Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu


Written by Administrator


Saturday, 28 September 2013 17:39

Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu di Areal Kerja Hutan Desa Muara Merang
Hutan Rawa Gambut Merang (HRGM) merupakan salah satu kawasan kubah gambut terluas yang ada di Sumatera Selatan dengan luas sekitar 125 ribu hektar. Pada awal tahun 2010 yang lalu sebagian kecil dari hamparan rawa gambut ini, yaitu seluas 7. 250 ha ditetapkan oleh Menteri Kehutanan RI sebagai areal kerja Hutan Desa, lokasinya berada dalam wilayah Dusun III (Pancuran) Desa Muara Merang Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Areal kerja hutan desa ini merupakan hutan sekunder tua bekas HPH PT. Bumi Raya Utama Wood Industries (PT. BRUWI) yang operasional tahun 1979 dan berakhir tahun 1999. Setelah era konsesi HPH berakhir, masyarakat lokal mulai memanfaatkan potensi kayu sisa tebangan HPH sambil memanfaatkan hasil hutan non kayu lainnya.

Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu setelah HPH Berakhir
Semenjak konsesi HPH berakhir, maka sebagian besar kawasan HRGM menjadi tanpa pengelola (open access) dan diiringi dengan lemahnya tingkat pengawasan sehingga hal ini mendorong kegiatan penebang liar dengan intensitas tinggi yang mana pada akhirnya menyebabkan deforestasi cukup besar khususnya di wilayah sekitar sungai sebagai akses utama ke wilayah tersebut. Namun demikian, di wilayah ini masih mempunyai keragaman jenis kayu kelas sisa tebangan perusahaan HPH seperti Petaling, Meranti, Punak, Ramin, Manggris, Merawan, dll. Kayu-kayu ini sepeninggal perusahaan HPH dimanfaatkan oleh masyarakat dengan cara ditebang lalu diolah menjadi kayu masak (kayu olahan) kemudian dijual kepada para pedagang lokal, dan sebagian kecil lainnya mereka manfaatkan untuk kebutuhan membangun rumah tinggal. Selain memanfaatkan hasil kayu, pada saat itu mereka juga memanfaatkan hasil hutan non kayu seperti, mencari getah damar, menyadap jelutung, mencari gaharu, rotan dan bambu yang juga masih cukup tersedia. Akan tetapi semakin lama potensi hasil hutan kayu (jenis kayu kelas) semakin berkurang dan potensi non kayu juga demikian sehingga hal ini berimbas pada berakhirnya pasar pembelian yang tumbuh menjamur di wilayah ini.
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu Saat Ini
Setelah jenis kayu-kayu kelas (Petaling, Meranti, Punak, Ramin, Manggris dan Merawan) sudah sangat terbatas dan sulit dijumpai diwilayah ini, maka aktifitas masyarakat mulai memanfaatkan hasil kayu jenis racuk seperti (jenis Medang, jenis Kayu Kelat, Kayu Asam, Rengas, jenis Balam, jenis Mahang dan Pulai) untuk dijadikan kayu olahan guna dijual. Sedangkan pemanfaatan hasil hutan non kayu sudah beralih dari memanfaatkan getah jelutung, damar, rotan dan bambu menjadi membuat arang, bertanam padi dan sayuran serta memikat burung. Sedangkan bagi sebagian kecil penduduk yang lebih dahulu datang dan menetap di wilayah ini ( + 12 KK) sudah mendapatkan hasil dari perkebunan karet dan sawit yang telah mereka usahakan jauh sebelumnya.
Dari hasil studi pemanfaatan hasil hutan kayu dan non kayu di areal kerja hutan desa Muara Merang yang dilakukan oleh Wahana Bumi Hijau pada bulan Maret 2012, teridentifikasi lebih kurang 150 orang (penduduk dusun dan luar dusun) masih melakukan penebangan kayu, 60 orang melakukan aktifitas pembuatan arang, 40 orang (penduduk dusun dan luar dusun) melakukan aktifitas memikat burung dan lebih dari 100 KK membuka perkebunan karet dan sawit.

Komitmen Membangun Hutan Desa Muara Merang


Written by Administrator


Saturday, 28 September 2013 17:34

Wakil Bupati Musi Banyuasin Beni Hernedi berdialog dengan pengurus Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) & perwakilan masyarakat Muara Merang di kantor LPHD di Dusun III Pancoran, Desa Muara Merang, Kabupaten Musi Banyuasin pada tanggal 17 April 2012.

Pada kesempatan tersebut, Beni Hernedi mengemukakan komitmennya untuk mendukung program Hutan Desa Muara Merang, karena skema pengelolaan Hutan Desa merupakan program pemerintah dalam memberikan akses kepada masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraanya secara berkelanjutan. Program ini juga sangat sejalan dengan aktualisasi visi & misi Pemerintah kabupaten MUBA dalam pengembangan ekonomi kerakyatan.

Beni menjelaskan, salah satu potensi pengembangan ekonomi rakyat yang sudah ada didepan mata saat ini adalah Hutan Desa, untuk itu Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin akan secara serius membantu masyarakat, karena baik buruknya hutan desa ini akan terkait langsung dengan Kabupaten Musi Banyuasin. Disamping itu, pembangunan di kawasan hutan desa Muara Merang juga perlu ditingkatkan. Terutama terkait dengan perbaikan jalan desa dan fasilitas umum lainnya, seperti balai pertemuan, fasilitas kesehatan dan pendidikan.

Terkait dengan permasalahan yang dikemukakan masyarakat tentang penebangan liar dan jual beli lahan oleh oknum masyarakat lokal di kawasan hutan desa yang status lahannya merupakan milik negara itu, Beni berkomitmen untuk memaksimalkan peran Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin terutama dalam peningkatan pengamanan dan penegakan hukum. Pengelolaan lahan di hutan desa harus mengikuti Rencana Kerja Hutan Desa (RKHD) dan aturan pengelolaan hutan desa yang telah dibuat oleh LPHD. Bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan di hutan desa tersebut tidak dapat dijadikan hak milik karena statusnya hutan produksi. Oleh karena itu, masyarakat harus mau ditertibkan, dan lahan-lahan harus ditata serta dimanfaatkan dengan baik guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Program Hutan Desa harus berhasil, karena ini sejalan dengan program Permata Muba, tegasnya di depan masyarakat Dusun III Pancoran. Dalam kunjungan kerja tersebut, Wakil Bupati Muba didampingi oleh Kepala Bidang Perlindungan dan Pengamanan Hutan, Kepala Polisi Kehutanan, Kepala UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Lalan-Mangsang-Mendis, perwakilan Kecamatan Bayung Lencir, Kepala Desa Muara Merang, Kepala Desa Medak dan unsur Muspida Muba lainnya.

Dalam dialog yang dipimpin oleh Adiosyafri dari Yayasan Wahana Bumi Hjau (YWBH) yang merupakan lembaga pendamping Hutan Desa Muara Merang tersebut, masyarakat mengemukakan harapannya kepada Pemerintah kabupaten MUBA untuk memaksimalkan peran & kewajibannya dalam hal fasilitasi, pembinaan dan pengendalian guna mensukseskan program hutan desa ini.

Dengan kedatangan Wabup, lanjut Adiosyafri, masyarakat bersemangat dan bertambah optimis akan keberhasilan program hutan desa. Karena ungkapan komitmen Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin yang secara langsung disampaikan oleh Wabup dalam memaksimalkan perannya tersebut dihadapan semua pengurus LPHD dan masyarakat dusun Pancuran desa Muara Merang.

Peluang Ekonomi Masyarakat di Hutan Desa Muara Merang


Written by Administrator


Saturday, 28 September 2013 17:32

Hutan Desa Muara Merang adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. Penyelenggaraan hutan desa dimaksudkan untuk memberikan akses kepada masyarakat setempat melalui Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari. Tujuannya tidak lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan.

Melalui SK Menhut No.54 Tahun 2010 areal seluas 7.250 ha telah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan RI untuk di kelola oleh masyarakat. Ruang kelola ini akan di akses oleh 200 Kepala Keluarga melalui lembaga pengelola yaitu LPHD Muara Merang.

Berdasarkan kondisi biofisik bahwa secara umum Areal Kerja Hutan Desa Muara Merang dibagi menjadi dua zona yaitu; zona Pemanfaatan seluas 3.390 hektar (47%) dan zona Perlindungan seluas 3.860 hektar (53%)

Hutan Desa sebuah konsep yang memberi peluang besar kepada mayarakat dalam pengelolaan hutan

Sebagaimana ketentuan Menteri Kehutanan No: P. 49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa, ada banyak peluang yang bisa dimanfaatkan dan dikembangkan oleh masyarakat terhadap hutan desa, antara lain;

1. Pemanfaatkan kawasan
2. Jasa lingkungan
3. Pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu
4. Pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu

Pemanfaatan kawasan

Masyarakat dapat mengembangkan beberapa kegiatan berupa; budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya lebah, penangkaran satwa atau budidaya sarang burung walet.

Jasa Lingkungan

Masyarakat dapat mengembangkan beberapa kegiatan berupa;
pemanfaatan jasa aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan, penyerapan dan atau penyimpanan karbon.

Pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu

Masyarakat dapat memanfaatkan rotan, sagu, nipah, bambu, yang meliputi kegiatan penanaman, pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil. Serta pemanfaatan getah, kulit kayu, daun, buah atau biji, gaharu yang meliputi kegiatan pemanenan, penanaman, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil.

Pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu

Masyarakat mendapatkan hasil pemungutan hasil hutan kayu 50 meter kubik per lembaga per tahun dan pemungutan rotan, madu, getah, buah atau biji, daun, gaharu, kulit kayu, tanaman obat, dan umbi-umbian, dengan ketentuan paling banyak 20 (dua puluh) ton untuk setiap lembaga desa.

PELUANG EKONOMI MASYARAKAT DI HUTAN DESA MUARA MERANG
Dalam konteks penyelenggaraan Hutan Desa Muara Merang, peluang tersebut dapat di implementasikan dalam tiga program yaitu; program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

Program Jangka Pendek

Peluang ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat adalah adanya ketersediaan sumberdaya hutan seperti getah Jelutung dan Pasak Bumi. Sementara peluang usaha yang dapat dikembangkan adalah pengembangan usaha palawija seperti jagung dan padi. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan pengembangan palawija tersebut sudah biasa dilakukan oleh masyarakat. Namun hasilnya sekedar penunjang dan memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga masyarakat semata. Kedepan pengembangan palawija diarahkan mampu memenuhi kebutuhan pasar dengan produksi komoditi yang beragam.

Peluang Jangka Menengah

Program alternatif jangka menengah yang akan dikembangkan di Hutan Desa adalah Jarak Pagar. Pilihan komoditi ini telah menjadi salah satu agenda terdekat yang akan dikembangkan oleh masyarakat. Rencananya komoditi Jarak pagar akan dikembangkan di zona pemanfaatan seluas 150 ha. Informasi seputar budidaya dan jaminan usaha dalam hal ini pasar maupun skema nilai ekonomis telah didapat. Saat ini masyarakat sedang dalam tahap penyiapan lahan. Setelah penyiapan lahan, beberapa perwakilan masyarakat di dampingi oleh WBH akan melakukan kunjungan lapangan proyek pengembangan Jarak Pagar di Muara Enim yang tengah berlangsung. Kunjungan ini sekaligus sebagai sarana belajar bagi masyarakat dalam mengembangkan budidaya Jarak Pagar di Hutan Desa Muara Merang kedepan.

Program Jangka Panjang
Sementara dalam program jangka panjang, masyarakat akan mengembangkan tanaman karet campuran dan kayu Jabon. Bagi masyarakat kedua komoditi ini merupakan peluang yang bernilai ekonomis tinggi dan dapat dikembangkan dan seiring dengan ketentuan jenis tanaman yang di perbolehkan dalam aturan yang ada. Dilain sisi masyarakat juga telah memiliki pengalaman terhadap pengembangannya. Dalam hitungan usia 6-7 tahun pohon karet sudah dapat disadap dan pohon Jabon sudah dapat di produksi.
Ruang kelola dan akses masyarakat desa Muara Merang terhadap sumberdaya hutan melalui skema Hutan Desa telah diperoleh secara sah. Saatnya masyarakat berbuat, memperbaiki dan meningkatkan kehidupan ekonomi rumah tangga.

Tantangan, Persoalan dan Solusi dalam Mengelola Hutan Desa Muara Merang


Written by Administrator


Saturday, 28 September 2013 17:28

Pada tanggal 21 Januari 2010, Hutan Desa Muara Merang ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa didalam hutan produksi pertama di Indonesia. Setelah penetapan oleh Menteri Kehutanan dilanjutkan dengan proses permohonan izin pengelolaan kepada Gubernur, dan pada bulan November 2010 izin pengelolaan tersebut telah terbit dengan beberapa revisi terkait Rencana Kerja Hutan Desa (RKHD). Dalam perjalanannya, seiring masih barunya implementasi skema hutan desa di wilayah ini, menghadapi berbagai tantangan dan persoalan diantaranya :

  1. Lemahnya kapasitas lembaga pengelola hutan desa; Hutan Desa dikelola oleh desa malalui lembaga pengelola hutan desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa. Permasalahan yang dialami oleh lembaga pengelola hutan desa Muara Merang yaitu, kekurangpahaman tata kerja dan tata kelola Huta Desa, belum terbangun kebersamaan dan kesepahaman antar pengurus, dan belum terbangunnya pola komunikasi yang terbuka antara masyarakat dan lembaga pengelola.
  2. Penguasaan lahan oleh pihak-pihak yang tinggal diluar desa tanpa koordinasi dengan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD); Sejak ditetapkannya areal kerja hutan desa Muara Merang, hingga saat ini masyarakat luar desa terus berdatangan di wilayah ini untuk menguasai lahan. Pola penguasaan dilakukan dengan cara meng-klaim lahan dan membeli. Pengkaliman lahan dilakukan dengan cara membuka dan mengelola lahan tanpa berkoordinasi dengan lembaga pengelola hutan desa. Yang kedua, dengan cara membeli lahan dari oknum-oknum didalam desa.
  3. Sistem pengamanan dan pengawasan hutan desa berjalan kurang efektif; Sebenarnya kelembagaan hutan desa melalui Pemerintah Desa Muara Merang sudah membentuk SATGAS pengamanan hutan desa, tapi keanggotaan SATGAS tersebut tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik dikarenakan kuatnya tekanan dari para pelaku perambahan dan pencurian kayu. Serta, buruknya dukungan pihak berwenang dalam pemberantasan kegiatan illegal di kawasan Hutan Desa. Ini menimbulkan dugaan kuat bahwa kegiatan illegal di kawasan hutan desa, melibatkan oknum-oknum di instansi terkait dan penegak hukum.
  4. Kegiatan illegal didalam kawasan hutan desa; Di areal kerja hutan desa masih banyak kegiatan – kegiatan ilegal, seperti : jual-beli lahan, pembukaan lahan puluhan hektar untuk perkebunan sawit, pembalakan liar dan usaha sawmil.
  5. Belum terbangun persatuan dan kekompakan masyarakat local; Komunitas masyarakat yang tinggal di areal kerja hutan desa merupakan masyarakat pendatang yang sangat heterogen, terdiri dari berbagai daerah dan suku sehingga sulit bersatu untuk mencapai tujuan bersama.
  6. Tidak maksimalnya dukungan pemerintah; Pengawasan dan fasilitasi atau pembinaan dalam mengelola hutan desa merupakan tugas pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kehutanan Kabupaten sebagai instansi teknis, tugas-tugas ini tidak berjalan sebagaimana mestinya di lapangan karena keterbatasan sumberdaya.

Dari berbagai kendala tersebut perlu dilakukan upaya solusi sebagai berikut :

  1. Penguatan kelembagaan pengelola hutan desa;
  2. Secara partisipatif, lembaga pengelola hutan desa membuat peraturan pengelolaan dengan jelas;
  3. Dinas Kehutanan Kabupaten dan atau BP DAS melakukan kegiatan pembinaan dan fasilitasi secara intensif;
  4. Penertiban secara tegas terhadap kegiatan-kegiatan ilegal yang terjadi di areal kerja hutan desa dengan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum;
  5. Membangun keterlibatan/partisipasi masyarakat lokal dalam mengelola hutan desa;
  6. Pengelolaan dilakukan secara transparan dan akuntabel (terbuka dan bertanggung jawab);
  7. Melakukan kegiatan pendampingan masyarakat lokal secara intensif.

7 Dosa Besar yang dilakukan PT.WKS terhadap Petani Jambi


Written by Administrator


Friday, 22 February 2013 22:52

Semenjak kehadiran PT.WKS di Provinsi telah menimbulkan banyak masalah terkait konflik sosial dalam pengeloalaan Sumber Daya Alam yang ada pengelolaan atas Tanah sebagai alat ,sarana tata produksi ,tata kelola masyarakat kaum tani dalam menjalani dan meneruskan mata rantai dalam kehidupan sehari hari untuk memenuhi kebutuhan demi kelangsungan kehidupan .terjadi kesinjangan sosial yang mengakibatkan terjadi pengangguran dan kemiskinan petani yang dulunya memiliki lahan garapan namun saat ini petani hanya tinggal nama karena mereka sudah tidak lagi memiliki lahan garapan.

Beberapa persoalan konflik sosial yang terjadi di jambi yang di akibatkan oleh lahirnya izin HPHH-HTI oleh Kementerian Kehutan RI kepada PT.WIRA KARYASAKTI yang tersebar di Lima Kabupaten dengan luas izin mencapai 293.000ha kepada PT .WKS.dan 45.000ha ke PT RHM.Dalam pelaksanaan pembukaan areal pihak perusahaan melakukan penebangan kayu Hutan Alam,dan pengusuran terhadap areal pertania,perkebunan masyarakat tani di Jambi. Berdasarkan sertifikasi yang di lakuaka oleh Lemaga Ekolebel International (LEI) yang di laksanakan oleh PT TUV,terdapat beberapa kelebihan luas areal aktualitas di lapangan ,serta rekomendasi PT .TUV PT WKS harus menyelesaikan konflik sosial dengan Masyarakat,

Beberapa persoalan yang di timbulkan atas kehadiran PT.WKS di Jambi dapat kami katagorikan sebagai dosa- dosa besar yang tidak dapat di ampunani jika tidak segera di selesaikan dengan baik.

  1. PT.WIRA KARYASAKTI (Sinar Mas) telah mengambil paksa areal petani ,masyarakat lokal dengan menggunakan Aparat POLRI/ PAM SWAKARSA/SCURITY /TNI pada saat melakukan penggusuran terhadap tanaman para petani.
  2. PT.WKS melakukan kriminalisasi terhadap petani dengan dalih undang undang no 41 tahun 1999. “Terjadi penangkapan terhadap para petani yang bila melakukan protes terhadap penggusuran atas areal garapan petani itu sendiri.(pada hal petani /masyarakat lokal telah terlebih dahulu berada pada areal garapan mereka ,jauh sebelum PT WKS memiliki Izin KONSESI HTI)”
  3. PT.WKS Telah melakukan pelanggaran HAM terhadap petani .
  4. PT.WKS menggunakan kekuatan POLRI untuk melakukan Penembakan terhadap petani hingga menewaskan para petani ,masyarakat lokal .
  5. PT WKS melakuakan pembohongan Publik dalam penyelesaian konflik sosial Masyarakat di lima Kabupaten dalam Provinsi Jambi.
  6. PT.WKS Mencaplok AREAL PENGGUNAAN LAIN (APL)AREAL BUDI DAYA PERTANIAN yang di sulap menjadi HTI
  7. PT.WKS Mengkompersi lahan Gmbut menjadi HTI.

“Dari beberapa hal tersebut di atas yang merupakan kesalahan patal yang telah di lakukan oleh PT WKS (Sinar Mas ) maka dengan ini kami mengecam keras terhadapa para konsumen SMF terhadap pembelian atas hasil Produksi Smf ,karena setiap Produc SMF PULP&PAPER yang di beli oleh para konsumen merupakan TETESAN DARAH Dan AIR MATA PARA KAUM TANI YANG TELAH TERZOLIMI yang tersebar di Lima Kabupaten dalam Provinsi Jambi.

Sampai saat ini PERSATUAN PETANI JAMBI yang bersatu bersama masyarakat menuntut keras kepada PT WKS (SMF) Agar segera mengembalikan tanah-tanah petani , rakyat lima kabupaten dalam provinsi jambi dengan luasan +41.000ha.yang dulunya di miliki dan di garap oleh +14.000 kepala keluarga”

Press Release JPIK Sumatera Selatan


Written by Administrator


Thursday, 20 December 2012 01:41

Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) Sumatera Selatan Menolak Sertifikat VLK PT Rimba Hutani Mas (RHM)
Pada tanggal 18 Oktober 2012 PT Equality Indonesia telah memberikan sertifikat Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) kepada PT. RHM. Pemberian sertifkat ini hanya berlandaskan prosedur formal berbasis dokumen yang telah disiapkan sedemikian rupa oleh pihak perusahaan tanpa melihat fakta lapangan yang sesungguhnya. Berdasarkan fakta dari hasil pemantauan lapangan yang telah kami lakukan tidaklah pantas perusahaan ini mendapatkan sertifikat. Berikut beberapa alasan penting yang melatari penolakan pemberian sertifikat kepada PT. RHM;

  1. Penerbitan SK No. 90/Menhut-II/2007 tanggal 27 Maret 2007 tentang Pemberian IUPHHK Pada HTI Dalam Hutan Tanaman Kepada PT. Rimba Hutani Mas Atas Areal Hutan Produksi + 67.100 Ha di Propinsi Sumatera Selatan terindikasi telah dilakukan secara melanggar hukum. Indikasi pelanggaran hukum tersebut, yaitu Menteri Kehutanan ketika itu, menerbitkan SK IUPHHK-HTI dengan mengabaikan rekomendasi Gubernur Sumatera Selatan dan Bupati Musi Banyuasin. Dimana dari areal lelang seluas + 66.055 Ha yang dimenangkan oleh PT. RHM hanya direkomendasikan oleh Gubernur Sumsel untuk IUPHHK-HT a.n PT. Rimba Hutani Mas seluas + 22.650 Ha. Akan tetapi faktanya Menteri Kehutanan justru menambah luas areal yang semula seluas + 66.055 Ha bertambah menjadi + 67.100 Ha. Pengabaian terhadap rekomendasi Gubernur adalah bentuk pelanggaran sebagaimana ketentuan Pasal 62 ayat (3) PP No. 6 Tahun 2007 jo PP No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan

    Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan, dimana menurut ketentuan pasal 62 ayat (3) disebutkan bahwa IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman diberikan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi gubernur yang telah mendapatkan pertimbangan dari bupati/walikota. Implikasi dari diabaikannya rekomendasi Gubernur Sumsel sebagaimana tersebut diatas, luas areal IUPHHK-HT PT. RHM di kawasan hutan produksi Lalan Kabuapten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan bertambah 1045 Ha dari areal yang dilelang (dari 66.055 Ha menjadi 67.100 Ha);

  2. Lokasi proyek yang dilakukan studi AMDAL pada tahun 2006 hanya pada areal 66.055 Ha sebagaimana KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN No. SK. 515/Menhut-VI/2005 tanggal 27 Desember 2005, PT. Rimba Hutani Mas ditetapkan sebagai pemenang penawaran dalam pelelangan IUPHHK-HTI pada Hutan Tanaman atas areal hutan produksi seluas + 66.055 Ha. Artinya terhadap kelebihan areal seluas 1045 Ha tidak dilakukan analisis dampak lingkungan sehingga terindikasi telah melanggar ketentuan Pasal 22 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunga Hidup;
  3. Dengan mendasarkan IUPHHK-HT seluas + 67.100 Ha yang diterbitkan Menteri Kehutanan pada tanggal 27 Maret 2007, maka PT. RHM akan dan telah menikmati hasil kayu alam mencapai angka 3 juta m3. Itu pun berdasarkan data perencanaan mereka. Sedangkan berdasarkan pengamatan lapangan dan wawancara dengan masyarakat yang bermukim di sekitar lokasi (pinggir jalan lintas transport kayu PT. RHM menuju Jambi oleh WBH), didapat informasi bahwa priode tahun 2008-2009 jumlah truk angkut kayu PT. RHM bermuatan kayu alam yang melintas lebih kurang 200 truk setiap hari. Begitu juga dari jalur sungai, berdasarkan data pengamatan lapangan oleh masyarakat desa Kepayang (2009) diketahui bahwa jumlah kayu alam yang diangkut keluar sebanyak 9 ponton atau berkisar antara 3600-5400 m3/19 hari pengamatan. Artinya bahwa PT. RHM terindikasi telah mengambil keuntungan dari hutan alam yang menimbulkan kerusakan hutan. Tindakan ini bertentangan dengan Pasal 50 ayat (2) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu : Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan;
  4. Lokasi IUPHHK-HT PT. RHM berada pada hutan produksi yang sangat produkitf. Apabila mengacu pada ketentuan Pasal 38 ayat (3) PP N0. 6 Tahun 2007 dan PP No. 3 Tahun 2008, pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI hanya dilakukan pada hutan produksi yang tidak produktif. Hutan produksi yang tidak produktif menurut ketentuan pasal 3 ayat (2) Permenhut P. 18/Menhut-II/2004 adalah areal hutan produksi yang penutupan vegetasinya sangat jarang/kosong berupa semak belukar, perladangan, alang-alang dan tanah kosong dengan kriteria teknis, 1) pohon inti yang berdiameter minimum 20 (dua puluh) cm kurang dari 25 (dua puluh lima) batang/setiap hektar, 2) pohon induk kurang dari 10 (sepuluh) batang/setiap hektar, dan 3) permudaan alamnya kurang, yaitu :
    a. Anakan alam tingkat semai (seedling) kurang dari 1.000 (seribu) batang setiap hektar, dan atau
    b. Pohon dalam tingkat pancang kurang dari 240 (dua ratus empat puluh) batang setiap hektar, dan atau
    c. Pohon dalam tingkat tiang (poles) kurang dari 75 (tujuh puluh lima) batang setiap hektar.
    Berdasarkan pengamatan lapangan (hasil investigasi penelusuran distribusi hasil kayu oleh Wahana Bumi Hijau tahun 2009), hasil wawancara dengan masyarakat setempat, dokumentasi foto-foto terkait dengan hal tersebut diketahui bahwa Kayu Log ukuran besar (40 up) diangkut oleh PT. RHM menuju PT. Lonthar Papyrus Pulp and Paper Industries di Provinsi Jambi, diperkirakan kayu ini bukan untuk bahan baku kertas tapi dibawa pada tempat tertentu (biasanya pada malam hari) ke luar lokasi PT. Lonthar Papyrus Pulp and Paper Industries (perusahaan Pulp and Paper yang bahan bakunya diantaranya dipasok oleh PT. RHM);
  5. PT. RHM terindikasi melakukan penebangan hutan, pengerukan tanah diluar areal IUPHHK-HT. Aktifitas ini bertentangan dengan Pasal 14 PP No. 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan, yaitu :
    (1) Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan hanya dapat dilakukan apabila telah memiliki izin dari pejabat yang berwenang.
    (2) Termasuk dalam kegiatan pemanfaatan hutan tanpa izin ialah :
    a. pemegang izin melakukan pemanfaatan hutan di luar areal yang diberikan izin;
    b. pemegang izin melakukan pemanfaatan hutan melebihi target volume yang diizinkan;
    c. pemegang izin melakukan penangkapan/pengumpulan flora fauna melebihi target/quota yang telah ditetapkan;
    d. pemegang izin melakukan pemanfaatan hutan dalam radius dari lokasi tertentu yang dilarang undang-undang.
  6. PT. RHM telah menggunakan bantaran Sungai Merang dalam jumlah luas untuk Tempat Pengumpulan Kayu/Logyard, membuat kanal akses mengangkut hasil kayu alam sisa land clearing dibagian dalam konsesi tembus ke Sungai Merang, akibat yang telah ditimbulkan dari aktifitas ini adalah rusaknya bantaran sungai/tepi sungai dan berubahnya aliran sungai Merang (sekitar Logyard). Tindakan ini bertentangan dengan Pasal 25 PP No. 35 Tahun 1991 Tentang Sungai dan pasal 50 ayat (3) angka 3 dan 4 UU N0. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Berikut kutipan dari ketentuan dimaksud:
    Pasal 25 PP no. 35 Tahun 1991 berbunyi Dilarang mengubah aliran sungai kecuali dengan ijin Pejabat yang berwenang
    Pasal 50 ayat (3) angka 3 dan 4 berbunyi :
    Setiap orang dilarang : melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai dan 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;

    Berdasarkan fakta-fakta diatas, PT. Rimba Hutani Mas (RHM) tidak dapat memenuhi seluruh kriteria dan indikator pada standar dan pedoman pelaksanaan penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu sebagaimana peraturan direktur jenderal bina usaha kehutanan (lampiran 2.1.) nomor P.8/VI-BPPHH/2011 tanggal 30 Desember 2011. Oleh karena itu maka JPIK Sumatera Selatan secara tegas menyatakan bahwa PT. Rimba Hutani Mas tidak layak mendapatkan SERTIFIKAT VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (Yuliusman Zawawi, SH – Focal Point JPIK Sumsel)

Informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:
Yuliusman Zawawi, Pocal Poin JPIK Sumsel
Telepon : +62 821 7510 2581
E-mail :
This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it

CATATAN UNTUK EDITOR
Standar Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) adalah persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu/produk yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak (stakeholder) kehutanan yang memuat standard, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi, dan norma penilaian.
Sistem Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari adalah serangkaian proses penilaian kinerja PHPL dan Verifikasi Legalitas Kayu pada pemegang izin pengusahaan kayu yang memuat standard, kriteria, verifier, metode verifikasi, dan norma penilaian.
JPIK adalah Jaringan Pemantau Independen Kehutanan yang telah disepakati dan dideklarasikan pada tanggal 23 September 2010 oleh 29 LSM dan Jaringan LSM dari Aceh sampai Papua. Pembentukan JPIK sebagai wujud dari komitmen untuk ikut berkontribusi aktif dalam mendorong tata kepemerintahan kehutanan yang baik dengan memastikan kredibilitas dan akuntabilitas dari implementasi sistem Pernilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PK-PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK). JPIK hingga akhir bulan Oktober 2012 beranggotakan 41 lembaga dan 259 individu. JPIK berperan memantau implementasi SVLK, dari proses akreditasi, penilaian/verifikasi terhadap pelaku usaha, hingga proses pelaksanaan ekspor.
Wahana Bumi Hijau (WBH)

File Download

1. Laporan_Keluhan atas sertifikasi PT RHM_Sumsel_Final

2. Pengumuman hasil VLK_PT._Rimba_Hutani_Mas_

Lapisan Es Tertua di Laut Artik Menghilang Cepat


Written by Administrator


Thursday, 06 September 2012 11:06

WASHINGTON, Studi terbaru oleh ilmuwan NASA, Joey Comiso, menemukan bahwa es tertua dan tertebal di Laut Artik menghilang alias mencair lebih cepat daripada lapisan es yang lebih muda dan tipis. Penemuan tersebut dipublikasikan di Journal of Climate yang terbit bulan Februari 2012. Pencairan es tertua tersebut membuat kawasan Artik semakin terancam.

“Tutupan es di Artik menjadi semakin tipis karena kehilangan lapisan es tebal secara cepat. Pada saat yang sama, suhu permukaan di Artik meningkat, menyebabkan semakin pendeknya musim pembentukan es,” kata Comiso yang dikutip NASA.

Dalam penelitian, Comiso membandingkan tutupan es abadi pada tahun 1980 dan tahun 2012. Data diambil dengan satelit pada tanggal 1 November 1979-31 Januari 1980 dan 1 November 2011-31 Januari 2012. Pengambilan data dilakukan dengan satelit Nimbus-7 milik NASA dan Special Sendor Microwave Imager/Sounder (SSMS) milik Defense Meteorological Satellite Program (DMSP).

Citra yang diambil bisa dilihat dalam gambar di atas. Wilayah yang tertutup es abadi digambarkan dengan warna putih terang dan wilayah rata-rata yang tertutup es berwarna biru hingga putih susu. Hasil pencitraan menunjukkan bahwa luasan es abadi (semua wilayah permukaan laut yang tertutup es abadi minimal 15 persen) menurun sebesar 15,1 persen per dekade.

Sementara wilayah es abadi (area yang sepenuhnya tertutup oleh es abadi) juga mengalami penurunan cukup signifikan, sebesar 17,2 persen per dekade.

Ilmuwan mengenalkan tiga jenis es. Es abadi adalah es yang tetap beku lebih dari dua musim panas. Es musiman adalah es yang terbentuk pada musim dingin dan cepat mencair. Sementara es perenial adalah es yang bisa bertahan paling tidak satu musim panas.

Dari penelitian, Comiso menemukan bahwa luas es perenial mengalami penurunan sebesar 12,2 persen per dekade. Sementara area es perenial menurun 13,5 persen per dekade.

“Butuh suhu dingin yang cukup panjang bagi es abadi untuk berkembang lebih tebal sehingga bisa bertahan di musim panas dan membalikkan tren ini,” tambah Comiso.

Sumber: Kompas.Com

Suhu Bumi Naik 3 Derajat Celsius Tahun 2050


Written by Administrator


Wednesday, 20 June 2012 12:29

LONDON, Hasil pemodelan yang dilakukan ilmuwan menunjukkan bahwa suhu Bumi berpotensi meningkat sebesar 1,4-3 derajat celsius pada tahun 2050.

Publikasi di jurnal Nature Geoscience bulan Maret 2012 memuat hasil studi yang dilakukan lewat climateprediction.net serta BBC Climate Change Experiment tersebut. Hampir 10.000 simulasi iklim dilakukan untuk membuat pemodelan ini. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa peningkatan temperatur lebih tinggi dari yang diprediksi lewat pemodelan lain sebelumnya.

Pemodelan tersebut bertujuan mengeksplorasi kemungkinan iklim masa mendatang. Dengan demikian, manusia bisa menyiapkan strategi jika hal tersebut benar-benar terjadi.

Myles Allen dari Universitas Oxford yang menjadi pemimpin studi mengungkapkan, pemodelannya dilakukan sebab banyak pemodelan iklim belum mempertimbangkan banyaknya ketidakpastian. Corinne Le Quere selaku Direktur Tyndall Centre for Climate Change Research di University of East Anglia mengatakan bahwa hasil studi ini sangat menjanjikan.

“Proyeksi iklim yang lebih baik diperlukan untuk membantu adaptasi lebih luas, dari pertahanan laut sampai kapasitas penyimpanan air dan area konservasi,” katanya seperti dikutip BBC, Minggu (25/3/2012).

Sementara itu, publikasi berbeda di Nature Climate Change mengungkap bahwa cuaca ekstrem yang terjadi beberapa tahun belakangan terkait dengan pemanasan global. “Sangat mungkin bahwa beberapa cuaca ekstrem di dekade terakhir takkan terjadi tanpa pemanasan global yang dipengaruhi manusia,” demikan publiksi di jurnal tersebut seperti dikutip Reuters, Minggu (25/3/2012).

Studi terakhir dilakukan oleh para ilmuwan di Postdam Institute for Climate Research di Jerman. Diketahui, tahun 2011 adalah tahun terpanas ke-11 sepanjang masa.

Sumber: Kompas.Com

Perubahan Iklim Membuat Herbivora Lebih Rentan


Written by Administrator


Wednesday, 20 June 2012 12:26

SALT LAKE CITY, – Perubahan iklim membuat hewan herbivora atau pemakan tumbuhan lebih rentan terhadap racun. Demikian studi yang dipublikasikan di Journal of Comparative Physiology B pada Mei 2012.
Denise Dearing dari University of Utah di Salt Lake City melakukan beberapa studi di laboratorium yang hasilnya menunjukkan bahwa dalam lingkungan bertemperatur lebih tinggi, kemampuan herbivora untuk menetralisir toksin menjadi lebih rendah.
Salah satu buktinya pada tikus. Peningkatan suhu dari 26 derajat Celsius menjadi 36 derajat Celsius membuat tikus jauh lebih rentan pada kafein. Tikus akan mati saat mengonsumsi seperlima saja dari dosis kematian yang sebenarnya (lethal dose).
Dearin mengungkapkan, hewan menetralisir toksin dengan bantuan organ hati. Menurutnya, dalam temperatur lingkungan yang lebih tinggi, mungkin saja kemampuan hati bekerja menetralisir racun menurun.
Permasalahan makin kompleks sebab ada bukti bahwa dalam temperatur tinggi, tanaman juga memproduksi lebih banyak racun. Dengan fakta ini, maka risiko yang dialami herbivora semakin meningkat.
Masalah lebih besar akan dialami oleh herbivora yang memiliki pilihan pakan sedikit, seperti kijang Arab. Ketika pilihan makanan sedikit dan racun yang diproduksi lebih besar, kijang Arab tak punya banyak pilihan.
Seperti diberitakan New Scientist, Jumat (1/6/2012), risiko selain dialami herbivora juga bisa dialami oleh hewan pada aras trofik lebih tinggi. Karnivora harus bekerja ekstra menetralisir racun dari tubuh herbivora.

Sumber: Kompas.Com

Aksi “Hijau” Hari Lingkungan Hidup di Pekanbaru


Written by Administrator


Wednesday, 20 June 2012 11:46

PEKANBARU, – Puluhan aktivis yang tergabung dalam Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Pekanbaru menggelar aksi teatrikal “hijau” untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup, di Kota Pekanbaru, Selasa (5/6/2012).

Aksi damai itu ditandai dengan sejumlah aktivis yang melumuri diri mereka dengan cat warna-warni di depan kantor Gubernur Riau di Jalan Sudirman. Aktivis yang dilumuri cat merah merepresentasikan kerusakan dan polusi, warna hitam melambangkan lahan gambut dan warna hijau merupakan gerakan cinta lingkungan.

“Perlu ada kesadaran bersama dari kita untuk menyelamatkan lingkungan, jangan sampai ikan terakhir mati, pohon terakhir ditebang, sungai terakhir tercemar, baru kita menyadarinya ketika semua sudah terlambat,” kata koordinator aksi, Abdullah Yunus.

Dalam aksi teatrikal itu, aktivis “menghijaukan” teman-teman mereka yang awalnya berwarna merah hingga berubah menjadi hijau. Tindakan itu bermakna bahwa belum terlambat bagi masyarakat untuk melakukan perubahan memperbaiki lingkungan yang rusak.

“Hijaukan lingkungan dengan aksi hijau dari dalam diri,” kata Yunus.

Menurutnya, kerusakan hutan Riau akibat pembukaan kebun kelapa sawit yang makin tak terkendali membuat kerap terjadi kebakaran lahan gambut yang mengakibatkan kabut asap setiap musim kemarau.

Belum lagi pembukaan hutan alam yang dikonversi menjadi perkebunan akasia membuat suhu udara di Riau makin hari semakin panas.

“Mari kita hijaukan lagi Riau, jangan hanya bisa diam dan tersenyum melihat kerusakan lingkungan dan hutan kita,” ujarnya.

Sumber: Kompas.Com