300 batang

387078/9788119

Dalam bentuk Rakit

8

H. Aidit

400 batang

389188/9792588

Berada di Parit

7

Tidak diketahui

pemiliknya

1000 batang

386910/9792588

387974/9792588

Dalam bentuk rakit

Berada di Parit

Jumlah

3.760 batang

Semua di SITA KPHP

Rencana Tindak Lanjut

Kayu yang sudah disita akan di tarik dan dihitung jumlah kubikasi secara mendetil oleh petugas yang ditunjuk oleh dinas Kehutanan Kabupaten Musi Banyuasin. Pengukuran kayu yang sudah ditemukan dilakukan untukan mengetahu jumlah barang bukti yang ditemukan selanjutnya akan diamankan agar barang bukti hasil temuan tersebut tidak hilang dicuri oleh pekerja yang masih berada dilokasi hutan desa.

Parit yang ada diseluruh kawasan Sungai Merang akan ditutup tidak boleh lagi bekerja di lokasi parit-parit tersebut. Akan ada pos penjagaan dan operasi rutin secara bersama dengan melibatkan aparat keamanan dan masyarakat desa Sungai Merang.

,

Untuk pelaku ilegal logging atau cukong-cukong kayu akan dilaporkan ke Polda sumsel, agar ditetapkan sebagai tersangka pelaku ilegal logging di kawasan HP lalan dan sekitarnya. Selanjutnya diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Pelatihan Pemetaan Hutan Desa


Written by Administrator


Saturday, 15 January 2011 07:00

Kegiatan pelatihan dan pemetaan tata batas areal kerja hutan desa Muara Merang Kecamatan Bayung Lencir

Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan telah dilaksanakan pada tanggal 1723 Februari 2010 bertempat di dusun III (dusun Pancuran) desa Muara Merang. Tujuan kegiatan ini pada intinya adalah mempersiapkan masyarakat dalam melakukan pemetaan, dimana pada tahap pelatihan pemetaan yaitu memberikan pengetahuan teori dan teknis pemetaan kepada masyarakat, memperkenalkan sarana pendukung pemetaan seperti GPS, peta dasar, kompas dan lain-lain.

 

Normal 0 false false false MicrosoftInternetExplorer4

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Times New Roman”;
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}

Normal 0 false false false MicrosoftInternetExplorer4

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Times New Roman”;
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}

Dan pada tahap pemetaan yaitu melibatkan peran serta masyarakat dalam proses pemetaan, mulai dari mencari dan mengambil titik batas areal kerja hutan desa, batas zona lindung, zona produksi, potensi hutan, areal gambut, lokasi perkebunan masyarakat, melakukan cross-check batas sepadan dengan desa tetangga, batas dengan konsesi perusahaan sampai dengan pemasangan rambu dan peringatan agar tidak melakukan perusakan didalam areal hutan desa.

Pelatihan pemetaan ini diikuti oleh 71 orang peserta yang terdiri dari Pemerintah Desa, perwakilan lembaga desa, tokoh masyarakat dan masyarakat dusun III (dusun Pancuran) desa Muara Merang dan untuk kegiatan pemetaan sendiri dilakukan oleh 29 orang dibagi dalam 3 kelompok kerja dengan tugas mematakan tiga wilayah administrasi RT, yaitu wilayah RT 05,06 dan 07. Kegiatan pelatihan dan pemetaan ini dibuka secara resmi oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis Kelompok Pengelola Hutan Produksi Lalan, Mangsang Mendis Kabuapaten Musi Banyuasin, kemudian dilanjutkan dengan proses fasilitasi pelatihan yang dipandu oleh Fasilitator dari Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumsel.

Alur proses pelatihan dimulai dari Pembukaan, Pengantar Pelatihan, Penyampaian Materi teori dan Praktek seta Pembagian Kelompok Pemetaan lapangan. Pelajaran teori yang disampaikan meliputi :

Pengenalan GPS, Konsep Pemetaan Partisipatif, Teknik Navigasi dengan Metode Kompas, Teknik Navigasi Menggunakan GPS, Teknik Pengukuran dan Pemetaan serta pembagian kelompk kerja pemetaan lapangan. Metode pelatihan adalah paparan, diskusi dan tanya jawab. Sedangkan metode pemetaan lapangan dilakukan kerja kelompok.

Kelompok kerja pemetaan dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, masing-masing kelompok beranggotakan 8 orang. Tugas masing-masing kelompok kerja adalah memetakan areal kerja hutan desa berdasarkan wilayah administrasi RT masing-masing, yaitu RT 05, 06 dan 07. Untuk membantuk kerja kelompok di lapangan, masing-masing kelompok dibantu oleh 2 orang fasilitator dari Yayasan Wahana Bumi Hijau. Hasil pemetaan yang dilakukan yaitu adanya peta tata batas wilayah areal kerja hutan desa Muara Merang, yang telah dipasang patok-patok sementara sebagai tanda batas wilayah, termasuk batas zonasi (zona perlindungan dan zona pemanfaatan), potensi hutan dan gambut serta batas sepadan dengan desa tetangga dan batas dengan konsesi perusahaan sekitar.

Hutan Desa Pertama di sumatera Selatan


Written by Administrator


Saturday, 15 January 2011 07:00

Gubernur Sumatera Selatan, Alex Nordin, hari ini tanggal 22 Januari 2010 menerima Surat Keputusan Menteri Kehutanan Tentang Hutan Desa

No. 54/Menhut-II/2010 . SK ini diserahkan langsung oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Boediono, di Istana Wakil Presiden.Lokasi yang ditetapkan menjadi Hutan Desa tersebut terletak di Dusun Pancuran, Desa Muara Merang Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Lokasi yang ditetapkan menjadi Hutan Desa tersebut terletak di Dusun Pancuran, Desa Muara Merang Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Kawasan hutan yang dialokasikan menjadi Hutan Desa ini, sebagian besar adalah kawasan hutan gambut yang mempunyai kanekaragaman hayati tinggi dan mengandung jutaan ton karbon. Kawasan ini juga merupakan satu-satunya kawasan Hutan Rawa Gambut tersisa di Sumatera Selatan.

Hutan desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak. Izin kelola kepada masyarakat merupakan amanat dari ketentuan UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutan dan Permenhut P.49/2008 Tentang Hutan Desa.

Tahapan yang dilakukan sampai dengan terbitnya SK Penetapan Areal Hutan Desa, dimulai dari permohonan usulan dari masyarakat kepada Menteri Kehutanan melalui Bupati MUBA. Kemudian Bupati MUBA mengeluarkan surat rekomendasi No. 522.12/1452/Dishut/2009 tertanggal 18 Mei 2009, dan melanjutkan usulan penetapan areal kerja hutan desa ke Menteri Kehutanan. Menteri Kehutanan atas dasar surat Bupati tersebut menurunkan tim verifikasi dan berdasarkan berita acara hasil verifikasi penyenggaraan Hutan Desa Nomor : BA.294 / BPS-3/2009 pada tanggal 21 November 2009.

Setelah dilakukan verifikasi, maka pada tanggal 21 Januari 2010 Menhut menerbitkan SK Penetapan kawasan hutan sebagai Areal Kerja Hutan Desa Muara Merang dengan SK No. 54/Menhut-II/2010 dengan luas areal 7.250 hektar untuk jangka waktu 35 tahun dan dapat di perpanjang. Pada tanggal 22 Januari 2010 SK tersebut diserahkan langsung oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Boediono kepada Gubernur Sumatera Selatan Alex Nordin di Istana Wakil Presiden. Turut hadir dalam penyerahan SK ini adalah Bupati Musi Banyuasin, Kepala Dinas Kehutanan Musi Banyuasin, Camat Banyung Lencir, Kepala Desa Muara Merang dan Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumsel sebagai organisasi pendamping masyarakat.

Kedepanya, kawasan ini akan dikelola menjadi 2 zona peruntukkan, yaitu zona lindung (kurang lebih 3.860 ha Hutan Rawa Gambut ) , zona produksi (budidaya ).  Izin pengelolan HD dikeluarkan oleh Gubernur yang diawali Perencanaan Hutan Desa.

Perencanaan Hutan Desa  terdiri dari Penataan Batas areal kerja Hutan Desa dan penyusunan rencana kerja. Rencana kerja terdiri dari Rencana Kerja Hutan Desa (RKHD) 35 tahun akan di ajukan ke Gubernur untuk disahkan dan Rencana Tahunan Hutan Desa (RTHD) yang disahkan oleh Bupati.

Kontak person : Aidil Fitri/ 08127110385  dan  Deddy Permana/08127835776

 

 

Press Release

Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumatera Selatan

Hutan Desa Muara Merang : Hutan Desa Pertama di Provinsi Sumsel

Manfaat Ancaman dan Persepsi Terhadap Habitat Buaya Senyulong


Written by Administrator


Saturday, 15 January 2011 07:00

Hasil observasi dan wawancara dengan komunitas masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan,

 

diketahui paling tidak ada tiga macam pemanfaatan sungai Merang oleh masyarakat sekitar, yaitu (1) pada bagian hulu, dominan dimanfaatkan oleh para penebang liar sebagai akses mengeluarkan hasil tebangan kayu melalui parit-parit buatan ditarik sampai ke muara sungai

 

Pemanfaatan SDA di Sekitar Habitat Buaya Senyulong Oleh Masyarakat Lokal

Dari hasil observasi lapangan dan hasil wawancara dengan komunitas masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan, diketahui paling tidak ada tiga macam pemanfaatan sungai Merang oleh masyarakat sekitar, yaitu (1) pada bagian hulu, dominan dimanfaatkan oleh para penebang liar sebagai akses mengeluarkan hasil tebangan kayu yang mereka tarik melalui parit-parit buatan yang ada didalam hutan. Kayu-kayu hasil tebangan tersebut, mereka keluarkan melalui parit/kanal yang telah mereka persiapkan sebelumnya menuju badan sungai Merang dan seterusnya ditarik sampai ke muara sungai,

(2) pada bagian tengah, lebih dominan dimanfaatkan oleh Kelompok Nelayan Sinar Lestari yang memperoleh kuasa hak pengelolaan dari pemerintah desa Muara Merang untuk mencari ikan/bekarang dengan menggunakan alat tangkap tradisional. Kelompok nelayan berjumlah  + 10 KK dan mereka bermukim di pingir-pinggir sungai, (3) pada bagian hilir lebih banyak dimanfaatkan oleh para masyarakat dan karyawan lapangan perusahaan perkebunan, perusahaan HTI (PT. Rimba Hutani Mas) yang mempunyai areal konsesi disekitar kawasan. Bagi masyarakat dan para karyawan ini, keberadaan sungai Merang merupakan akses trasportasi dari dan menuju lokasi kerja. Khusus bagi perusahaan HTI yang saat ini sedang melakukan kegiatan land clearing (LC), keberadaan sungai Merang ini secara intensif digunakan untuk mengeluarkan kayu hasil land clearing (LC) menuju ke Pabrik Kertas milik Sinarmas Group yang ada di provinsi Jambi.

Ancaman yang Terjadi pada Habitat Buaya Senyulong Saat Ini

Secara umum terdapat tiga ancaman serius yang terjadi pada habitat buaya senyulong saat ini, yaitu  (1) terusiknya kondisi habitat oleh rutinitas angkutan dan mobilitas para penebang liar dari dan menuju lokasi penebangan kayu, (2) menurunnya kedalaman sungai akibat dari banyaknya pembuatan parit/kanal akses mengeluarkan kayu hasil tebangan, (3) pada saat musim kemarau sering terjadi kebakaran yang disebabkan oleh kelalaian penggunaan api para penabang liar.  Implikasi dari ketiga ancaman ini menyebabkan keberadaan populasi buaya senyulong saat ini diambang kepunahan.

Persepsi Masyarakat Terhadap Buaya Senyulong

Menurut para nelayan, keberadaan buaya senyulong merupakan suatu indikator dari keberadaan ikan disekitar, makin banyak buaya makin banyak ikan disekitar. Oleh karena itu para nelayan tidak memburu buaya, kemudian buaya senyulong tidak bernilai ekonomis. Sedangkan menurut para pencari kayu/pembalok, buaya senyulong adalah hewan yang biasa saja, hewan yang hidup di rawa gambut dan tidak ganas. Para pembalok tidak pernah memburu hewan ini karena tidak bernilai ekonomis. (masrun zawawi)

Struktur Organisasi

Advocacy to Encourage Local People Participation in Feat Swam Forest Management, Kegiatan dilakukan kerjasama Wahana Bumi Hijau dengan Siemenpuu Foundation Finlandia dan Dinas Kehutanan, dilaksanakan pada tahun 2009 sampai dengan 2010, berlokasi di Dusun III Pancuran Desa Muara Merang Kabupaten Musi Banyuasin Propinsi Sumatera selatan.