Last Updated on Saturday, 30 July 2011 10:03
Written by Administrator
Wednesday, 06 January 2010 14:15
Profil Umum Lokasi Kunjungan Peserta Workshop Bioright
Wetlands and Poverty Reduction Project (WPRP),
Provinsi Sumatera Selatan
- Profil Umum Ekosistem
Provinsi Sumatera Selatan memiliki luasan lahan gambut terluas kedua setelah provinsi Riau, yang mana luasan lahan gambut yang ada di Sumatera Selatan 1.420.042 ha (19,71% dari luasan lahan gambut yang ada di Pulau Sumatera). Keberadaan lahan gambut yang ada di Sumatera Selatan tersebut menyebar di beberapa kabupaten, dan kabupaten yang memiliki lahan gambut terluas adalah kabupaten Ogan Komering Ilir sejumlah 768.501 ha, terluas kedua adalah kabupaten Musi Banyuasin sejumlah 593.311 ha, dan selebihnya menyebar di beberapa kabupaten lainnya.
Berdasarkan beberapa kajian dari Wetlands International – Indonesia Program (WIIP) & Yayasan Wahana Bumi Hijau (YWBH), keberadaan lahan gambut yang ada di Sumatera Selatan ini sudah mengalami degradasi yang cukup tinggi, bahkan sudah banyak yang dikonversi menjadi lahan perkebunan Sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Dan pada kajian ini, juga menyebutkan bahwa dari luasan lahan gambut yang ada di Sumatera Selatan tersebut hanya tertinggal ± 200.000 ha yang masih berhutan alami, yaitu lahan gambut yang ada di kawasan sungai Merang dan sungai Kepayang Kecamatan Bayung Lencir kabupaten Musi Banyuasin. Sehingga dapat di sebutkan bahwa, kawasan hutan gambut yang ada di sekitar Sungai Merang dan Sungai Kepayang yang selanjutnya disebut Hutan Rawa Gambut Merang Kepayang (HRGMK), merupakan satu-satunya kawasan hutan rawa gambut alami terakhir di Sumatera Selatan.
Dari beberapa kajian tentang karakteristik gambut di kawasan HRGMK ini, menyebutkan bahwa ketebalan tanah gambutnya cukup bervariasi mulai dari 0,5 meter sampai 6 meter, begitu juga dengan kondisi tegakan vegetasinya yang relative masih berhutan alam dan juga memiliki nilai keanekaragaman fauna yang masih tinggi dan dilindungi. Disamping itu, kawasan HRGMK ini juga memiliki tekanan yang cukup besar dari berbagai aktivitas manusia, misalnya seperti masih banyaknya masyarakat yang melakukan penebangan liar (illegal logging), konversi lahan manjadi perkebunan Sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) serta kebakaran hutan. Dengan kondisinya demikian, maka sangat perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan dan konservasi kawasan HRGMK yang berbasiskan masyarakat lokal. Oleh karena itu, program Wetlands and Poverty Reduction Project (WPRP) yang ada di Sumatera Selatan di laksanakan di ekosistem HRGMK tersebut.
- Arti Penting Ekosistem HRGMK
Ekosistem HRGMK yang berdasarkan penyebaran vegetasi hutan rawa gambutnya terletak antara 0145-02°03 LS dan 10351-10417 BT, memiliki nilai penting baik secara ekonomi, sosial dan ekologi. Secara ekonomis, HRGMK masih memiliki potensi sumber daya hutan kayu yang masih besar seperti jenis : Meranti (Shorea spp.), Jelutung rawa (Dyera lowii), Ramin (Gonystylus bancanus), Pulai rawa (Alstonia pneumatophora), Gelam (Melaleuca leucadendron), dan jenis-jenis pohon hutan tropis lainnya. Selain itu terdapat juga sumber daya hutan non-kayu seperti rotan (Calamus spp.) yang masih cukup potensial dan banyak, disamping itu kedua sungai yang ada didalam kawasan HRGMK juga memiliki potensi ikan alam (ikan sungai khas lahan gambut) yang juga masih banyak, seperti: ikan tapah (Wallago leerii), ikan lais (Kryptopterus sp.), ikan Baung (Mystus wyckii), dll.
Nilai sosial HRGMK bagi masyarakat sekitar kawasan dan masyarakat provinsi Sumatera Selatan juga memiliki nilai sosial yang cukup tinggi, karena HRGMK ini sangat erat kaitannya dengan sejarah terbentuknya desa-desa yang ada di sekitar kawasan, seperti desa Muara Merang dan desa Kepayang. Terbentuknya desa-desa berawal dari bermukimnya pendatang yang mengambil potensi sumber daya hutan kayu dan non kayu serta sumber daya perikanan yang ada di kawasan tersebut. Seiring dengan waktu, para pendatang terus bertambah dan menetap yang pada akhirnya terbentukah satu desa Muara Merang, yang sekarang sudah dimekarkan menjadi dua desa yaitu desa Muara Merang dan desa Kepayang. Disamping itu, pada aliran sungai Merang bagian hulu juga memiliki habitat bagi spesies endemik, yaitu : Buaya senyulong (tomistoma schlegelli). Keberadaan spesies endemik ini telah menjadikan kebanggaan bagi masyarakat lokal dan pemerintah daerah, sehingga kawasan ini sudah menjadi isu bersama untuk dapat dilindungi dan dilestarikan.
Secara ekologis, kawasan HRGMK ini memiliki nilai kekayaan yang sangat tinggi, berdasarkan bentang alamnya yang cukup luas dan sebagai penghubung dua taman Nasional (taman nasional Berbak dan taman nasional Sembilang) maka menjadikan kawasan HRGMK sebagai koridor dan habitat penting bagi penyebaran berbagai jenis fauna yang dilindungi, seperti : Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Gajah (Elephas maximus), Beruang madu (Helarctos malayanus), Tapir (Tapirus indicus), Bangau rawa storm (Ciconia stormi), Elang tongtong (Leptoptilos javanicus), Raja udang meninting (Alcedo meninting), Rangkong badak (Buceros rhinoceros), Buaya senyulong ((tomistoma schlegelli), dan masih jenis satwa lainnya. Disamping itu, HRGMK juga sebagai kawasan penting bagi penyimpanan karbon di alam, dengan nilai kandungan karbon yang tersimpan > 400 juta ton (berdasarkan kajian proyek CCFPI, 2003). Dan juga dengan kapasitas dari lahan gambut yang masih alami dapat menyerap air sampai 90 % dan terdapat dua kubah gambut pada kawasan tersebut, maka kawasan HRGMK juga berfungsi sebagai sumber dan pengatur air bagi sungai-sungai yang ada disekitarnya.
Semua nilai dan potensi yang terkandung pada ekosistem HRGMK di atas, sudah mengalami degradasi dan terancam hilang karena banyaknya aktivitas manusia yang kurang memperhatikan aspek kelestariannya. Sehingga sangat perlu dilakukan usaha-usaha konservasi sebagai upaya melindungi dan melestarikan potensi yang sudah diidentifikasi tersebut.
- Profil Desa Lokasi Program WPRP :
Desa Muara Merang Kecamatan Bayung Lencir kabupaten Musi Banyuasin merupakan salah satu desa yang berhubungan langsung dengan kawasan HRGMK, sehingga desa ini dijadikan desa prioritas program WPRP. Desa Muara Merang ini memiliki jarak 75 km dari ibu kota kecamatan Bayung Lencir dan berjarak 225 km dari ibu kota kabupaten MUBA (Kota Sekayu) serta berjarak 250 Km dari ibu kota provinsi Sumsel (Kota Palembang). Untuk menuju desa ini dapat melalui jalan darat (menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat) dan juga dapat melalui jalur sungai (menggunakan kendaraan air/speedboat), dengan kebutuhan waktunya 2 jam dari ibu kota kecamatan (Bayung lencir), 5 jam dari ibu kota kabupaten (Sekayu) dan 6 jam dari ibu kota provinsi (Palembang).
Desa Muara Merang memiliki luasan wilayah administratifnya ± 60.000 ha, yang berbatasan dengan empat desa sempadannya; yaitu : sebelah Utara berbatasan dengan desa Muara Medak, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Mangsang, sebelah Selatan berbatasan dengan desa Penuduhan, sebelah Timur berbatasan dengan desa Kepayang. Kondisi lahan yang ada di wilayah desa Muara Merang ini sebagian besar (60%) adalah lahan dataran rendah rawa dan rawa gambut, serta sisa-nya (40%) adalah lahan dataran rendah kering. Sedangkan penggunaan lahan yang ada saat ini hampir 50% sudah menjadi konsesi dari perusahaan perkebunan Sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI), dan 50%-nya digunakan untuk pemukiman dan Hutan Produksi (HP) dengan kondisi tanahnya bergambut dan juga masih memiliki vegetasi (hutan) yang relatif baik.
Desa Muara Merang ini terdapat dua dusun yang jarak antar dusunnya sangat berjauhan, yaitu dusun Bakung yang letaknya di bantaran sungai Lalan dan dusun Pancoran yang letaknya di Utara desa yang berbatasan dengan wilayah desa Muara Medak, bahkan untuk menuju dusun ini harus melalui provinsi Jambi. Jumlah penduduk yang ada di desa Muara Merang 360 Kepala keluarga (KK) dengan jumlah jiwanya 1.800 Jiwa. Pekerjaan dan sumber matapencaharian masyarakatnya adalah buruh perkebunan Sawit (50%), petani tanaman pangan, karet dan palawija 30% serta pedagang, kerajinan, peternakan, dan pegawai pemerintah daerah (guru) 20%.
Dusun Bakung merupakan akses utama untuk menuju kawasan HRGMK, sehingga konsentrasi program WPRP diprioritaskan kepada masyarakat yang ada di dusun Bakung, yang pelaksanaannya merupakan desiminasi keberhasilan dari program CCFPI yang telah dilakukan sebelumnya. Disamping itu juga, pada awal pelaksanaan program WPRP (tahun 2006), masyarakat yang ada di dusun Bakung merupakan masyarakat transisi dari mata pencaharian penebang kayu (Illegal logger) kepada pola pertanian menetap dan buruh perusahaan sawit, sehingga sangat diperlukan intervensi dari program WPRP didalam membangun usaha masyarakatnya yang lebih baik dan berkelanjutan.
- Profil Kelompok Binaan Program WPRP :
Program pembinaan masyarakat yang sinergis dengan konservasi kawasan desa & HRGMK, yang dilakukan melalui program WPRP pada masyarakat dusun Bakung desa Muara Merang, telah dilakukan kepada 8 kelompok swadaya masyarakat (KSM). Adapun profil dari masing-masing kelompok yang telah dibina tersebut akan dijabarkan sebagi berikut :
(1) Kelompok Hijau Lestari
Kelompok Hijau Lestari didirikan pada tanggal 27 Maret 2006, yang pada awalnya beranggotakan 5 orang dengan jumlah laki-laki 4 orang dan perempuan 1 orang. Sejalan dengan berkembangnya usaha yang dilakukan oleh kelompok ini, maka pada awal tahun 2007 melakukan penambahan anggota berjumlah 10 orang yang semuanya laki-laki. Kelompok Hijau Lestari yang di Ketuai oleh: Bapak Hendarto, yang sampai saat ini memiliki anggota 15 orang.
Pada awal berdirinya kelompok Hijau Lestari, memiliki kegiatan usaha bersama (usaha kolektif) yaitu : budidaya Cabe dan penggemukan Sapi Bali. Sejalan dengan berjalannya waktu, kegiatan usaha cabe yang dilakukan pada tahun 2006 mengalami musibah kebanjiran sehingga merugi (tidak berhasil). Disamping itu, kejadian banjir dan keadaan pasang surut yang tidak menentu tersebut juga mempengaruhi perkembangan Sapi Bali yang digemukan, maka pada awal tahun 2007 usaha penggemukan Sapi Bali dipindahkan ke dusun Tanah Tinggi dan dikelolah oleh 10 orang yang merupakan anggota baru dari kelompok Hijau Lestari.
Dengan adanya motivasi untuk tetap memiliki usaha, maka pada akhir tahun 2007 kelompok Hijau Lestari diberikan penguatan modal (pinjaman tanpa bunga) melalui program WPRP. Penguatan modal yang diberikan tersebut, digunakan oleh 5 orang anggota kelompok untuk budidaya usaha Cabe dan juga 10 orang anggota kelompok di Tanah Tinggi mengembangkan usaha tanam Kedele.
Kondisi usaha yang dilakukan sekarang (akhir Juli 2008), pertama: usaha budidaya cabe yang dilakukan oleh kelompok masih tetap dilakukan dan untuk mengurangi kegagalan dalam usaha budidaya cabe yang dilakukan oleh kelompok pada periode ini, sekarang juga dikembangkan usaha tanaman sayur-sayuran pada areal yang sama. Kedua : usaha kedele yang dilekukan oleh 10 orang anggota kelompok di Tanah Tinggi sudah melakukan panen pada bulan Maret 2008 dengan hasil yang kurang memuaskan, sehingga anggota kelompok ini akan kembali melakukan usaha penggemukan Sapi dan sekarang melalui program WPRP sudah didistribuskan pinjaman tiga Sapi dari dua belas Sapi yang direncanakan.
Salah satu bentuk persyaratan untuk mendapatkan pinjaman adalah kelompok memiliki kewajiban untuk membuat pembibitan dan atau menenam tanaman tahunan pada lahan mereka. Sehingga sampai saat ini, kelompok Hijau Lestari telah menanam ± 1.300 Batang tanaman karet pada lahan anggota kelompok, dan juga terdapat 200 batang bibit jati (polybag) berumur ± 4 bulan.
(2) Kelompok Citra Usaha
Kelompok Citra Usaha didirikan pada tanggal 25 Mei 2006, yang beranggotakan 6 orang dengan jumlah laki-laki 3 orang dan perempuan 3 orang. Kelompok yang diketuai oleh: Bapak Sahbana ini, pada awalnya telah memiliki usaha dan keahlian. Sehingga melalui program WPRP pada pertengahan tahun 2007, masing-masing usaha anggota tersebut didukung permodalan (pinjaman lunak) untuk mengembangkan usaha masing-masing anggota. Dalam satu kelompok ini terdapat tiga usaha yang dikembangkan, yaitu : usaha ternak ayam potong, usaha kerajinan kayu dan usaha budidaya cabe.
Masing-masing usaha yang dilakukan sekarang, masih berjalan dengan baik, kecuali usaha cabe yang mengalami kegagalan karena serangan hama. Oleh karena itu, untuk anggota yang melakukan usaha budidaya Cabe telah melakukan usaha alternative, yaitu menanam tanaman palawija (sayuran) pada lahan budidaya cabe sebelumnya.
Dalam upaya memenuhi kewajiban untuk mendapatkan pinjaman, yaitu membuat bibit dan atau menanam tanaman keras pada lahan masing-masing anggota. Sekarang ini sudah dilakukan penanaman karet sejumlah 500 batang (berumur ± 6 – 1 tahun) dan juga telah dibuat pembibitan berjumlah ± 85 bibit (polybag) dengan jenis tanaman campuran.
(3) Kelompok Keluarga Mandiri
Kelompok keluarga Mandiri yang didirikan pada tanggal 26 Maret 2006, diketuai oleh Bapak M. Nasir, beranggotakan 8 orang yang semuanya laki-laki. Anggota kelompok ini sebagain besar adalah mantan pembalogg (ex. Illegal logger). Dengan kesungguhannya untuk keluar dari belengu kemiskinan dan perusak hutan, maka pembentukan kelompok ini sebagai langkah awal untuk membuat usaha alternative yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Sehingga pada awal terbentuknya kelompok dikembangkanlah dua usaha, yaitu usaha pembibitan dan penaman karet pada lahan anggota dan usaha ternak ayam potong. Keinginan keras untuk membuat usaha dari anggota kelompok tersebut sangat didukung oleh Yayasan WBH. Sehingga usaha penanaman karet yang dilakukan oleh beberapa anggota kelompok (± 1.000 batang) sudah tumbuh dan berkembang dengan baik, dengan umur tanaman karetnya saat ini ± 2 tahun. Disamping usaha penanaman karet tersebut, ada 4 anggota kelompok yang mengembangkan usaha ternak ayam potong, yang sejak awal berdirinya kelompok usaha ini dapat berjalan dengan baik dan bahkan cukup membantu perekonomian rumah tangganya. Sehingga pada pertengahan tahun 2007, melalui program WPRP menambah modal (pinjaman lunak) untuk meningkatkan usaha yang dikembangkan tersebut dan usaha yang dijalankan ini juga cukup berhasil. Pada awal tahun 2008, kelompok usaha ternak ayam potong ini memiliki inisiatif baru untuk membangun usaha baru, yaitu usaha ternak ayam bertelur dengan alasan bahwa pasar ternak ayam potong sudah sangat sempit karena sudah sangat banyak masyarakat yang melakukan usaha tersebut. Oleh karena itu, inisiatif ini juga diduung oleh yayasan WBH melalui program WPRP. Sehingga melalui program WPRP telah dilakukan penambahan modal usaha (pinjaman lunak) untuk mengembangkan usaha tersebut, yang sampai saat ini (akhir bulan Juli 2008) telah dibangun kandang yang sesuai dengan kebutuhan usaha baru tersebut. Sedangkan bibit ayam bertelurnya masih dipesan di pusat pembibitan ayam bertelur kota Jambi, diperkirakan pada awal bulan September 2008 sudah bisa didatangkan dilokasi usaha kelompok.
Pemenuhan kewajiban kelompok untuk membuat bibit dan atau menanam tanaman keras, sekarang telah di tanam ± 600 batang tanaman karet di lokasi lahan anggota (berumur 6 – 10 bulan) dan telah tumbuh dengan subur.
(4) Kelompok Anggrek
Kelompok Anggrek merupakan kelompok perempuan yang memiliki motivasi tinggi untuk membantu perekonomian rumah tangga. Kelompok ini beranggotakan 8 orang, yang di ketuai oleh Ibu Kartini. Pada awal berdirinya kelompok ini telah memiliki usaha bersama berupa kerajinan kempelang ikan dan usaha simpan pinjam yang berjalan dengan baik. Maka dengan kehadiran program WPRP, kelompok ini juga dapat mengembangkan usahanya melalui penguatan modal usaha (pinjaman lunak), sehingga usaha-usaha yang dilakukan oleh kelompok sudah lebih bervariasi dan berjalan dengan baik. Adapun usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut ada adalah : ternak ayam potong, pembuatan kempelang ikan, penjualan voucher dan simpan pinjam.
Adapun dalam memenuhi kewajiban kelompok sebagai syarat mendapatkan pinjaman lunak, maka kelompok telah membuat 150 bibit tanaman (polybag) dengan jenis kayu campuran.
(5) Kelompok Lestari
Kelompok Lestari merupakan kelompok inisiatif baru dari beberapa anggota masyarakat dusun Bakung, yang setelah melihat keberhasilan dan kesungguhan kelompok yang ada. Maka pada tanggal 28 Maret 2007, 8 orang anggota masyarakat (5 orang laki-laki & 3 orang perempuan) membentuk satu kelompok usaha deangan nama Lestari. Kelompok ini di ketuai oleh Bapak M. Hasan, dengan usaha yang dikelolah oleh kelompoknya adalah ternak ayam Potong. Pada pertengahan tahun 2007, kelompok ini membangun kandang ternak tempat usaha secara swadaya kemudian setelah kandang selesai dibuat, kelompok membuat proposal perencanaan usaha untuk meminta dukungan penguatan modal usaha (pinjaman lunak) melalui program WPRP. Setelah proses beberapa bulan, maka mulai akhir tahun 2007 usaha ternak ayam potong tersebut mulai berjalan, dan sampai saat ini (akhir bulan Juli 2008) sudah melakukan 4 kali produksi yang dijual di pasar sekitar desa Muara Merang.
Dalam upaya melakukan kewajibannya membuat bibit dan atau menanam tanaman keras dilahan anggota kelompok, kelompok ini telah membuat bibit tanaman keras (dalam polybag) dengan jenis tanaman hutan (campuran) berjumlah ± 1.000 batang. Lokasi pembibitan ini dibuat dilahan ketua kelompok dan dipelihara secara bersama-sama oleh anggota kelompok.
(6) Kelompok Nelayan Sinar Lestari
Kelompok Nelayan Sinar Lestari merupakan perhimpunan masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di dalam sungai Merang. Kelompok ini didirikan pada tanggal 1 November 2006, yang diketuai oleh Bapak Samsudin dan beranggotakan 11 orang (7 laki-laki & 4 perempuan).
Kelompok Nelayan Sinar Lestari memiliki usaha yang sama yaitu mengelolah perikanan alam yang ada di hulu sungai Merang. Sebelum terbentuknya kelompok tersebut, para nelayan ini melakukan usaha perikanannya secara sendiri-sendiri dan harus melakukan pembayaran (uang sewa tangkap ikan) serta penjualan ikan hasil tangkapannya kepada pemilik lelang (pemenang lelang) sungai Merang. Sehingga masyarakat nelayan memiliki keterikatan dan menggantungkan nasibnya hidupnya pada pemilik lelang (pemenang lelang) tersebut. Setelah masyarakat nelayan berkelompok pada akhir 2006, maka kelompok nelayan bersama yayasan WBH membuat strategi bersama untuk mendapatkan hak pengelolaan sungai Merang dengan mengikuti proses lelang sungai yang akan dilakukan oleh PEMDA MUBA pada akhir tahun (bulan Desember setiap tahunnya). Sehingga dengan adanya dukungan pinjaman modal dari program WPRP serta melakukan pendekatan yang intensif dengan instansi terkait di MUBA, maka proses lelang sungai Merang pada tahun 2007 dan juga tahun 2008 ini dimenangkan (memiliki hak pengelolaan ikan) oleh kelompok Nelayan melalui Bapak Kades Muara Merang. Oleh karena itu, dalam dua tahun terakhir, kelompok nelayan dapat dengan leluasa melakukan usaha pengelolaan ikan alam di sungai Merang tersebut. Mudah-mudahan pada tahun selanjutnya, sungai Merang ini dapat terus dilakukan pengelolaannya oleh kelompok nelayan sinar lestari tersebut.
Sebagai kewajiban kelompok nelayan terhadap bantuan modal (pinjaman lunak) yang diberikan oleh program WPRP kepada kelompok tersebut, maka kelompok nelayan di syaratkan untuk melakukan pemeliharaan terhadap 5 buah Kanal yang telah dilakukan penyekatan (blocking) dan juga memelihara ± 1.200 tanaman yang telah ditanam disekitar kanal pada program CCFPI sebelumnya.
Sampai saat ini, usaha perikanan yang dilakukan oleh kelompok nelayan tetap berjalan dengan baik. Bahkan untuk mengelolah ikan pada musim air surut/kemarau ini (yang diprediksi musim ikan banyak), kelompok nelayan telah membangun empang/tuguk sebagai media (alat) menangkap ikan secara bersama-sama. Disamping usaha perikanan yang terus dilakukan dengan baik, kewajiban memelihara blocking kanal dan tanaman hasil rehabilitasi sebelumnya juga dapat dipelihara dengan baik.
(7) Regu Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (RPKHL)
RPKHL merupakan kelompok pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang dimiliki oleh desa Muara Merang. Inisiasi awal pembentukan regu pengendalian kebakaran hutan dan lahan desa adalah prakarsa South Sumatera Fire Forest Management project (SSFFMP) pada awal tahun 2006. Secara teknis pengendalian kebakaran sudah dilakukan pelatihan oleh SSFFMP terhadap 15 anggota regu tersebut, dan juga dibantu paket alat-alat pemadaman. Akan tetapi, dalam satu tahun berjalan anggota kelompok ini tidak terkoordinir lagi bahkan alat-alat yang dibantu tersebut banyak yang rusak dan hilang. Oleh karena itu, pada akhir 2007 melalui program WPRP kelompok tersebut dikoordinir lagi, dilakukan beberapa pelatihan serta diberikan juga bantuan peralatan yang sebelumnya sudah rusak atau hilang. Dan untuk mempertegas kelembagaan ini ditingkat desa, yayasan WBH bersama pengurus kelompok meminta Kepala Desa Muara Merang mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang kelembagaan tersebut. Sehingga sampai saat ini, RPKHL sudah diakui dan menjadi bagian dari kelembagaan desa serta selalu siap sedia melakukan pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang ada di desa Muara Merang.
(8) Kelompok Kenanga
Kelompok kenanga merupakan kelompok perempuan, dengan jumlah anggota 10 orang dan diketuai oleh Ibu Laila Suhat. Kelompok Kenanga ini berada di desa Kepayang yang meruapakan desa pemekaran dari desa Muara Merang (pertengahan tahun 2006). Pembentukan kelompok Kenanga ini pada tanggal 29 Maret 2006, dengan usaha kelompoknya adalah pembuatan keripik ubi singkong. Untuk mengembangkan usaha yang telah dirintis tersebut, maka pada pertengahan tahun 2007 melalui program WPRP dibantu penguatan modal usaha (pinjaman lunak) kepada kelompok tersebut. Sehingga kelompok Kenanga dapat mengembangkan usahanya tersebut lebih baik. Bahkan sampai saat ini, usaha kelompok tersebut telah berkembang menjadi usaha simpan pinjam untuk Ibu-Ibu yang membuat usaha skala kecil di desa Kepayang.
Untuk melaksanakan kewajiban kelompok didalam membuat pembibitan yang merupakan syarat mendapatkan pinjaman, maka kelompok ini telah membuat bibit tanaman jati sebanyak 300 batang yang sudah berumur 6 bulan.
Mengembangkan Usaha yang Sinergis dengan Penanam Pohon Merupakan Solusi Nyata untuk meningkatkan perekonomian
masyarakat dan perbaikan kondisi lingkungan hidup