32 Kota di Indonesia berpartisipasi dalam gerakan Earth Hour 2016


Written by Administrator


Wednesday, 13 April 2016 12:42

Setidaknya 32 kota di Indonesia berpartisipasi dalam gerakan global untuk perubahan iklim, Earth Hour.
Hadir di tahun kedelapan di Indonesia, Earth Hour mengusung tema global ‘Shine A Light on Climate Action’. Dengan mematikan lampu dan peralatan elektronik yang tidak digunakan selama satu jam, kita diajak untuk menyalakan aksi nyata mengubah gaya hidup mengurangi emisi gas rumah kaca untuk kelestarian bumi. di Indonesia akan ditandai dengan partisipasi dua ikon Indonesia yang dikenal dunia, Candi Borobudur dan Candi Prambanan.
Candi Borobudur dan Candi Prambanan, dua situs warisan budaya dunia di Indonesia, tak ketinggalan menjadi bagian dari Earth Hour tahun 2016. Partisipasi dua ikon Indonesia, di antara lebih dari 70 ikon lainnya di kota yang berpartispasi, menjadi simbol komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Saya mengingatkan kembali bahwa satu jam malam ini adalah simbol dari awal komitmen kita. Mari bersama wujudkan perubahan gaya hidup yang niscaya membawa perubahan baik bagi kelestarian bumi kita,” ujar Dr. Efransjah, CEO WWF Indonesia melalui siaran persnya.
Perubahan iklim merupakan ancaman nyata bagi kelestarian kekayaan alam, keanekaragaman hayati dan kelangsungan hidup kita. “Earth Hour kembali mengingatkan kekuatan setiap dari kita dalam melakukan perubahan, yang diperlukan untuk mengubah perubahan iklim. Setiap dari kita berkewajiban untuk berkontribusi dalam perubahan tersebut agar mampu menjamin anak-cucu kita masih bisa menikmati sumber daya dan kekayaan yang dimiliki bumi kita untuk kesejahteraan mereka.,” lanjut Dr. Efransjah.
Untuk partisipasi kedua ikon cagar budaya Indonesia, khususnya Candi Borobudur yang baru pertama kalinya menjadi  bagian dari Earth Hour.
Direktur Pemasaran dan Kerjasama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko (Persero), Ricky SP Siahaan mengatakan, pihaknya menyadari bahwa warisan budaya dunia, Candi Borobudur dan Candi Prambanan, pun tak lepas dari dampak perubahan iklim.
Oleh karenanya, Candi Borobudur dan Candi Prambanan menjadi bagian dari gerakan Earth Hour untuk turut menyiarkan pentingnya perubahan gaya hidup sebagai salah satu cara memenuhi komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
Sementara itu, Kepala Unit Taman Wisata Candi Borobudur, Chrisnamurti Adiningrum menegaskan bahwa ancaman pemanasan global menyadarkan kita untuk mengubah gaya hidup dengan hemat energi. “Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mematikan lampu atau alat elektronik selama 1 jam pada 19 Maret 2016 ini. Candi Borobudur berpartisipasi pada acara Earth Hour sebagai bentuk komitmen tentang perilaku hemat energi yang sudah dilakukan”, kata Chrisnamurti Adiningrum.
Selain kedua ikon yang mendunia tersebut, setidaknya 70  ikon yang didukung 37 komunitas Earth Hour Indonesia di berbagai kota juga akan menjadi tanda partisipasi Indonesia dalam Earth Hour tahun ini. Partisipasi Candi Borobudur dan Candi Prambanan pada Earth Hour 2016 didukung penuh oleh PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko (Persero), Balai Konservasi Borobudur dan Prambanan, serta UNESCO. Perayaan Earth Hour di Candi Borobudur pada hari ini dipusatkan di Lapangan Aksobya sejak pukul 19.30 WIB yang diisi beragam kegiatan pentas seni masyarakat sekitar Borobudur yang tergabung dalam program UNESCO.
Mengenai partisipasi dan kolaborasi ini Mr Shahbaz Khan, Direktur dan Representatif Kantor UNESCO di Jakarta mengatakan,  UNESCO Climate Change Initiative mencakup kegiatan untuk memantau dampak dari perubahan iklim di situs-situs UNESCO antara lain Situs Warisan Dunia dan taman biosfer.
Earth Hour yang diadakan oleh WWF di dua situs Warisan Dunia UNESCO dan merupakan ikon Indonesia, Candi Borobudur  dan Candi Prambanan, menyampaikan pesan kuat mengenai pentingnya pelestarian sumber daya alam dan budaya untuk generasi mendatang.
“Kami berharap bahwa acara ini akan meningkatkan kesadaran publik untuk lebih memahami, mencegah dan beradaptasi terhadap perubahan iklim. UNESCO juga menghargai keterlibatan aktif masyarakat setempat di Borobudur dalam rangkaian kegiatan Earth Hour, termasuk partisipasi aktif mereka dalam lokakarya mengenai kelestarian lingkungan yang diadakan bersama oleh UNESCO dan WWF di Galeri Komunitas, Desa Karanganyar, Borobudur.”tuturnya.
Sementara itu secara khusus, Iskandar M. Siregar selaku Kepala Seksi Konservasi dari Balai Konservasi Borobudur menyampaikan, pihaknya mendukung sepenuhnya kegiatan Earth Hour di Candi Borobudur. Selain untuk memberikan kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan, partisipasi Candi Borobudur dalam Earth Hour juga diharapkan dapat semakin menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pelestarian saujana budaya Borobudur secara lebih khusus, karena merupakan integritas yang tidak bisa dipisahkan dari Candi Borobudur sebagai Warisan Dunia yang telah diakui oleh UNESCO sejak tahun 1991.

2050 diperkirakan muka air laut naik, 2000 pulau terancam tenggelam

YOGJAKARTA, Fenomena perubahan iklim yang memicu kenaikan muka air laut, ribuan pulau terancam tenggelam.
“Menurut para ahli, pada 2050 akan ada kenaikan permukaan air laut setinggi 90 CM sehingga bisa menenggelamkan 2.000 pulau kecil di Indonesia,” kata staf ahli bidang kebijakan publik Kementerian Kelautan dan Perikanan, Achmad Poernomo pada peluncuran minat studi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim itu di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta kemarin.

Poernomo mengatakan, apabila kondisi tersebut terjadi, maka akan ada 2.000 pulau yang tenggelam dan 42 juta rumah di pinggir pantai akan hilang.
“Kenaikan muka air laut merupakan salah satu risiko bencana yang timbul dari dampak perubahan iklim,” kata Pernomo seperti dikutip dari kantor berita Antara.
Menurut dia, dampak lain yang ditimbulkan perubahan iklim adalah adanya ketidakpastian musim dalam kegiatan penangkapan ikan serta perubahan migrasi ikan dan jumlah ikan yang terdampar semakin banyak.
Bencana dari dampak perubahan iklim itu, kata dia, perlu ditanggulangi dan diantisipasi oleh pemerintah dan masyarakat dengan mendukung program pembangunan secara berkelanjutan.
“Menteri Kelautan dan Perikanan sudah menulis surat memohon kepada seluruh kepala daerah untuk mengelola sumber daya secara berkelanjutan,” katanya.
Ketua Magister Manajemen Bencana UGM Sudibyakto mengatakan, hampir 85 persen bencana di Indonesia sangat terkait dengan fenomena perubahan iklim.
Meskipun memiliki tingkat risiko bencana yang sangat tinggi, kata dia, ketersediaan sumber daya manusia (SDM) dalam bidang penanggulangan bencana masih sangat terbatas.
“Jumlah SDM dalam bidang penanggulangan bencana tidak sebanding dengan risiko bencananya,” kata Sudibyakto.
Menurut dia, guna mengatasi adanya ketimpangan antara ancaman bencana dan ketersediaan SDM bidang menajemen bencana itu, Indonesia diperkirakan dalam kurun waktu 15 tahun ke depan membutuhkan SDM manajemen bencana sebanyak 1.500 sarjana, 250 magister, dan 50 doktor.
Selain SDM, kata dia, komitmen pemerintah daerah dalam mengalokasikan dana untuk program penanggulangan bencana masih sangat terbatas bahkan belum masuk skala prioritas.
“Kondisi itu menyebabkan program dan kegiatan pengurangan risiko bencana di daerah tidak dapat terencana dan terlaksana dengan baik,” katanya.

Mengatasi Akar Masalah Perubahan Iklim


Written by Administrator

Palembang, YWBH menyambut baik kebijakan baru pemerintah Indonesia yang segera melarang pembukaan dan eksploitasi gambut di seluruh Indonesia dan memerintahkan penutupan kanal-kanal  untuk menaikkan permukaan air tanah hingga mendekati permukaan gambut untuk menghindari kebakaran lahan gambut.

Kebijakan ini juga melarang penanaman baru di lahan yang terbakar, namun mengharuskan upaya restorasi di wilayah tersebut dan melakukan investigasi dan tindak pidana pembakaran hutan.

Yulhendrawan, Deputi Direktur YWBH menilai, langkah yang diambil Presiden Jokowi adalah langkah tepat dalam mengantisipasi kebakaran pada tahun mendatang dengan melarang ekspansi perkebunan sawit di lahan gambut, dan meminta saluran kanal-kanal untuk disekat/ditutup. “Namun hal ini juga perlu diperkuat dengan memastikan bahwa lahan yang terbakar harus direhabilitasi bukan ditanamani dengan kelapa sawit. Hal itu juga hanya akan berhasil apabila seluruh tingkat pemerintahan di Indonesia dari tingkat bawah ke tingkat atas menjalankan kebijakan baru ini.”ujar Yulhendrawan.

YWBH mendesak perusahaan HTI dan perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk menjalankan instruksi baru pemerintah ini, dan memperingatkan bahwa tonggak inisiatif ini akan gagal tanpa dukungan dari industri dan seluruh jajaran pemerintahan pusat dan daerah.

Deforestasi dan pengeringan gambut selama puluhan tahun adalah merupakan akar masalah dari krisis kebakaran hutan dan gambut Indonesia yang telah menciptakan kondisi kesehatan yang memprihatinkan dan dampak lingkungan lintas kawasan.

Pada 24 Oktober lalu, Presiden Joko Widodo mengeluarkan instruksi untuk menangani kebakaran hutan dengan melarang pembangunan lebih lanjut di gambut. Pada tanggal 3 dan 5 November, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan instruksi formal kepada seluruh perusahaan perkebunan yang memerintahkan mereka untuk menghentikan ekspansi lebih lanjut di gambut.

Menurut Yulhendrawan, kebijakan tersebut harus dibuat lebih praktis dengan target waktu pelaksanaan yang jelas dan mengikat termasuk pemberian sanksi bagi perusahaan-perusahaan yang mengabaikan kebijakan ini. Perusahaan-perusahaan HTI dan kelapa sawit harus merilis data dan peta yang menunjukan lahan konsesi (HGU) mereka. “Bagaimana kita dapat mempercayai mereka jika mereka abai terhadap presiden dengan melanjutkan penghancuran gambut?”paparnya.

Dikatakan, kebijakan yang melarang pemberian izin di atas lahan gambut ini sejalan dengan kebijakan Moratorium. Pemerintah Indonesia telah menerapkan moratorium izin baru konsesi di gambut, namun hal ini sering diabaikan oleh pemerintah daerah, khususnya di tingkat kabupaten di mana alokasi lahan biasanya terkait dengan korupsi. Peta penggunaan lahan yang bisa diakses publik menjadi penting untuk memberi jalan bagi masyarakat sipil dalam mengawasi bagaimana larangan kebijakan presiden atas pembukaan gambut ini bisa dilaksanakan.

Yulhendrawan menambahkan keputusan Presiden Jokowi yang melarang pembangunan gambut adalah langkah pertama  menuju  masa depan yang lebih baik bagi masyarakat dan lingkungan hidup di Indonesia.

“Ini menjadi contoh yang penting dari seorang pemimpin negara untuk mengatasi akar masalah perubahan iklim di ajang pertemuan iklim Paris. Perusahaan harus bekerjasama dengan pemerintah untuk menjalankan kebijakan ini dan memastikan berhenti melakukan bisnis dengan perusahaan yang masih melakukan deforestasi dan penghancuran gambut.”jelasnya.

Pelaku Bom Bunuh Diri Serang 15 Orang tewas


Written by Administrator

Kabul – Sekitar 15 orang tewas dalam sebuah serangan bom bunuh diri pada sebuah acara pemakaman di Afghanistan. Salah satu dari korban yang tewas merupakan anggota parlemen Afghanistan.

Seperti diberitakan oleh AFP, Minggu (25/12/2011), setidaknya 15 orang termasuk seorang anggota parlemen di Afganistan tewas dalam serangan bunuh diri pada saat acara pemakaman.

“Dalam sebuah acara pemakaman, terjadi serangan pelaku bom bunuh diri dan menewaskan 15 orang termasuk anggota parlemen Abdul Mutalib,” ujar Gubernur Takhar Abdul Jabar Taqwa.

“Saya juga diundang untuk upacara itu tetapi saya tidak pergi. Targetnya adalah saya atau Mutalib,” tambahnya.

Kepala polisi Takhar, Jenderal Khair Mohammad Temor, mengkonfirmasi serangan tersebut. “Penyerang bunuh diri yang mengenakan rompi menyerang prosesi pemakaman di kota terletak di Takhar,” ujarnya.

“Akibatnya sepuluh orang tewas dan 38 orang lainnya terluka. Mereka telah dibawa ke rumah sakit” jelasnya.

Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Sigid Widagdo, ST


Written by Administrator

Implementator Lapangan Rencana Kelola Hutan Desa (RKHD) Sumatera Selatan

Tiga Desa di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin Sumsel Mulai Mengembangkan Model Pengelolaan Hutan Desa

Akses mengelola kawasan hutan bagi masyarakat saat ini mulai difasilitasi oleh pemerintah. Peluang ini merupakan tonggak sejarah dan sekaligus kesempatan bagi masyarakat untuk berperan dalam memanfaatakan kawasan dan sumberdaya hutan yang ada disekitar mereka. Kita mengetahui bahwa selama ini kesempatan mengelola kawasan hutan lebih banyak diberikan kepada pihak swasta (perusahaan kehutanan) dan BUMN, dan ternyata ketimpangan pemberian kesempatan ini diberbagai tempat telah menimbulkan rasa ketidak-adilan masyarakat sehingga menjadi sumber pemicu kecemburuan sosial khususnya dalam pemanfaatan kawasan dan sumberdaya hutan.
Sebagai upaya masyarakat untuk memperoleh akses terhadap kawasan hutan guna untuk pemanfaatan dan pelestarian, maka tiga desa hutan di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan masing-masing : Desa Muara Merang, Kepayang dan Muara Medak pada tahun 2009 yang lalu telah mengajukan usulan pengelolaan hutan desa kepada Menteri Kehutanan melalui Bupati Musi Banyuasin. Pilihan usulan model hutan desa ini tentunya didasari oleh beberapa hal, diantaranya adalah areal kelola masyarakat sudah semakin sempit karena telah diberikan konsesi kepada perusahaan-perusahaan perkebunan sawit dan HTI, minat masyarakat untuk mengelola hutan cukup tinggi dan masih tersedia kawasan hutan yang belum dibebani hak.
Pada awal tahun 2010 ini, usulan hutan desa yang telah diajukan masyarakat kepada Menteri Kehutanan melalui Bupati Muba mendapat respon positif, dimana pada tanggal 21 Januari 2010 Menteri Kehutanan RI telah menetapkan areal pencadangan hutan desa Muara Merang seluas 7.250 ha pada kawasan hutan produksi Lalan Kabupaten Muba Provinsi Sumatera Selatan dengan SK No. 54/Menhut-II/2010, dan saat ini sudah mulai diinisiasi penyusunan Rencana Kerja Hutan Desa sebagai tahapan berikutnya. Sedangkan usulan dua desa lainnya yaitu desa Kepayang dengan luas usulan 6000 ha dan Muara Medak dengan luas usulan 10.900 ha pada tanggal 18 Maret 2010 telah dilakukan verifikasi lapangan oleh Tim Verifikasi Kementerian Kehutanan.

Deddy Permana, S.Si


Written by Administrator


Friday, 14 January 2011 07:00

Deddy dan Kepedulian terhadap Hutan Sumsel

Bagi Deddy Permana (33), tidak ada hal yang lebih memuaskan dirinya, kecuali menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk kelestarian lingkungan hidup Sumatera Selatan.

Bersama 12 aktivis mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Sumsel, Deddy mendirikan organisasi Wahana Bumi Hijau, disingkat WBH, tahun 2000. Visi organisasi tersebut adalah terwujudnya suatu tatanan masyarakat yang berdaya dan berkontribusi aktif dalam pelestarian lingkungan hidup.

WBH, menurut Deddy, adalah sebuah organisasi yang menghimpun berbagai organisasi lingkungan hidup dan organisasi yang peduli kepada nasib petani. Tujuan pendirian WBH adalah melakukan penelitian untuk mendukung kampanye lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat yang hidup di sekitar hutan, kata Deddy, yang menjabat Direktur Eksekutif WBH sejak 2005.

Menurut pria yang lahir di Pengandonan, Ogan Komering Ulu, pada 29 Desember 1976 itu, kegiatan WBH antara lain melakukan penelitian terhadap kebakaran hutan di kawasan hutan gambut di Sumsel.

WBH juga melakukan penelitian bagaimana caranya meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang hidup di lahan gambut.

Kami melakukan penelitian agar masyarakat yang hidup di sekitar hutan dapat berperan dalam menyelamatkan lingkungan sekaligus mendapat manfaat secara ekonomi, kata Direktur Wahana Bumi Hijau (33) ini.

Salah satu caranya adalah memberikan dana bergulir. Syaratnya, masyarakat harus melakukan penanaman di lahan kritis dan menjaga agar tanaman tetap hidup. Dana berasal dari donor nasional dan internasional.

Alumnus Universitas Sriwijaya Jurusan MIPA Biologi itu mengungkapkan, WBH bukan organisasi kampanye lingkungan hidup, tetapi lebih menitikberatkan pada penelitian walaupun hasil penelitian WBH pada akhirnya juga digunakan untuk kampanye lingkungan hidup oleh organisasi lain.

Isu mengenai lingkungan hidup di Sumsel yang masih aktual adalah perubahan iklim, kerusakan hutan, dan kemiskinan masyarakat, kata Deddy.

Sebagai salah satu pendiri WBH, Deddy berharap organisasi tersebut dapat terus eksis. Oleh karena itu, dia dan sejumlah aktivis WBH giat melakukan kaderisasi kepada para mahasiswa.

Sejak berdiri 10 tahun lalu, WBH mengalami perkembangan. Dimulai dari kamar indekos di Indralaya, WBH kini memiliki kantor di Jalan Cut Nyak Dien, Palembang, dan menjadi organisasi yang memiliki akuntabilitas.

”Ada kepuasan kalau saya bisa berkontribusi terhadap perbaikan lingkungan dan masyarakat, ujarnya. (WAD)

Sumber : www.kompas.com

Adiosyafri, S.Si


Written by Administrator


Friday, 14 January 2011 07:00

Mengabdi Menjadikan Hutan Lestari

“Orang-orang ini telah terbukti mampu menunjukkan secara nyata jalan keluar yang bisa menjadi alternatif untuk mengatasi persoalan-persoalan sosial dalam masyarakat, sesuai dengan bidang-bidang yang mereka geluti”. Sanjungan yang disampaikan Dr. Imam Prasodjo, sosiolog Universitas Indonesia itu, salah satunya ditujukan kepada seorang putra daerah Sumatera Selatan, Adiosyafri namanya.

Adios, demikian pria kelahiran Muaraenim, Sumatera Selatan, ini biasa disapa, menjadi salah satu penerima penghargaan Indonesia Berprestasi Award 2009. Adios terpilih menjadi penerima penghargaan Special Recognition pada Kategori Sosial Kemasyarakatan. Penghargaan Bagi para Pengabdi Masyarakat ini diberikan oleh PT.Excelcomindo Pratama Tbk (XL) pada tahun 2009 lalu.

Keperduliannya di bidang sosial kemasyarakatan, khususnya lingkungan hidup melahirkan komitmen yang tinggi pada sosok pria yang dilahirkan pada 30 September 1976 ini. Sebagai seoarang putra Sumatera Selatan, Adios mengaku prihatin akan kerusakan lingkungan yang terjadi,
terlebih kerusakan lingkungan tersebut terjadi di salah satu provinsi yang memiliki kekayaan alam ini.

Sampai dengan kini, terhitung sepuluh tahun lebih, Adios telah bergelut dalam bidang sosial kemasyarakatan dan lingkungan. Kini, dia aktif bersama teman-temannya di Yayasan Wahana Bumi Hijau (YWBH). Selain di YWBH, alumni Universitas Sriwijaya Jurusan MIPA Fisika Angkatan 1995 ini juga menjabat sebagai Kepala Divisi perencanaan & Evaluasi Program pada Konsorsium Pengelolaan Sumberdaya Alam Berkelanjutan Sumatera Selatan dan Koordinator Presedium Forum Pendidikan Lingkungan Hidup
Sumatera Selatan.

“Kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan sudah harus ditanamkan kepada anak-anak. Sebab pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi merupakan diakibatkan dari orang-orang yang tidak memiliki kesadaran yang baik akan pentingnya lingkungan yang lestari,” ujarnya yang beberapa waktu belakangan ini berkesempatan menjadi mentor Climate for Classroom (C4C) pada 6 Sekolah Islam di Kota Palembang yang difasilitasi oleh British Council.

Ironis memang, ujar Adios, ketika daerah yang memiliki sumber daya alam yang kaya dirusak oleh orang-orang dengan alasan keterbatasan ekonomi. “Walau pembalakan liar secara besar-besaran disponsori oleh pemodal besar dengan kerja yang terorganisi, namun tidak sedikit masyarakat sekitar hutan karean keterbatasan ekonomi bekerja menjadi buruh upahan dalam proses pembalak liar tersebut,” tegasnya.

Karena itu, Adios bersama teman-temannya juga aktif melakukan pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat sekitar hutan. “Seperti yang pernah dilakukan di masyarakat sekitar lahan gambut, kita melakuan penggalian potensi ekonomi dan berupaya mengembangkan potensi tersebut sebagai mata pencarian alternativ, sehingga masyarakat mengesampingkan pendapatan sebagai pembalakan liar atau dengan pola konpensasi menjaga lingkungan hidup,” tutur pria yang mengkoordinatori Pengembangan Ekonomi Produktif Masyarakat Miskin di kawasan Buffer Zone Taman
Nasional Sembilang.

Dengan cara tersebut, lanjutnya, banyak lahan kritis yang bisa diselamatkan. Upaya tersebut juga tidak memerlukan banyak modal. Misalkan dengan pemberdayaan ekonomi, masyarakat diwajibkan melakukan pembibitan tanaman tertentu, penanaman dan pemeliharaan pohon tersebut
sebagai kompensasi dari manfaat ekonomi yang telah diperoleh.

“Permasalahan lingkungan kerusakanan hutan lainnya, adalah kebakaran hutan yang kerap terjadi pada saat musim kemarau,” katanya.
Menurutnya, persoalan kebakaran tidak hanya bagaimana memadamkan api, tapi juga melakukan pencegahan terjadinya kebakaran.
Seperti halnya dalam menyelamatkan lahan gambut dari kebakaran. Masyarakat membuat tebat di sepanjang parit yang banyak terdapat di sekitar Sungai Merang dan Sungai Kepayang. Tebat semipermanen itu terbuat dari kayu dan papan. Tujuan membuat tebat agar air yang mengalir di parit tidak cepat kering saat musim kemarau sebab tanah gambut sangat cepat menyerap air sehingga rawan terjadi kebakaran hutan.
Hal tersebut menjadi penting dilakukan karena Sumatera Selatan merupakan salah satu propinsi yang masih memiliki lahan gambut dengan seluas sekitar 200.000 hektare dengan ketelabalan 1-6 meter, tepatnya terletak di Kabupaten Musi Banyuasin.
“Sayangnya, keberadaan lahan gambut tersebut selalu terancam kerusakan. Pada era hak pengelolaan hutan (HPH), kawasan tersebut rusak akibat penggundulan hutan. Sekarang, pada era reformasi terancam oleh proyek hutan tanaman industri (HTI) dan pembalakan liar,” tegas Adios.
Adios menegaskan, upaya penyelamatan lingkungan tidak bisa dilakukan secara parsial. Pemerintah, lembaga swasta, dan masyarakat harus memiliki cara pandang dan komitmen yang kuat terhadap penyelamatan lingkungan.
Terkait dengan pemerintahan Sumatera Selatan sendiri, lanjutnya, sudah merespon baik terhadap pembalakan liar yang terjadi. Tim pemberantasan pembalakan liar di Sumatera Selatan akan dibentuk disetiap kabupaten atas inisiasi Gubernur Sumatera Selatan H. Alex Noerdin.

Sumber : www.beritamusi.com

Eko Suroso, S.Hut, M.Si


Written by Administrator


Thursday, 28 February 2013 12:19

Pembangunan HD / HKM di Provinsi Sumatera Selatan

Dalam Acara Focus Group Discussion (FGD) untuk Menyusun Strategi Bersama Perluasan Wilayah Kelola di Sumatera Selatan. Palembang, 27 28 Februari 2013 yang diselenggarakan oleh Yayasan Wahana Bumi Hijau (WBH), Bapak Eko Suroso, S.Hut, M.Si
mewakili BPDAS MUSI. dalam kesempatan ini menyampaikan indikasi peluang hutan desa di sumatera selatan yaitu berkaitan dengan Jumlah desa-desa di dalam dan di sekitar hutan (HP dan HL) di Provinsi Sumatera Selatan + 699 desa dengan potensi luas kawasan + 2.025.097,16 Ha :
439 desa terdapat di kawasan hutan produksi (HP) luasnya + 1.597.982,26 Ha
260 desa terdapat di kawasan hutan lindung (HL) luasnya + 427.114,60 Ha

sebagaimana HKm dan HD menjadi Program Nasional juga menjadi target nasional dan sebagai upaya kontribusi pemerintah terhadap issue global Perubahan Iklim ( mitigasi dan adaptasi dan Komitmen RI penurunan emisi 26 % nasional pada th 2020 sektor Kehutanan sebesar 14 %)

  • Target capaian HKm seluas 2.500.000 Ha selama 20102014 (Renstra Kementerian Kehutanan)
  • Target capaian HD seluas 500.000 Ha selama 20102014 (Renstra Kementerian Kehutanan)
  • Capaian HKm per tahun 500 ribu ha
  • Capaian HD per tahun 100 ribu ha

Berikut data Usulan HD dan HKM di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2010 – 2012

DATA USULAN HUTAN KEMASYARAKATAN 2010 s/d 2012
No. KABUPATEN LOKASI
Kecamatan Desa Luas
1. Lahat Kota Agung Singapure 1.772
Kota Agung Tunggul Bute 800
Mulak Ulu Pengentaan 500
2. Musi Rawas STL Ulu Terawas Sukakarya 360
Jumlah 3.432
DATA USULAN HUTAN DESA 2010 s/d 2012
No. KABUPATEN LOKASI
Kecamatan Desa Luas
1 Muba Bayung Lencir Muara Medak 10.900
Kepayang 6.000
Jumlah 16.900
2 Muara Enim Semendo Darat Ulu Plakat 3.000
Semendo Darat Ulu Danau Gerak 5.000
Semendo Darat Ulu Tanjung Tiga 1.000
Semendo Darat Ulu Penindaian 500
Semendo Darat Ulu Muara Danau 1.000
Semendo Darat Ulu Tanjung Agung 1.420
Semendo Darat Ulu Cahaya Alam 840
Semendo Darat Tengah Gunung Agung 1.100
Semendo Darat Tengah Kota Padang 1.110
Semendo Darat Tengah Muara Tenang 1.700
Semendo Darat Ulu Segamit 3.280
Semendo Darat Tengah Seri Tanjung 620
Semendo Darat Tengah Tenam Bungkuk 1.100
Jumlah 21.670
3 Musi Rawas Megang Sakti Campursari 586
Megang Sakti Jajaran Baru I 510
Megang Sakti Muara Megang I 800
Tuah Negri Bamasco 811
Tuah Negri Lubuk Rumbai 430
Jumlah 3.137
Jumlah Total 41.707

Lengkap Slide Presentasi Dapat didownload DISINI

SUTOMO, S.Hut., MSi


Written by Administrator


Thursday, 28 February 2013 11:07

Peraturan Hutan Desa & Hutan Kemasyarakatan
Dalam Acara Focus Group Discussion (FGD) untuk Menyusun Strategi Bersama Perluasan Wilayah Kelola di Sumatera Selatan. Palembang, 27-28 Februari 2013 yang diselenggarakan oleh Yayasan Wahana Bumi Hijau (WBH), Bapak SUTOMO, S.Hut, MSi mewakili Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan Memaparkan tentang Peraturan Hutan desa dan Peraturan Hutan Kemasyarakatan.
Dalam paparan tersebut pada Acara Focus Group Discussion (FGD) untuk Menyusun Strategi Bersama Perluasan Wilayah Kelola di Sumatera Selatan. Palembang, 27-28 Februari 2013 yang dihadiri oleh perwakilan dari 6 (enam) kabupaten di Sumatera Selatan itu, Bapak Sutomo memberikan gambaran umum tentang atutan-aturan yang mengatur terbitnya SK Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat

Luas kawasan hutan di Provinsi Sumatera Selatan adalah 3.760.662 (+ 43,22 % Luas Provinsi 87,017 Km2)

  • Hutan Lindung (HL) : 558.609 Ha
  • Hutan KonservasiSuaka Alam (HSA): 711.778 Ha
  • Hutan Produksi Terbatas (HPT) : 236.382 Ha
  • Hutan Produksi Tetap (HP) : 1.669.370 Ha
  • Hutan Produksi Konversi (HPK) : 584.523 Ha

Jml penduduk 7,12 juta jiwa, 11 Kab dan 4 kota, 149 kecamatan, 2.421 desa

Hutan Desa (HD)
dimana konsef hutan desa yaitu untuk memberikan akses kepada masyarakat setempat melalui lembaga desa dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari,dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan
Paparan Pengelolaan Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan oleh Bapak Supomo, S.Hut , MSI mewakili Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Selatan
Peraturan Pelaksana untuk Hutan Desa,

  • Undang undang nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan Alinea 8, 9, 13
  • PP Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan penyusunan rencana pengelolaan Hutan, serta pemanfaatan Hutan
  • PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah Kabupaten/Kota.
  • Permenhut No. P.49/Menhut-II/2008, Jo. Permenhut No. P.11/Menhut-II/2010, Jo Permenhut No. P.14/Menhut-II/2010, Jo
  • Permenhut No. P. 53/Menhut-II/2011

dalam kesempatan itu pula, bapak Sutomo juga memberikan gambaran tentang Tata Cara Penetapan Areal Kerja Hutan Desa, berikut beberapa alur yang disampaikan;

  • Penetapan dilakukan oleh Menteri berdasarkan usulan Bupati/Walikota
  • Bupati/Walikota mengusulkan penetapan areal kerja HD kepada menteri berdasarkan permohonan Kepala Desa dan dilengkapi ( Peta skala 1 : 50.000 dan gambaran kondisi kawasan hutan) dan usulan ditembuskan Gubernur setempat.
  • Verifikasi lokasi oleh tim yang dibentuk oleh Menteri untuk mengetahui kepastian hak/iziin yang dikelola serta kesesuaian dengan fungsi kawasan
  • Tim verifikasi dapat menolak atau menyetujui usulan untuk menetapkan areal kerja Hutan Desa.
  • Penetapan disampaikan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota setempat.

Hutan Kemasyarakatan (HKm)
Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah Hutan Negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat.

maksud dan tujuan dibentuknya Hutan Kemasyarakatan adalah untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat
agar terciptanya kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup

Areal kerja hutan kemasyarakatan adalah satu kesatuan hamparan kawasan hutan yang dapat dikelola oleh kelompok atau gabungan kelompok masyarakat setempat secara lestari yaitu Kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi

KETENTUAN PENETAPAN :

  • Belum dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hasil hutan; dan
  • Menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat

Prinsif Dasar

  • tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan;
  • pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dapat dilakukan dari hasil kegiatan penanaman
  • mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya;
  • menumbuhkembangkan keanekaragaman komoditas dan jasa;
  • meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan;
  • memerankan masyarakat sebagai pelaku utama;
  • adanya kepastian hukum;
  • transparansi dan akuntabilitas publik;
  • partisipatif dalam pengambilan keputusan

Tahapan Perizinan

  • Fasilitasi = Oleh Pemerintah kabupaten/Kota yang dapat dibantu oleh Pusat dan Pemprov dan dapat dibantu oleh : perguruan tinggi/lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat; LSM; lembaga keuangan; Koperasi; dan BUMN/BUMD/BUMS
  • pengembangan kelembagaan kelompok masyarakat setempat.
  • pengajuan permohonan izin
  • penyusunan rencana kerja hutan kemasyarakatan.
  • teknologi budidaya hutan dan pengolahan hasil hutan.
  • pendidikan dan latihan
  • akses terhadap pasar dan modal
  • pengembangan usaha.
  • Pemberian Ijin = diberikan kepada kelompok masyarakat setempat yang telah mendapat fasilitasi pada kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan dengan surat Keputusan Menteri

Komitmen Bank Pada Pelestarian Lingkungan


Written by Administrator


Thursday, 26 November 2015 11:33

Delapan bank berkomitmen menjadi perintis

Komitmen tersebut dituangkan melalui Proyek Percontohan (Pilot Project) kerjasama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan WWF-Indonesia yang bertajuk “Langkah Pertama untuk Menjadi Bank yang Berkelanjutan”. Kedelapan bank tersebut adalah, Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB dan Bank Artha Graha Internasional.

Menurut Efransjah, CEO WWF Indonesia,  komitmen ini merupakan langkah besar yang diambil para bank tersebut, hanya kurang dari setahun setelah diluncurkannya  Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan oleh OJK pada 5 Desember 2014.

Proyek percontohan tersebut bertujuan  mendukung penyiapan kompetensi bank menyangkut sasaran dalam Peta Jalan  Keuangan Berkelanjutan di Indonesia periode 2014-2019. Kompetensi yang disasar secara khusus adalah kemampuan organisasi dalam mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnisnya. Juga untuk meningkatkan porsi pembiayaan ke kegiatan bisnis yang dilakukan secara berkelanjutan,.

Hal senada juga disampaikan Muliaman D. Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK. “Langkah besar yang diambil oleh delapan bank yang mewakili 46% aset perbankan nasional ini diharapkan  mendorong bank dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya mengikuti jejak mereka untuk mulai menerapkan keuangan berkelanjutan di Indonesia.”kata Muliaman.

Efransjah dalam rilinya yang diterima Beritalingkungan.com, mengapresiasi komitmen bank dalam mengelola dan menerapkan aspek lingkungan, sosial dan tata kelola. “Bank turut mengambil peran untuk meningkatkan profil kinerja perusahaan di Indonesia.”ujarnya.

Selain menjadikan dirinya sebagai bagian dari industri perbankan yang berkelanjutan, bank juga akan memiliki kekuatan untuk mendorong perusahaan kliennya menerapkan aspek lingkungan, sosial dan tata kelola ini dalam proses bisnis mereka secara menyeluruh.”

“Proyek percontohan ini menjadikan tersedianya ruang dialog yang kondusif bagi praktisi perbankan berkelanjutan dengan melibatkan para ahli dan praktisi perbankan serta pelaku usaha industri untuk bertukar keahlian dan pengalaman. Khususnya terkait informasi tentang kisah keberhasilan bank dalam membantu mengatasi isu berkelanjutan yang dihadapi kliennya, yang dapat dijadikan referensi,” jelas Efransjah.

OJK bersama WWF akan mendampingi kedelapan bank ini untuk mulai menerapkan keuangan berkelanjutan secara sistematis dengan mengambil contoh kasus pada sektor kelapa sawit. Proyek ini akan berjalan selama 1,5 tahun yang dimulai  pada Januari 2016.

“Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditi ini dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Edi Setijawan, Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK.

Sebagai bagian dari proyek percontohan,  bank peserta akan mendapatkan serangkaian pendampingan teknis meliputi identifikasi profil risiko LST bank dari berbagai sektor.dan bagaimana mengembangkan kerangka memitigasi risiko LST. Proses ini juga sekaligus memanfaatkan peluang-peluang yang teridentifikasi melalui diskusi terbatas dengan para ahli perbankan, serta pelaku industri.

Sebagai bekal persiapan regulasi keuangan berkelanjutan di tahun 2016, OJK bersama WWF telah pula mengembangkan buku panduan yang berjudul ‘Integrasi Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola: Panduan Untuk Memulai Implementasi bagi Bank’.

“Peran aktif perbankan, OJK dan WWF Indonesia ini dilakukan dalam rangka mendorong  integrasi LST secara bertahap hingga akhirnya praktik bank dan LJK lainnya di Indonesia dapat mencapai standar kinerja terbaik untuk aspek LST.” tambah Efransjah (Wan) (Sumber: Berita Lingkungan)