Pelaksanaan Verifikasi Hak Pengelolaan Hutan Desa Muara Merang

Tahapan selanjutnya setelah izin lokasi hutan desa telah dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Lembaga Hutan Desa menyusun RKHD (Rencana Kelola Hutan Desa ) 35 tahun yang akan diajukan ke Gubernur melalui Bupati. RKHD merupakan rencana kelola yang digunakan sebagai acuan lembaga hutan desa dalam pelaksanaan pengelolaan Hutan Desa.

RKHD juga sebagai bahan pertimbangan bagi Gubernur dalam mengeluarkan surat Izin Pengelolaan Hutan Desa. Proses pengeluaran Izin Pengelolaan Hutan Desa oleh Gubernur berdasarkan Permenhut No. 49 Tahun 2008, Pasal 13 dan 14 . Pasal 14 Ayat 5 dalam rangka verifikasi Gubernur menetapkan ketentuan dan pedoman verifikasi Hutan Desa. Gubernur Sumatera Selatan telah mengeluarkan Pedoman Verifikasi Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) Nomor : 522/2744/IV/2010. Pedoman inilah yang dijadikan landasan bagi tim untuk melaksanakan verifikasi usulan Ijin HPHD Muara Merang.

Pelaksanaan verifikasi HPHD tersebut mempedomani hal-hal sebagai berikut :

  • Keabsahan Lembaga Desa;
  • Surat pernyataan dari kepala desa yang menyatakan wilayah administrasi desa yang bersangkutan yang diketahui camat;
  • Kesesuaian Areal Kerja; dan
  • Kesesuaian Rencana Kerja.

Dalam rangkaian ini Gubernur melalui dinas kehutanan propinsi membentuk Tim Verifikasi dan melakukan kunjungan lapangan. Tim verifikasi terdiri dari tim Propinsi yaitu; Ir. Wulaning Diyah, M.Si (Ketua Tim/Kasi Penyuluhan dan Perhutanan Sosial Dishut Sumsel), Tanti Yuska, S.Hut., M.T., Irawan Adil, dan Suyanto. Tim Kabupaten yaitu; Ir. Tri Yulisman Eka Putra,MM, dan Hidayat Nawawi.

Kunjungan lapangan ke Hutan Desa Muara Merang di Dusun III Pancuran ini dilaksanakan pada tanggal 5-7 Agustus 2010 dengan agenda melakukan dialog dengan masyarakat lokal dan kunjungan langsung dibatas hutan desa serta melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat desa untuk mengali informasi. Selain itu, tim juga memeriksa kelengkapan berkas administrasi pengajuan ijin pengelolaan ke Gubernur.

Dalam proses verifikasi ini, tim menyusun berita acara hasil kunjungan lapangan sebagai pertimbangan kepada gubernur untuk mengeluarkan Izin Pengelolaan Hutan desa, dalam berita acara terhadap hal-hal yang di verifikasi tersebut. Tim Verifikasi menyatakan bahwa kelengkapan administrasi sebagaimana aturan dalam Pasal 13 Permenhut No. 49 Tahun 2008 sudah terlampir dengan jelas dan seluruh komitmen serta fakta-fakta dilapangan dinyatakan layak diajukan ke Gubernur untuk dikeluarkannya ijin Hak Pengelolaan Hutan Desa Muara Merang. (Deddy Permana)

Cara menanam cabe dalam polybag


Written by Administrator


Monday, 21 December 2015 13:11

Cabe merupakan salah satu komoditas pertanian yang harganya sangat berfluktuasi. Apalagi menjelang hari-hari besar seperti lebaran, harga cabe pasti melonjak tinggi. Hal ini yang memancing orang untuk menanam cabe, baik untuk dijual maupun sekadar untuk persediaan sendiri. Sayangnya bagi yang tinggal diperkotaan ketersedian lahan untuk bercocok tanam sangat terbatas. Namun hal ini bisa disiasati dengan menanam cabe dalam pot atau polybag.

Cara menanam cabe dalam pot atau polybag cukup mudah dilakukan. Menanam cabe bisa dilakukan baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Secara umum menanam cabe bisa dilakukan pada ketinggian 0-2000 meter diatas permukaan laut. Suhu optimal bagi tanaman cabe ada pada kisaran 24-27oC, namun masih bisa tahan terhadap suhu yang lebih dari itu. Sifat tersebut tergantung dari jenis varietas cabe.

Salah satu jenis cabe yang cocok untuk ditanam di pekarangan adalah cabe kerting. Jenis ini relatif lebih tahan terhadap iklim tropis dan rasanya pedas banyak disukai di pasaran. Berikut ini kami paparkan tentang cara menanam cabe keriting dalam polybag.
Pemilihan benih

Di pasaran banyak macam varietas cabe keriting, mulai dari hibrida hingga varietas lokal. Cara menanam cabe lokal dan hibrida tidak mempunyai perbedaan yang berarti. Hanya saja beberapa cabe hibrida dianjurkan dirawat dengan produk-produk obat-obatan tertentu. Varietas hibrida banyak didatangkan dari Taiwan dan Thailand, sedangkan varietas lokal banyak ditanam di Rembang, Kudus, hingga Tanah Karo, Sumatera Utara.

Saat ini terdapat varietas lokal hasil seleksi, produktivitasnya pun lebih baik daripada varietas lokal tanpa seleksi. Benihnya dijual dalam kemasan kaleng seperti tampar yang diproduksi Sang Hyang Sri. Dari segi teknis, cara menanam cabe keriting lokal lebih sederhana dan anti ribet dibanding cara menanam cabe hibrida. Cabe lokal lebih adaptif dengan kondidi lingkungan dibanding cabe hibrida. Hanya saja produktivitasnya masih kalah dari hibrida.

Penyemaian benih

Cara menanam cabe dalam polybag sebaiknya tidak langsung dilakukan dari benih atau biji. Pertama-tama benih cabe harus disemaikan terlebih dahulu. Proses penyemaian ini gunanya untuk menyeleksi pertumbuhan benih, memisahkan benih yang tumbuhnya kerdil, cacat atau berpenyakit. Selain itu juga untuk menunggu kesiapan bibit sampai cukup tahan ditanam di tempat yang lebih besar.

Tempat persemaian bisa berupa polybag ukuran kecil (8×9 cm), daun pisang, baki (tray) persemaian, atau petakan tanah. Untuk melihat lebih detail silahkan baca cara membuat media persemaian. Cara yang paling ekonomis adalah dengan menyiapkan petakan tanah untuk media persemaian.

Buat petakan tanah dengan ukuran secukupnya, campurkan kompos dengan tanah lalu aduk hingga rata. Butiran tanah dibuat sehalus mungkin agar perakaran bisa menembusnya dengan mudah. Buat ketebalan petakan tersebut 5-10 cm, diatasnya buat larikan dengan jarak 10 cm.

Masukkan benih cabe dalam larikan dengan jarak 7,5 cm kemudian siram untuk membasahi tanah dan tutup dengan abu atau tanah. Setelah itu tutup dengan karung goni basah selama 3-4 hari, pertahankan agar karung goni tetap basah. Pada hari ke-4 akan muncul bibit dari permukaan tanah, kemudian buka karung goni. Sebaiknya petakan ditudungi dengan plastik transparan untuk melindungi bibit cabe yang masih kecil dari panas berlebih dan siraman air hujan langsung. Tanaman cabe siap dipindahkan ke polybag besar setelah berumur 3-4 minggu, atau tanaman telah mempunyai 3-4 helai daun.
Penyiapan media tanam

Pilih polybag yang berukuran diatas 30 cm, agar media tanam cukup kuat menopang pertumbuhan tanaman cabe yang rimbun. Selain polybag, bisa juga digunakan pot dari jenis plastik, semen, tanah, atau keramik. Atau bisa juga menggunakan wadah-wadah bekas yang tidak terpakai lagi, beri lubang pada dasar wadah untuk saluran drainase.

Cara menanam cabe dalam polybag bisa menggunakan media tanam dari campuran tanah, kompos, pupuk kandang, sekam padi, arang sekam, dan lain-lainnya. Silahkan baca cara membuat media tanam polybag untuk penjelasan lebih detail.

Beberapa contoh komposisi media tanam diantaranya adalah (1) Campuran tanah dengan kompos dengan komposisi 2:1, (2) Campuran tanah, pupuk kandang, dan arang sekam dengan komposisi 1:1:1, atau (3) Campuran tanah dan pupuk kandang dengan komposisi 2:1. Apabila menggunakan pupuk kandang, sebaiknya pilih pupuk yang telah matang. Lihat jenis dan karakteristik pupuk kandang.

Buat media tanam sehalus mungkin dengan cara mengayaknya. Campurkan sekitar 3 sendok NPK dalam setiap polybag. Aduk hingga campuran tersebut benar-benar rata. Lapisi bagian dalam polybag dengan sabut kelapa, pecahan genteng, atau pecahan styrofoam. Gunanya agar air tidak menggenangi daerah perakaran tanaman.

Pemindahan bibit

Setelah bibit tanaman dan media tanam siap, pindahkan bibit tanaman cabe dari tempat persemaian kedalam polybag. Lakukan pekerjaan ini saat pagi hari atau sore hari, dimana matahari tidak terlalu terik untuk menghindari stres pada tanaman.

Lakukan pemindahan bibit dengan hati-hati, jangan sampai terjadi kerusakan pada perakaran tanaman. Buat lubang tanam pada polybag sedalam 5-7 cm. Apabila persemaian dilakukan di atas polybag atau daun pisang, copot polybag dan daun pisang lalu masukan seluruh tanah dalam tempat persemaian kedalam lubang tanam. Apabila persemaian dilakukan di atas petak tanah atau tray, pindahkan dengan tanah yang menempel pada perakaran dan masukkan kedalam lubang tanam.
Pemeliharaan dan perawatan

Pemupukan, berikan pemupukan tambahan dengan dosis satu sendok makan NPK per polybag setiap bulannya. Atau apabila ingin menanam cabe secara organik, sebagai gantinya semprotkan pupuk organik cair pada masa pertumbuhan daun dan pertumbuhan buah. Tambahkan satu kepal kompos atau pupuk kandang kambing pada saat tanaman mau berbuah.
Penyiraman, tanaman cabe sebaiknya disiram sekurang-kurangnya 3 hari sekali. Apabila matahari bersinar terik, siram tanaman setiap hari.
Pengajiran, setelah tanaman cabe tumbuh sekitar 20 cm, berikan ajir bambu. Ajir ini berguna untuk menopang tanaman agar berdiri tegak.
Perompesan, tunas-tunas muda yang tumbuh di ketiak daun sebaiknya dihilangkan (dirompes). Perompesan dimulai pada hari ke-20 setelah tanam, perompesan biasanya dilakukan tiga kali hingga terbentuknya cabang. Gunanya agar tanaman tidak tumbuh kesamping ketika batang belum terlalu kuat menopang.
Hama dan penyakit, penggunaan pestisida sebaiknya hanya dilakukan apabila tanaman terlihat terserang hama atau sakit. Apabila terlihat ada hama putih semprot dengan pestida, bila terlihat ada bakal ulat semprot dengan insektisida secukupnya, kalau terlihat jamur gunakan fungisida. Untuk bercocok tanam cabe organik gunakan pestisida alami, silahkan lihat di cara membuat pestisida organik.

Pemanenan

Umur cabe dari mulai tanam hingga panen bervariasi tergantung jenis varietas dan lingkungan. Masa panen terbaik adalah saat buah belum sepenuhnya berwarna merah, masih ada garis hijaunya. Buah seperti ini sudah masuk bobot yang optimal dan buah cabe masih bisa tahan 2-3 hari sebelum terjual oleh pedagang di pasar. Waktu panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari setelah embun kering. Hindari waktu panen pada malam dan siang hari.

Tutorial  cara menanam cabe ini cocok diterapkan pada pertanian sekala kecil atau lahan pekarangan. Bisa diterapkan juga untuk pertanian vertikultur atau urban farming. Semoga bermanfaat.

Teknik Budidaya Ubi Alabio


Written by Administrator


Friday, 18 July 2014 13:14

Ubi Alabio adalah sebutan daerah Kalimantan Selatan untuk ubi kelapa atau Yam(Dioscorea alata L.). Ubi Alabio merupakan tanaman perdu merambat dengan panjang mencapai 3-10 m. Tanaman ini memerlukan tiang/turus agar dapat tumbuh ke atas dan daunnya dapat melakukan proses fotosintesa dengan baik. Bentuk ubinya beragam yaitu bulat, panjang dan ada yang bercabang. Meskipun jenis ubi Alabio cukup banyak, namun secara nyata dapat dibedakan dari warna daging ubinya yaitu ubi merah/ungu (violet) dan ubi putih. Ubi alabio Sampai saat ini masih dibudidayakan secara tradisional sehingga hasilnya masih tergolong rendah yaitu berkisar 12-28 ton/ha. Padahal bila dibudidayakan dengan menerapkan teknologi budidaya yang benar seperti, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit yang tepat, hasil ubi Alabio di lahan lebak dapat mencapai antara 40-50 ton/ha. Meskipun tanaman ini dapat tumbuh pada tanah miskin, namun tanggap terhadap pemupukan.
Sebagai bahan pangan komposisinya cukup baik, yaitu selain sebagai sumber karbohidrat juga mengandung pati, protein, serat dan gula.

Pembibitan.
Bibit yang digunakan adalah bibit yang diambil dari umbi yang tua dan sudah disimpan selama 6 (enam) bulan, tidak keriput dan bebas hama penyakit. Bibit ubi alabio dalam bentuk ubi semua bagian dapat dimanfaatkan untuk bibit, yaitu pangkal, tengah dan ujung. Umbi yang telah disiapkan dicuci bersih, dan dipotong-potong sebesar korek api ( 3 x 5 cm). Potongan umbi tersebut selanjutnya diletakkan langsung di atas tanah yang sebelumnya terlebih dahulu diberi alas dari abu sekam atau bisa juga memakai serbuk gergaji, atau dengan cara potongan umbi diperam di dalam kantong plastik selama 3 minggu. Bibit siap ditanam di lahan jika telah muncul tunas baru.

Persiapan Lahan.

Dilakukan bulan April dan Mei, lahan dibersihkan dari gulma dengan menggunakan cangkul/sabit/herbisida , tanah diolah sampai masak/gembur dengan mengunakan tractor atau cangkul. Tanah dibikin guludan/galangan dengan lebar 1m, tinggi 40 cm dan panjang disesuaikan dengan kondisi lahan. Jarak antar bedengan 40 cm. Kemudian dilakukan pemasangan ajir dengan jarak 100 x 100 cm, Tinggi ajir yang digunakan sekitar 2 m 2,5 m. Ajir ditanam kedalam tanah sedalam 50 cm, sehingga ketinggian diatas permukaan tanah antara 1,5 m 2 m.

Varietas Lokal

Varietas-varietas lokal ubi Alabio yang dibudidayakan petani di Kalimantan Selatan, diantaranya adalah ubi Habang Harum, ubi Kesuma (Jaranang), Ubi Tongkat (Tiang), ubi Ketan (Tongkol), ub Nyiur, ubi Jawa, ubi Cina, ubi Putih, ubi Habang Carang. Varietas ubi Putih memiliki bentuk ubi yang panjang, warna daging puith dan rasa ubi setelah direbus lembut. Ubi Habang Harum memiliki ubi bulat, merah keunguan dengan rasa lembut agak berlendir dan beraroma khas. Ubi Habang Carang memiliki ubi panjang bercabang, merah keunguan dengan rasa lembut agak berlendir, air rebusan berwarna merah.

Penanaman.
Setiap ajir disiapkan bibit sebanyak 4-6 bibit, bibit ditanam dengan cara dibenamkan ke dalam tanah yang telah digemburkan dengan kedalaman 5 cm. Setelah bibit ditanam, bagian atas tanah tersebut ditutup dengan mulsa dari rumput/gulma hasil perbersihan lahan sebelumnya untuk mengurangi penguapan.

Pupuk

Pupuk yang digunakan adalah 90 kg N/ha, 60 kg P2O5/ha dan 60 kg K2O/ha., atau dengan 400 kg NPK Ponska dan 67 kg urea. Tanaman juga diberi 5 t pupuk organik/ha. Pemupukan pertama diberikan setengah dosis N dan seluruh dosis P dan K yang diberikan pada saat tanaman berumur tujuh hari atau saat tanaman mulai melilit dan sisa pupuk N diberikan pada saat tanaman berumur 42 hari. Pupuk diberikan dengan cara ditugal di sekitar tiang rambat. Pupuk organik diberikan pada lubang tanam 1 minggu sebelum tanam.

Pemeliharaan.

Pengendalian gulma pada pertanaman dan pembumbunan dilakukan secara manual pada saat ubi berumur 21 dan 42 hari. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan pada awal pertumbuhan dengan menyemprotkan insektisida Sevin dan memberikan Furudan sesuai dosis anjuran (12 kg/ha). Penyemprotan dapat dilakukan kembali jika ada serangan hama atau penyakit lainnya.

Di habitatnya lahan rawa lebak, tanaman ubi alabio biasanya tanpa dilakukan penyiraman karena tanahnya cukup lembab, namun dilahan kering, jika tidak turun hujan dan ada tanda-tanda kekeringan maka perlu dilakukan penyiraman. Penyiraman sebaiknya dilakukan pada waktu pagi atau sore hari.

Panen.
Pemanenan dapat dilakukan setelah tanaman berumur 4 7 bulan atau apabila daun sudah mulai rontok ditandai dengan daun dan batang yang mulai mengering. Panen dilakukan dengan membongkar tanah disekitar ubi dengan menggunakan cangkul. Pembongkaran tanah harus hati-hati agar tidak melukai ubi yang masih berada di dalam tanah. Selanjutnya ubi dapat diangkat kepermukaan tanah. Ubi Alabio segar tahan disimpan hingga 6 bulan

Prakiraan Pendapatan

Berdasarkan informasi petani, lahan seluas 1 borong (17 m x 17 m) dapat ditanami ubi sebanyak 300 tiang/turus. Jika panen dapat mengasilkan ubi 3 pikul (300 kg), dengan harga Rp.12.000,-/kg maka akan diperoleh penghasilan kotor sebesar Rp3.600.000,-/borong. [roen]

Disadur dari berbagai sumber.

Pelopor Pertanian Organik dari Sulsel


Written by Administrator


Friday, 18 July 2014 12:59

Pada saat banyak petani memilih cara instan melipatgandakan hasil kebun dan sawah dengan berbagai obat dan pestisida pemacu kecepatan pertumbuhan tanaman, petani muda bernama Nur Yasin, 32, ini sebaliknya amat getol memelopori sistem pertanian organik.
Tak hanya bertani dengan sistem non kimia, bahkan pria berdarah Jawa Timur ini juga memproduksi sendiri pupuk kompos dan pupuk cair alami dari berbagai bahan organik yang mudah didapatkan di sekitar rumahnya.
Pupuk kompos bikinannya berkomposisi kotoran sapi, kotoran ayam, sekam gergaji, keong, bintang laut, plus gula merah. Semua bahan dasar itu difermentasi menjadi pupuk.
Sebagian dari pupuk kompos bikinannya dipakai sendiri untuk menyuburkan lahan seluas 12.000 M2 yang digarapnya. Sebagian lainnya dipasarkan dengan harga murah meriah. Mengapa dijual murah meriah?
“Saya nggak cari untung. Yang penting bisa membuat banyak orang ketularan menerapkan pertanian organik,” kata Nur Yasin, ketika ditemui Tribunnews.com, di lahan tempat dia bercocok tanam di Dusun Maralleng, Desa Pao-pao, Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan

Hasil penjualan pupuk kompos organik memang tidak ‘spektakuler.’ Tapi yang patut dihargai adalah itikad baiknya menyelamatkan lingkungan dari bahaya pestisida dan pupuk kimia dalam produk pertanian bagi kesehatan.
“Berhentilah meracuni diri sendiri,” kata Nur Yasin, seorang petani di pelosok, hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) tapi mampu berbahasa Indonesia dalam tata bahasa dan struktur kalimat yang baik itu. Ia bertekat kampung tempatnya bercocok tanam akan bebas pestisida di masa mendatang.
Karena itu, produk pupuk kompos organik bikinannya dijual murah meriah seharga hanya Rp 1.000 per kilogram. Tak hanya dibanderol murah, dia sering mengobral dengan porsi lebih kalau yang membeli tetangga-tetangga terdekatnya.
“Saya punya tekat, mendorong petani bertanam secara organik. Dalam lima tahun ke depan desa ini harus bebas pestisida,” tutur Nur Yasin, ketika ditemui.
Perjuangannya tak main-main. Ia gratiskan ilmunya kepada siapa saja yang mau belajar memproduksi pupuk organik. Sistem bertani secara organik juga dia tularkan ilmunya kepada masyarakat sekitar. Cari untung bukan tujuan utamanya.
“Kalau petani mau ikutan bertanam secara organik, itu sudah jadi kesenangan bagi saya,” tuturnya dalam nada tulus.

Hasilnya Lebih Banyak
Nur Yasin merasakan sendiri, sayuran dari sistem pertanian organik tak hanya baik bagi kesehatan tapi juga terbukti lebih produktif hasilnya.
Contohnya, dulu ia hanya bisa memanen 40-50 ikat kangkung sehari dari sebidang tanah di depan rumahnya saat masih memakai pupuk kimia. Tapi begitu berganti ke pupuk organik, hasilnya meningkat menjadi rata-rata 70 ikat per hari.
Keuntungan lain, sekali menebar pupuk organik, maka di atas lahan tersebut bisa dipakai 3-4 kali menanam sayuran, tanpa harus menebar lagi pupuk saat sebelum masa tanam.
Ini yang membedakan dengan pertanian non organik. Pupuk harus ditebar di atas lahan setiap sebelum ditanami. Artinya, pemakaian pupuk kimia semacam urea atau TSP sebenarnya lebih boros pengeluaran dibanding organik.
Pria sederhana yang baru setahun menikah ini makin jatuh cinta pada pertanian organik setelah mengetahui sayuran kangkung, kacang, cabe (lombok), terong, dan melon, membuahkan hasil sesuai harapan.
Sayuran terong dan cabe, misalnya, sudah bisa dipanen tiap tiga bulan sekali. Setelah dipanen, cabe dan terong juga terus berbuah untuk dipanen tiga bulan berikutnya.
Sayuran kacang, lebih cepat panennya. 40 hari sudah bisa dipetik hasilnya. Dari hasil kebunnya, Nur Yasin dan istri nyaris tak pernah berbelanja kebutuhan menyangkut pangan keluarga. Semua bisa dipenuhi dari karunia Tuhan lewat alam sekitar. Ia tak
pernah mengeluh, apalagi mimpi muluk-muluk, mencari-cari pekerjaan di sektor formal dengan penghasilan gede.
“Asal sayuran di kebun tumbuh subur, saya merasa sudah bergaji. Yang penting bisa menghidupi keluarga,” tuturnya.
Menurut Boedi Sardjana Julianto, Project Manager Restoring Coastal Livelihood (RCL), Nur Yasin adalah contoh petani yang berhasil diberdayakan dan dibina dalam memaksimalkan sumber daya alam sekitar.
Program peningkatan Penghidupan Masyarakat Pesisir, yang disokong Oxfam (organisasi kemanusiaan dan bantuan asal Inggris), memang sengaja membidik petani-petani inspiratif seperti Nur Yasin.
Apalagi kawasan pesisir seperti Desa Pao Pao, Tanete Rilau, di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, ini mengalami kerusakan lingkungan sejak tahun 1980 akibat penebangan hutan mangrove menjadi tambak-tambak dengan sistem perikanan kimia.
Awalnya, tambak-tambak udang dan bandeng di kawasan itu sukses. Tapi lama-lama terjadi kerusakan lingkungan. Hutan mangrove (bakau) dibabat, tapi setelah menjadi tambak ternyata usia pemakaiannya tak lama.
Datang berbagai macam penyakit yang merusak produksi tambak udang. “Tambak pun dibiarkan terlantar, lalu mereka kembali ke laut sebagai nelayan,” tutur Boedi Sardjana.
Prihatin dengan kerusakan ekologi, petani sekitar diberdayakan untuk menerapkan sistem pertanian organik. Tujuannya, menormalisasi lingkungan dari kerusakan sekaligus meningkatkan taraf hidup mereka agar tidak sekadar menjadi nelayan
penangkap ikan.
“Kita berikan dampingan dan bimbingan. Tidak dengan dana, tapi dengan penyuluhan, pemberian peralatan dan teknologi bertani organik,” kata Soni Kusnito, salah satu fasilitator dari Oxfam yang memberikan dampingan untuk petani organik seperti Nur Yasin.
Yasin sendiri mengakui, tanaman sayurannya tidak mudah terkena penyakit sejak memakai pupuk kompos dan pupuk cair organik berbahan kotoran sapi dan sekam gergaji itu.
“Dulu waktu pakai pupuk kimia, tanaman itu gampang banget kena penyakit bercak. Sekarang tahan penyakit,” ujarnya. Dan yang terpenting, “Berhentilah meracuni diri sendiri,” imbuhnya.
Nur Yasin yang mengaku kutu buku sejak kecil itu mengaku ngeri melihat fakta banyaknya kasus penyakit kanker yang salah satu pemicunya karena kebiasaan mengonsumsi sayuran dan buah-buahan yang terpapar pestisida.

Ancaman Bagi Pertanian Indonesia


Written by Administrator


Wednesday, 21 May 2014 02:16

Pertanian merupakan salah satu sumber ketahanan pangan. Namun tidak dipungkiri, banyak ancaman yang dapat mengganggu ketahanan pangan pertanian di Indonesia.
Beberapa di antaranya cuaca ekstrim, perubahan infrastruktur, alih fungsi lahan, dan lainnya.
“Di sisi lain produksi kita ini banyak menghadapi tantangan. Tantangan internalnya banyak, tantangan eksternalnya juga banyak. Contoh yang paling nyata ancaman ini bahkan menjadi ancaman adalah perubahan iklim yang tidak bisa diprediksi BMGK dengan tepat (anomali iklim). Kasihan para petani mereka harus merespon perubahan iklim global itu,” kata Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan, dalam acara Sidang Regional Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota Wilayah Barat (Sumatera dan Jawa) pekan lalu.
Ancaman perubahan struktur dilihat dari berapa banyak bendungan yang sudah dibangun. Lebih banyak bendungan peninggalan Belanda. Kemudian ancaman alih fungsi lahan, setiap hari berbicara konversi lahan, tetapi tiap hari juga konversi berlangsung.
“Memang kalau lahan sempit kita mengatakan bahwa kita harus melindungi lahan, tetapi semua kegiatan ekonomi itu bersifat landed (tanah),” ujarnya.
Setiap industri membutuhkan tanah, baik itu untuk industri komersial, perumahan, semuanya itu membutuhkan tanah. Sehingga perebutan lahan itulah menjadi ancaman bagi lahan pertanian.
Hal itu harus disikapi secara arif bagaimana supaya industri-industri komersial dan perumahan itu ditempatkan di lahan-lahan yang memang tidak bersentuhan langsung dengan lahan pertanian yang produktif.
“Bagaimana supaya konversi lahan itu menghindari sawah-sawah yang ada di Jawa yang beririgasi teknis. Itu sesuatu yang memang harus kita pikirkan juga,” ungkapnya.
Ancaman lain seperti degradasi lingkungan dalam pangan yang terus menerus berlangsung. Aleh karena itu di berbagai kendala dan tantangan yang dihadapi ini harus bisa memberikan komitmen yang kuat, bagaimana bisa mempertahankan ketahanan pangan dengan baik.
“Ini menjadi menjadi renungan kita bersama. Ketika ada undang-undang peruntukan lahan yang berkelanjutan, undang-undang itu diterjemahkan melalui perda-perda. Dibutuhkan sesuai kebutuhan pangan masyarakat disitu,” imbuhnya.
Dia juga berharap antar wilayah harus produktif berpikir secara global, bukan untuk kepentingan diri sendiri (wilayah masing-masing). Ketahanan pangan itu harus dimaknai dalam prespektif nasional, bukan kepentingan Kabupaten/Kota.
“Kalau seperti itu bahaya. Karena tidak bisa mentransfer ke daerah-daerah lain yang tidak produktif. Perlu lah ada kebanggaan Kabupaten/Kota bahwa dengan surplus yang bisa memberikan nafkah bagi Kabupaten/Kota lain itu adalah hal bagian yang sangat membanggakan,” pungkasnya. (Dede Rosyadi /Merdeka.com)

LIPI Kembangkan Pisang “Gemuk” dan Tahan Penyakit


Written by Administrator


Wednesday, 20 June 2012 11:04

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kini tengah mengembangkan pisang berkualitas unggul. Target pisang yang dihasilkan adalah panjang, berukuran besar alias gemuk, tahan penyakit, serta lezat.

Dr Ir Witjaksono MSc, Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, mengungkapkannya dalam diskusi “Penelitian untuk Ciptakan Pisang Berkualitas dan Tahan Penyakit” yang diadakan pada Selasa (19/6/2012) di Jakarta.

Witjak menjelaskan, upaya mengembangkan pisang kualitas unggul dilakukan lewat persilangan pisang tetraploid (punya 4 set kromosom) dengan pisang diploid (wild type). Hasil persilangan akan memiliki sifat triploid (punya 3 set kromosom).

Sejauh ini, LIPI telah melakukan penyilangan beberapa jenis pisang tetraploid hasil induksi dengan pisang jenis Musa acuminata malaccensis. Jenis Musa acuminata malaccensis diketahui tahan terhadap penyakit layu fusarium yang disebabkan jamur fusarium.

Dalam persilangan, indukan jantan yang digunakan adalah pisang madu (Musa acuminata), pisang mas soponyono yang berasal dari Yogyakarta dan pisang mas kluthuk. Sementara induk betinanya ialah jenis Musa acuminata malaccensis.

“Tapi hasilnya, pisangnya ukurannya kecil, karena membawa sifat induknya. Pisang mas, pisang madu lalu malaccensis itu ukurannya kecil. Ini kurang potensial secara ekonomis kalau mau dijual,” papar Witjak.

Witjak menerangkan bahwa satu tandan pisang mas maksimal hanya seberat 10 kg, sementara satu tandan pisang ambon bisa seberat 25 kg. Sebagai sumber pangan, pisang mas tidak ekonomis karena konsumen harus membeli lebih.

Untuk memberi solusi, LIPI kini berupaya mencari indukan lain yang berukuran besar. Pisang ambon sudah terlalu banyak dikonsumsi sehingga tidak dipilih. Akhirnya, LIPI fokus pada Musa acuminata sumatrana, jenis pisang asal Sumatera yang berukuran besar tapi tak tahan penyakit.

Pisang sebagai sumber pangan pokok

Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati pisang. Jenis pisang yang dikenal saat ini serta telah dikonsumsi saja ada 20 spesies. Sementara itu, masih ada ratusan yang sampai kini belum dimanfaatkan.

Witjak mengungkapkan, pisang bisa dimanfaatkan sebagai sumber makan an pokok. Afrika, misalnya, mampu mengolah pisang menjadi tepung pisang. Di Indonesia, pemanfaatan tepung pisang masih minim, hanya sebagai campuran kue.

Dengan pengembangan varietas pisang, Indonesia bisa menambah daftar sumber pangan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi di dalam negeri. Bahan olahan dari pisang juga bisa diekspor untuk menghasilkan pemasukan.

Pengembangan varietas pisang juga penting untuk kemandirian. Wakil Kepala LIPI Dr Endang Sukara menambahkan, “Jangan sampai pisang yang buah tropis saja kita impor. Sekarang ini kita banyak mengimpor pisang Cavendish, karena tampilannya yang bagus.”

Pada pertemuan Selasa kemarin, James Dale dari Queendsland University of Technology yang sudah mempelajari pisang selama 30 tahun menjajaki kemungkinan kerja sama dengan ilmuwan Indonesia untuk mengembangkan varietas pisang berkualitas.

Dale sebelumnya telah menemukan gen dalam jenis pisang Musa acuminata malaccensis yang membuat tanaman tersebut tahan pada penyakit layu fusarium. Dale telah mencoba menyisipkan gen tersebut pada jenis pisang Cavendish dan berhasil.

Witjaksono mengungkapkan, “Gen yang ditemukan bisa digunakan sebagai penanda. Jika kita teliti suatu tanaman yang mengandung gen tersebut, pasti dia resisten dengan fusarium. Ini dinamakan Molecular Marker Assisted Breeding, pemuliaan tanaman yang dibantu penandaan.”

Pertanian pisang saat ini menghadapi beberapa kendala. Serangan fusarium membuat daun layu dan mati. Selain itu, terdapat pula penyakit bunchy top yang membuat tanaman pisang kepok tidak menghasilkan buah.

Sumber: Kompas Saint

Hapus Citra RI sebagai Penghasil Sampah Laut, Ini Upaya Bakamla


Written by Administrator


Wednesday, 13 April 2016 13:18

JAKARTA – Badan Keamanan Laut (Bakamla) berkomitmen untuk mengurangi pencemaran sampah plastik di laut.

Selain untuk menjaga ekosistem laut, upaya ini sekaligus untuk menghapus citra Indonesia sebagai penghasil sampah laut kedua terbesar di dunia setelah China.

“Bakamla akan berupaya mengurangi sampah plastik di laut. Apalagi, laut merupakan sumber mata pencaharian nelayan,” ujar Sekretaris Utama (Sestama) Bakamla Laksama Pertama Maritim, Dicky R Munaf, Rabu 10 Februari 2016.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) 2015, Indonesia menghasilkan sekitar 187,2 juta ton sampah plastik pertahun di bawah China yang menghasilkan 262,9 juta ton.

Sedangkan pada peringkat ketiga diduduki Filiphina 83,4 juta ton, Vietnam 55,9 juta ton dan Sri Lanka sebanyak 14,6 juta ton sampah.

“Sampah plastik ini sangat berbahaya karena tidak dapat didaur ulang, sehingga membahayakan ekosistem di laut karena bisa menghilangkan oksigen bagi ikan. Tugas pokok Bakamla selain menjaga keamanan laut juga ekosistem laut,” katanya.

Dicky mengungkapkan saat ini Tim Sosialisasi Kebersihan Laut Bakamla telah dibentuk.

Dalam waktu dekat, tim tersebut akan melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat pesisir bersamaan dengan sosialisasi Life Jacket.

Tolak Reklamasi, Forum Rakyat Bali Galang Aksi Solidaritas


Written by Administrator


Wednesday, 13 April 2016 13:15

Sekelompok pemuda yang tergabung dalam Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa melakukan aksi di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (10/4/2016) pagi lalu.

Mereka menyebut aksi tersebut sebagai aksi solidaritas menyatakan penolakannya terhadap rencana reklamasi di Teluk Benoa.

Dalam aksinya, mereka menyerukan pencabutan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.

“Aksi solidaritas ini tidak hanya dilakukan di Jakarta, tetapi juga dilakukan di Bandung, Palangkaraya, Belitong, Makassar, di hari yang sama dan akan menyusul Bangka dan Yogyakarta,” ujar John Tirayoh dari Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Jakarta, Minggu (10/4/2016).

John juga mengungkapkan aksi solidaritas ini merupakan dukungan terhadap aksi-aksi yang telah dilaksanakan di Bali yang dipimpin oleh para ketua adat setempat.

Forum tersebut menggugat keberadaan Perpres tersebut karena melanggar semangat konstitusi yang meliputi dua hal, yakni perlindungan lingkungan hidup dan perlindungan terhadap masyarakat adat.

“Upaya reklamasi Teluk Benoa telah melalaikan dua hal yang saling terkait, Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 ini dilihat seperti telah memberikan jebakan bagi pemerintahan saat ini,” tandasnya.

Indonesia Harus Berani Terapkan SVLK

Dubes Inggris: Indonesia Harus Berani Terapkan SVLK


Written by Administrator


Wednesday, 13 April 2016 12:49

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dapat menjadi tiket Indonesia masuk pasar industri kehutanan Uni Eropa dan Internasional. karena itu pemerintah Indonesia harus berkomitmen dan berani menerapkan SVLK secara penuh untuk memperbaiki praktik tata kelola industri kehutanan yang legal dan berkelanjutan.

Hal ini dikemukakan Duta Besar Inggris untuk Indonesia, ASEAN dan Timor Leste, Moazzam Malik usai meninjau perkembangan penerapan SVLK di sejumlah wilayah sentra industri kehutanan di Jawa Tengah seperti Jepara, Boyolali, dan Klaten baru-baru inisebagai tindak lanjut kesepakatan kemitraan sukarela bilateral Indonesia dengan Inggris dan Uni Eropa, Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT).

“Jika sistem ini berjalan konsisten, maka Indonesia akan menjadi negara pertama di dunia yang bisa mengakses pasar mebel dan furniture Uni Eropa hanya dengan SVLK,” ujar Dubes.

Apalagi kebutuhan standarisasi kayu legal dan berkelanjutan sudah menjadi tuntutan produk kehutanan dan kayu olahan di pasar Uni Eropa dan Internasional. SVLK akan menjadi standar Indonesia di pasar Eropa, sehingga jika system ini terputus atau tak segera direalisasikan akan merugikan para pengrajin dan pengusaha yang bergerak dalam industri kehutanan seperti industri mebel dan furniture.

“Indonesia akan merugi jika menunda atau membatalkan penerapan sistem yang mampu memastikan jika produk berbahan dasar kayu tersebut berasal dari mekanisme yang legal sekaligus ramah lingkungan yang berasal dari hutan lestari.”

Tidak hanya itu, Dubes juga mengungkapkan bahwa kerugian ini juga akan dirasakan pemerintah Indonesia karena market share industri kehutanan menurun karena diambil negara lain seperti Tiongkok dan Vietnam yang kini gencar memasarkan produknya ke Eropa.“Saya pikir ini kesempatan bagus yang harus dimanfaatkan sebelum ada negara lain yang masuk,” imbuhnya.

Tanpa SVLK, semua produk kehutanan asal Indonesia akan dikenakan prosedur uji tuntas (due dilligence) dengan tarif 2000-2500 dolar AS / tiap pengiriman. Biaya operasional yang tinggi tentunya akan memberatkan para pelaku usaha yang memasok produk mebel dan furniture ke Eropa.

Itu dinilai jauh lebih  mahal daripada program SVLK yang sejatinya juga bisa membantu pelaku usaha untuk mendapatkan akses yang lebih murah ke pasar Eropa, ikut melestarikan hutan dan bisnis yang sehat. “Jadi pemerintah Indonesia harus mempelajari dan mengkaji sistem yang bisa menjadi jalan terbaik bagi industri kehutanan Indonesia di pasar global. Apalagi dari yang saya lihat, pelaku usaha tidak mengalami kendala dalam pengurusan SVLK,” tandasnya.

Maria Murliantini mengatakan, SVLK yang dikantongi sejak tahun 2012 berdampak positif pada peningkatan ekspor produknya hingga 50%. “Saya belajar mengurus SVLK sendiri dan sistem ini, ternyata memberi banyak keuntungan. Usaha juga jadi tertata,” ujar pemilik CV Sun Alliance yang kini mengekspor produk mebel outdoor ke sejumlah negara di Uni Eropa, Australia dan Amerika.

Dari catatan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jepara, 100 negara lebih termasuk Uni Eropa hingga kini menikmati hasil mebel dan furnitur dari pelaku usaha di Jepara yang jumlahnya mencapai 12 ribu dan 200 eksportir.

Pasar furniture Uni Eropa saat ini memiliki nilai transaksi sangat besar. Tahun 2014, pasar furnitur Eropa sebagian dipasok Skandinavia dan Spanyol. Tiongkok menguasai 10 % dengan menyuplai  2,8 miliar Euro, Vietnam sebesar 596 juta Euro. Sedangkan Indonesia hanya mensuplai  290 juta Euro atau  separuh Vietnam.  

Dalam kesempatan tersebut, Dubes didampingi staf ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto dan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, KemenLHK Rufi’i  melihat langsung aktivitas rantai usaha industri kehutanan. Mulai dari pelaku usaha kayu gelondongan UD Berkah Abadi di Karang Kebagusan, usaha penggergajian kayu CV Santun Jaya di Desa Kecapi, usaha pembuatan produk UD Alya Furniture di Desa Mindahan, Kecamatan Batealit. dan  usaha mebel ekspor CV Tita International di Desa Krasak Pecangaan Jepara. Selain itu Dubes juga mengunjungi industri kayu PT Abiyoso Ngargosari Boyolali, hutan rakyat KTHR NgudiMulyo Desa Wonorejo Boyolali dan sejumlah home industry furniture di Klaten.

Penelitian tahun 2014 yang diterbitkan di jurnal Nature Climate Change  menyebut, setahun setelah moratorium diterbitkan, deforestasi di Indonesia justru meningkat. Antara tahun 2000-2012, Indonesia kehilangan 6,02 hektare hutan setiap tahunnya.

Diketahui, dukungan Inggris terhadap industri kehutanan Indonesia yang berkelanjutan diwujudkan melalui The Multi-Stake Holder Forestry Programme (MFP3) untuk mengatasi penebangan liar serta  membantu pelaku usaha menembus pasar Uni Eropa dan Internasional melalui SVLK.

Organisasi lingkungan sedunia protes rencana pembangunan PLTU Batang


Written by Administrator


Wednesday, 13 April 2016 12:46

Sebanyak 230 organisasi lingkungan di dunia serta didukung oleh kalangan akademisi menyampaikan protes kepada Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Japan Bank International for Corporation (JBIC) agar membatalkan rencana pendanaan untuk PLTU batubara Batang.
Protes ini diiringi dengan aksi di depan kantor Kedutaan Besar Jepang di Washington D, Amerika Serikat pada tanggal 31 Maret 2016 yang lalu. Pada hari yang sama, hal serupa juga dilakukan di halaman kantor JBIC di  TokyoJ, epang. Sejumlah aktivis menyampaikan surat protes secara langsung kepada pimpinan JBIC.
Di Indonesia sendiri, aksi teatrikal juga dilakukan oleh kalangan masyarakat yang tergabung dalam Solidaritas Untuk Keadilan Warga Batang (SKWB) di depan kantor Kedutaan Besar Jepang di Jakarta. Aksi ini dilakukan untuk mendesak JBIC agar membatalkan rencana pembangunan PLTU Batang.
Sebagaimana diketahui bahwa Proyek PLTU Batang nantinya akan melepaskan sekitar 10,8 Juta ton emisi karbon ke udara per tahunnya. PLTU batubara  Batang, selain berdampak buruk pada iklim namun juga berdampak buruk pada kesehatan manusia dan rusaknya lingkungan.
Pius Ginting, Kepala Unit Kajian Eksekutif Nasional WALHI mengatakan PLTU Batubara akan berdampak pada pencemaran udara yang sangat mematikan dikarenakan buangan zat berbahaya bagi kesehatan manusia seperti patikel halus, SOx, NOx, dan merkuri. Dampak lainnya adalah pada penurunan produktivitas pertanian masyarakat, serta mencemari lingkungan.
PLTU Batang yang didirikan di daerah pesisir menjadi ancaman bagi hasil tangkap nelayan. Lalu lintas kapal batubara keluar masuk PLTU , tumpahan batubara dari bongkar muat, kebakaran batubara di kapal mengganggu mata pencarian nelayan pesisir.
“Kerja sama pemerintah Indonesia dengan Jepang dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara di Indonesia seperti PLTU Batang, Jawa Tengah, PLTU Cirebon, Jawa Barat justru akan menjadikan Indonesia sebagai pasar teknologi kotor demi keuntungan lembaga keuangan internasional,” tambahnya.
Bermacam cara telah dilakukan dilakukan warga Batang menunjukkan penolakan mereka terhadap proyek ini, mulai dari aksi protes di berbagai lokasi, audiensi dengan instansi pemerintahan hingga mengajukan gugatan hukum terhadap keputusan pemerintah terkait pengadaan lahan yang mengabaikan kelestarian lingkungan, keselamatan, dan hak asasi warga.
Pembangunan PLTU Batang juga bertolak belakang dengan komitmen Presiden Jokowi dalam upaya memerangi perubahan iklim pada Konferensi Perubahan Iklim di Paris, akhir tahun lalu. Sudah seharusnya pengembangan energi terbarukan diutamakan dari pada pembangunan energi kotor melalui PLTU Batubara. Proyek PLTU Batang merupakan ambisi pemerintah yang lebih mengutamakan kepentingan korporasi daripada melindungi hak dan keselamatan masyarakat.
PLTU Batang telah lima kali melewati tenggat waktu financial closure dan terjadi banyak pelanggaran HAM selama lima tahun terakhir ini. Tenggat waktu Perjanjian Jual Beli Listrik/ PPA antara PT. Bhimasena Power Indonesia dengan PT. PLN (Persero) telah berakhir kemarin (6/4), sementara proses pembebasan tanah dan konflik sosial belum terselesaikan. Maka sudah seharusnya JBIC sebagai pemilik dana menarik diri untuk membiayai proyek ini.
Sementara itu, Desriko Malayu Putra, Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia menyebutkan  bahwa PLTU Batang hingga tahun 2016 telah lima kali melewati batas waktu financial closure dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik/PPA antara PT. Bhimasena Power Indonesia dengan PT.PLN (Persero), sementara itu proses pembebasan tanah dan konflik sosial belum terselesaikan.
Hal ini menunjukkan bahwa persoalan yang terjadi di Batang bukan masalah kecil namun menyangkut hajat hidup orang banyak. Maka selayaknyalah Presiden Jokowi membatalkan proyek ini karena secara tegas dan menyakinkan pembangunan proyek ini akan berdampak luas terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat Batang.
Hal yang sangat menyedihkan terjadi ketika Wakil Bupati Batang, Soetadi bersama perusahaan melakukan aksi penutupan seluruh akses terhadap lahan-lahan pertanian warga.
Akibatnya, penutupan ini telah menimbulkan kerugian terutama terhadap lahan-lahan yang masih tersisa (belum dibebaskan), kerugian berupa lahan pertanian yang tinggal menunggu masa panen dalam waktu dekat, kerugian tanaman padi dalam kondisi tertanam serta kerugian kebun warga yang tidak bisa dipanen, tambahnya.
Judianto Simanjuntak, Tim Kuasa Hukum Warga Batang, mengatakan bahwa pihaknya akan selalu mengupayakan langkah hukum terkait dengan kasus Batang. Hingga kini belum ada pemberitahuan tentang perkara ini dari Mahkamah Agung kepada Tim Kuasa Hukum terkait dengan gugatan administasi terhadap Keputusan Gubernur Jawa Tengah tentang Pengadaan Tanah Sisa Lahan.
Perjuangan warga Batang terus mendapat dukungan dari berbagai organiasasi lingkungan, kalangan akademisi dan ahli diberbagai negara di Dunia. Bahwa berbagai surat protes telah dilayangkan kepada Perdana Menteri Jepang agar memerintahkan JBIC selaku pendana utama PLTU Batang untuk menarik diri dari proyek ini.