WWF Siap Membantu Inisiatif Restori APP


Written by Administrator


Wednesday, 21 May 2014 02:08

JAKARTA, BL- WWF menyambut baik inisiatif restorasi dan konservasi yang diumumkan kemarin oleh Asia Pulp & Paper (APP), anak perusahaan Sinar Mas.

Direktur Program Kehutanan Global dari WWF-Internasional, Rod Taylor dalam rilisnya yang diterima Beritalingkungan.com mengatakan, rencananya APP untuk memulihkan dan melindungi satu juta hektar hutan alam dan ekosistem lainnya di Sumatera dan Kalimantan, telah menguatkan Kebijakan Konservasi Hutan, yang dikenal dengan FCP, yang diumumkannya Februari 2013 silam.

Namun inisiatif ini memerlukan kerjasama dengan para pemangku kawasan lainnya, masyarakat, instansi pemerintah dan LSM, di lanskap-lanskap yang disebutkan oleh APP dalam pengumumannya. Masih dibutuhkan konsultasi dengan berbagai pihak terkait langkah-langkah yang efektif dengan capaian yang terukur agar pelaksanaan restorasi dan konservasi ini dapat diwujudkan.

WWF kata Taylor terbuka untuk melanjutkan diskusi dengan APP untuk dapat memberikan masukan terkait pendekatan implementasi, prioritas dan pengembangan rencana aksi dengan target waktu yang jelas guna mewujudkan dampak konservasi yang nyata dari inisiatif ini.

Rod Taylor menjelaskan, WWF dan LSM lain telah mengidentifikasi kurangnya perhatian APP terhadap deforestasi yang dilakukan di masa lalu, rencana baru ini akan menyempurnakan Kebijakan Konservasi Hutan (FCP) mereka. Namun pengumuman tersebut memberikan harapan. “Kami akan siap untuk bersama dengan APP dan pemangku kepentingan lain untuk menghasilkan rincian detil inisiatif ini.ujarnya.

Komitmen baru APP untuk restorasi dan konservasi ini mewakili kawasan yang luasnya hampir setara dengan luasan konsesi hutan tanaman yang saat ini dikelola oleh APP. Koalisi LSM di Riau, Eyes on the Forest dimana WWF-Indonesia adalah salah satu anggotanya memperkirakan bahwa APP dan para pemasok kayunya telah membuka lebih dari dua juta hektar lahan hutan tropis, sejak mereka mulai beroperasi 30 tahun lalu.

Menurut Pimpinan Program Transformasi Pasar untuk Komoditas Hutan dari WWF-Indonesia, Aditya Bayunanda, untuk menjadi perusahaan yang bertanggungjawab tidaklah cukup dengan hanya berhenti melakukan pembukaan hutan alam, tetapi harus juga melaksanakan mitigasi dampak yang ditimbulkan sebelumnya.

Komitmen APP untuk mengambil inisiatif konservasi dan restorasi di tingkat lanskap ini memberikan harapan, meskipun keputusan mengenai bagaimana hal ini dilakukan nantinya memerlukan keterlibatan pemerintah dan masyarakat setempat serta pemangku kepentingan lainnya.

Kami juga sangat percaya bahwa jumlah luasan yang dihitung dalam target satu juta hektar ini, semestinya merupakan area tambahan dari luasan yang wajib dilindungi pemegang konsesi hutan tanaman di Indonesia berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.tuturnya.

Belum lama ini, APP menyetujui kajian independen oleh Rainforest Alliance (RA) untuk melakukan evaluasi kinerja atas Kebijakan Konservasi Hutan (FCP) APP . Evaluasi ini sejalan dengan permintaan WWF dan LSM lainnya agar tersedia sebuah rujukan bersama yang kredibel bagi para pembeli untuk menilai apakah perusahan ini telah mengubah operasinya sesuai komitmen yang dibuat.

Bayunanda mengatakan, WWF tetap menghimbau pelaku bisnis untuk memastikan bahwa APP telah taat mengimplementasikan secara penuh komitmennya, sebelum membuat keputusan untuk membeli dari APP.

Komitmen baru APP untuk restorasi dan konservasi ini perlu diperkuat dengan masukan dari para pemangku kepentingan dalam pelaksanaannya dengan indikator pencapaian yang jelas.tandasnya (Marwan).

Sumber: Berita Lingkungan

Indonesia Butuh Capres Pro Lingkungan

Greenpeace : Indonesia Butuh Capres Pro Lingkungan


Written by Administrator


Wednesday, 21 May 2014 02:00

JAKARTA, BL- Aktivis Greenpeace akhir pekan membentangkan spanduk bertuliskan “Pilih Presiden Untuk Lingkungan” di Bundaran Hotel Indonesia, menandakan peluncuran kampanye 100% Indonesia yang meminta bakal calon presiden untuk memasukkan isu-isu lingkungan utama dalam agenda politiknya.
Kepala Greenpeace Indonesia Longgena Ginting dalam keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com mengungkapkan, Indonesia membutuhkan pemimpin yang 100% berkomitmen untuk melindungi sumber air, hutan, lautan, dan iklim, serta mendorong prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan dan keadilan ekonomi dalam pembangunan nasional.

“Greenpeace mengajak publik untuk mendesak para kandidat presiden untuk 100% berkomitmen terhadap lingkungan Indonesia, dan untuk menjalankan komitmennya bila terpilih kelak. Greenpeace tidak berpihak kepada salah satu kandidat Calon Presiden. Kami membangun gerakan dan sebuah platfom agar publik dapat membangun kekuatan suara mereka menantang komitmen para calon presiden untuk perlindungan lingkungan,” ujar Longgena di tengah aksi pembentangan spanduk.

“Pembangunan seharusnya tidak mengompromikan lingkungan, ini saatnya publik mendengar apa yang akan dilakukan para kandidat Calon Presiden dalam perlindungan lingkungan bila terpilih nanti”, tambahnya.

Greenpeace mendesak semua calon untuk mengembangkan rencana ambisius untuk mengatasi masalah lingkungan yang paling menantang seperti 100% melindungi hutan dan gambut secara utuh dan permanen melalui tata kelola pemerintahan yang kuat, serta mengadopsi praktik-praktik pengelolaan hutan yang bertanggungjawab sebagai model pembangunan ekonomi masa depan.

100% melindungi laut melalui reformasi perikanan dan penegakkan hukum di setiap tingkatan pengelolaan perikanan, mengakhiri penangkapan ikan berlebihan, mengusulkan suaka laut di perairan internasional, serta melindungi spesies-spesies langka.

100% energi bersih dan terbarukan dengan menghentikan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, menciptakan regulasi yang jelas dan komprehensif untuk memajukan energi terbarukan di Indonesia. Kebijakan energi harus dapat mewujudkan keadilan dan kedaulatan energi melalui desentralisasi enerji dan optimalisasi penggunaan energi terbarukan.

100% sumber air yang terbebas dari bahan kimia berbahaya industri dengan menggeser paradigma pendekatan reaktif (atur dan awasi) menjadi pendekatan preventif yang mengatur agar penggunaan bahan kimia berbahaya beracun dihilangkan dari sumbernya melalui skema produksi bersih dan substitusi secara progresif dengan bahan yang aman. (Wan).

Sumber: Berita Lingkungan

Indonesia Butuh Capres Pro Lingkungan

Greenpeace : Indonesia Butuh Capres Pro Lingkungan


Written by Administrator


Wednesday, 21 May 2014 02:00

JAKARTA, BL- Aktivis Greenpeace akhir pekan membentangkan spanduk bertuliskan “Pilih Presiden Untuk Lingkungan” di Bundaran Hotel Indonesia, menandakan peluncuran kampanye 100% Indonesia yang meminta bakal calon presiden untuk memasukkan isu-isu lingkungan utama dalam agenda politiknya.
Kepala Greenpeace Indonesia Longgena Ginting dalam keterangan tertulisnya yang diterima Beritalingkungan.com mengungkapkan, Indonesia membutuhkan pemimpin yang 100% berkomitmen untuk melindungi sumber air, hutan, lautan, dan iklim, serta mendorong prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan dan keadilan ekonomi dalam pembangunan nasional.

Greenpeace mengajak publik untuk mendesak para kandidat presiden untuk 100% berkomitmen terhadap lingkungan Indonesia, dan untuk menjalankan komitmennya bila terpilih kelak. Greenpeace tidak berpihak kepada salah satu kandidat Calon Presiden. Kami membangun gerakan dan sebuah platfom agar publik dapat membangun kekuatan suara mereka menantang komitmen para calon presiden untuk perlindungan lingkungan, ujar Longgena di tengah aksi pembentangan spanduk.

Pembangunan seharusnya tidak mengompromikan lingkungan, ini saatnya publik mendengar apa yang akan dilakukan para kandidat Calon Presiden dalam perlindungan lingkungan bila terpilih nanti, tambahnya.

Greenpeace mendesak semua calon untuk mengembangkan rencana ambisius untuk mengatasi masalah lingkungan yang paling menantang seperti 100% melindungi hutan dan gambut secara utuh dan permanen melalui tata kelola pemerintahan yang kuat, serta mengadopsi praktik-praktik pengelolaan hutan yang bertanggungjawab sebagai model pembangunan ekonomi masa depan.

100% melindungi laut melalui reformasi perikanan dan penegakkan hukum di setiap tingkatan pengelolaan perikanan, mengakhiri penangkapan ikan berlebihan, mengusulkan suaka laut di perairan internasional, serta melindungi spesies-spesies langka.

100% energi bersih dan terbarukan dengan menghentikan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, menciptakan regulasi yang jelas dan komprehensif untuk memajukan energi terbarukan di Indonesia. Kebijakan energi harus dapat mewujudkan keadilan dan kedaulatan energi melalui desentralisasi enerji dan optimalisasi penggunaan energi terbarukan.

100% sumber air yang terbebas dari bahan kimia berbahaya industri dengan menggeser paradigma pendekatan reaktif (atur dan awasi) menjadi pendekatan preventif yang mengatur agar penggunaan bahan kimia berbahaya beracun dihilangkan dari sumbernya melalui skema produksi bersih dan substitusi secara progresif dengan bahan yang aman. (Wan).

Sumber: Berita Lingkungan

Muba segera bentuk Komisi Informasi Kabupaten


Written by Administrator


Thursday, 31 October 2013 15:31

Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin segera membentuk Komisi Informasi tingkat Kabupaten. Hal ini ditandai dengan telah dibentuknya Tim Seleksi (Timsel) Komisi Informasi (KI) Kabupaten Musi Banyuasin.

Bupati Musi Banyuasin (Muba) H Pahri Azhari melalui Asisten II Sekda Ir H Sulaiman Zakaria MM mengatakan, kebijakan Pemkab Muba mendorong terbentuknya Komisi Informasi Kabupaten adalah untuk mewujudkan misi ke-5 dari visi Permata Muba 2017, yaitu mewujudkan pemerintahan yang amanah, profesional, dan demokratis melalui program penguatan partispasi masyarakat untuk berkontribusi dalam pembangunan daerah.

“Setidaknya ada 3 alasan dibentuknya Komisi Informasi di Kabupaten Muba. Alasan pertama, adanya sengketa informasi publik antara Pemkab Muba dengan pemohon informasi publik, yang harus diselesaikan di Komisi Informasi Provinsi di Palembang. Kedua, adanya desakan masyarakat untuk segera membentuk komisi informasi kabupaten guna mendekatkan pelayanan dalam penyelesaian sengketa informasi publik. Ketiga, adanya dukungan dari Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi Provinsi Sumatera Selatan,” jelasnya .

Sementara itu Ketua Timsel Komisi Informasi Kabupaten Musi Banyuasin dr H Taufik Rusyidi mengatakan, Komisi Informasi yang segera dibentuk, secara nasional merupakan KI tingkat kabupaten yang keempat setelah Kabupaten Sumenep di Jawa Timur.

“Muba akan menjadi kabupaten pertama di Sumatera yang membentuk Komisi Informasi,” ujarnya saat kunjungan kerja studi pembentukan Komisi Informasi Tingkat

Kabupaten di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Selasa (29/10).

Taufik menambahkan, pembentukan Komisi Informasi merupakan pelaksanaan amanah Undang- undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik (UU KIP). Pada UU tersebut diatur bahwa untuk menyelesaikan sengketa informasi publik perlu dibentuk komisi informasi.

Komisi Informasi merupakan lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU KI dan peraturan pelaksanaannya, serta menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi atau ajudikasi non litigasi.

“Sesuai pasal 24 ayat 1 diatur bahwa Komisi Informasi terdiri dari Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi Provinsi dan jika dibutuhkan dapat dibentuk Komisi Informasi Kabupaten,” jelas Taufik.

Terkait rencana pembentukan Komisi Informasi Kabupaten Musi Banyuasin, Ketua Komisi I DPRD Muba Drs Azhari Ahmad mengaku, sangat mendukung rencana Pemkab Muba tersebut.

Menurutnya, dengan adanya Komisi Informasi tingkat kabupaten, sengketa informasi publik antara pemkab Muba sebagai badan publik dengan pemohon informasi publik, tidak harus diselesaikan di Komisi Informasi tingka provinsi yang berada di Palembang.

Dia juga berharap, terbentuknya lembaga tersebut dapat memberikan pengertian kepada masyarakat bagaimana keterbukaan informasi yang sebenarnya.

“Lembaga itu nantinya dapat memberikan dampak positif terhadap masyarakat, khususnya menyangkut keterbukaan informasi,” jelasnya.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkab Muba Dicky Meirando SSTP MH mengatakan, Bagian Humas Setda Kabupaten Muba sebagai leading sector pembentukan Komisi Informasi Kabupaten siap memfasilitasi Tim Seleksi dalam rangka membentuk Komisi Informasi Kabupaten Muba.

Salah satunya memfasilitasi kunjungan kerja Tim Seleksi Komisi Informasi Kabupaten Muba bersama Komisi I DPRD Muba yang dipimpin oleh Asisten II Sekda Muba ke Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur.

Sumber: MubaNews

Muba segera bentuk Komisi Informasi Kabupaten


Written by Administrator


Thursday, 31 October 2013 15:31

Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin segera membentuk Komisi Informasi tingkat Kabupaten. Hal ini ditandai dengan telah dibentuknya Tim Seleksi (Timsel) Komisi Informasi (KI) Kabupaten Musi Banyuasin.

Bupati Musi Banyuasin (Muba) H Pahri Azhari melalui Asisten II Sekda Ir H Sulaiman Zakaria MM mengatakan, kebijakan Pemkab Muba mendorong terbentuknya Komisi Informasi Kabupaten adalah untuk mewujudkan misi ke-5 dari visi Permata Muba 2017, yaitu mewujudkan pemerintahan yang amanah, profesional, dan demokratis melalui program penguatan partispasi masyarakat untuk berkontribusi dalam pembangunan daerah.

Setidaknya ada 3 alasan dibentuknya Komisi Informasi di Kabupaten Muba. Alasan pertama, adanya sengketa informasi publik antara Pemkab Muba dengan pemohon informasi publik, yang harus diselesaikan di Komisi Informasi Provinsi di Palembang. Kedua, adanya desakan masyarakat untuk segera membentuk komisi informasi kabupaten guna mendekatkan pelayanan dalam penyelesaian sengketa informasi publik. Ketiga, adanya dukungan dari Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi Provinsi Sumatera Selatan, jelasnya .

Sementara itu Ketua Timsel Komisi Informasi Kabupaten Musi Banyuasin dr H Taufik Rusyidi mengatakan, Komisi Informasi yang segera dibentuk, secara nasional merupakan KI tingkat kabupaten yang keempat setelah Kabupaten Sumenep di Jawa Timur.

Muba akan menjadi kabupaten pertama di Sumatera yang membentuk Komisi Informasi, ujarnya saat kunjungan kerja studi pembentukan Komisi Informasi Tingkat

Kabupaten di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Selasa (29/10).

Taufik menambahkan, pembentukan Komisi Informasi merupakan pelaksanaan amanah Undang- undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik (UU KIP). Pada UU tersebut diatur bahwa untuk menyelesaikan sengketa informasi publik perlu dibentuk komisi informasi.

Komisi Informasi merupakan lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU KI dan peraturan pelaksanaannya, serta menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi atau ajudikasi non litigasi.

Sesuai pasal 24 ayat 1 diatur bahwa Komisi Informasi terdiri dari Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi Provinsi dan jika dibutuhkan dapat dibentuk Komisi Informasi Kabupaten, jelas Taufik.

Terkait rencana pembentukan Komisi Informasi Kabupaten Musi Banyuasin, Ketua Komisi I DPRD Muba Drs Azhari Ahmad mengaku, sangat mendukung rencana Pemkab Muba tersebut.

Menurutnya, dengan adanya Komisi Informasi tingkat kabupaten, sengketa informasi publik antara pemkab Muba sebagai badan publik dengan pemohon informasi publik, tidak harus diselesaikan di Komisi Informasi tingka provinsi yang berada di Palembang.

Dia juga berharap, terbentuknya lembaga tersebut dapat memberikan pengertian kepada masyarakat bagaimana keterbukaan informasi yang sebenarnya.

Lembaga itu nantinya dapat memberikan dampak positif terhadap masyarakat, khususnya menyangkut keterbukaan informasi, jelasnya.

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkab Muba Dicky Meirando SSTP MH mengatakan, Bagian Humas Setda Kabupaten Muba sebagai leading sector pembentukan Komisi Informasi Kabupaten siap memfasilitasi Tim Seleksi dalam rangka membentuk Komisi Informasi Kabupaten Muba.

Salah satunya memfasilitasi kunjungan kerja Tim Seleksi Komisi Informasi Kabupaten Muba bersama Komisi I DPRD Muba yang dipimpin oleh Asisten II Sekda Muba ke Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur.

Sumber: MubaNews

Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu


Written by Administrator


Saturday, 28 September 2013 17:39

Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu di Areal Kerja Hutan Desa Muara Merang
Hutan Rawa Gambut Merang (HRGM) merupakan salah satu kawasan kubah gambut terluas yang ada di Sumatera Selatan dengan luas sekitar 125 ribu hektar. Pada awal tahun 2010 yang lalu sebagian kecil dari hamparan rawa gambut ini, yaitu seluas 7. 250 ha ditetapkan oleh Menteri Kehutanan RI sebagai areal kerja Hutan Desa, lokasinya berada dalam wilayah Dusun III (Pancuran) Desa Muara Merang Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Areal kerja hutan desa ini merupakan hutan sekunder tua bekas HPH PT. Bumi Raya Utama Wood Industries (PT. BRUWI) yang operasional tahun 1979 dan berakhir tahun 1999. Setelah era konsesi HPH berakhir, masyarakat lokal mulai memanfaatkan potensi kayu sisa tebangan HPH sambil memanfaatkan hasil hutan non kayu lainnya.

Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu setelah HPH Berakhir
Semenjak konsesi HPH berakhir, maka sebagian besar kawasan HRGM menjadi tanpa pengelola (open access) dan diiringi dengan lemahnya tingkat pengawasan sehingga hal ini mendorong kegiatan penebang liar dengan intensitas tinggi yang mana pada akhirnya menyebabkan deforestasi cukup besar khususnya di wilayah sekitar sungai sebagai akses utama ke wilayah tersebut. Namun demikian, di wilayah ini masih mempunyai keragaman jenis kayu kelas sisa tebangan perusahaan HPH seperti Petaling, Meranti, Punak, Ramin, Manggris, Merawan, dll. Kayu-kayu ini sepeninggal perusahaan HPH dimanfaatkan oleh masyarakat dengan cara ditebang lalu diolah menjadi kayu masak (kayu olahan) kemudian dijual kepada para pedagang lokal, dan sebagian kecil lainnya mereka manfaatkan untuk kebutuhan membangun rumah tinggal. Selain memanfaatkan hasil kayu, pada saat itu mereka juga memanfaatkan hasil hutan non kayu seperti, mencari getah damar, menyadap jelutung, mencari gaharu, rotan dan bambu yang juga masih cukup tersedia. Akan tetapi semakin lama potensi hasil hutan kayu (jenis kayu kelas) semakin berkurang dan potensi non kayu juga demikian sehingga hal ini berimbas pada berakhirnya pasar pembelian yang tumbuh menjamur di wilayah ini.
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu Saat Ini
Setelah jenis kayu-kayu kelas (Petaling, Meranti, Punak, Ramin, Manggris dan Merawan) sudah sangat terbatas dan sulit dijumpai diwilayah ini, maka aktifitas masyarakat mulai memanfaatkan hasil kayu jenis racuk seperti (jenis Medang, jenis Kayu Kelat, Kayu Asam, Rengas, jenis Balam, jenis Mahang dan Pulai) untuk dijadikan kayu olahan guna dijual. Sedangkan pemanfaatan hasil hutan non kayu sudah beralih dari memanfaatkan getah jelutung, damar, rotan dan bambu menjadi membuat arang, bertanam padi dan sayuran serta memikat burung. Sedangkan bagi sebagian kecil penduduk yang lebih dahulu datang dan menetap di wilayah ini ( + 12 KK) sudah mendapatkan hasil dari perkebunan karet dan sawit yang telah mereka usahakan jauh sebelumnya.
Dari hasil studi pemanfaatan hasil hutan kayu dan non kayu di areal kerja hutan desa Muara Merang yang dilakukan oleh Wahana Bumi Hijau pada bulan Maret 2012, teridentifikasi lebih kurang 150 orang (penduduk dusun dan luar dusun) masih melakukan penebangan kayu, 60 orang melakukan aktifitas pembuatan arang, 40 orang (penduduk dusun dan luar dusun) melakukan aktifitas memikat burung dan lebih dari 100 KK membuka perkebunan karet dan sawit.

Komitmen Membangun Hutan Desa Muara Merang


Written by Administrator


Saturday, 28 September 2013 17:34

Wakil Bupati Musi Banyuasin Beni Hernedi berdialog dengan pengurus Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) & perwakilan masyarakat Muara Merang di kantor LPHD di Dusun III Pancoran, Desa Muara Merang, Kabupaten Musi Banyuasin pada tanggal 17 April 2012.

Pada kesempatan tersebut, Beni Hernedi mengemukakan komitmennya untuk mendukung program Hutan Desa Muara Merang, karena skema pengelolaan Hutan Desa merupakan program pemerintah dalam memberikan akses kepada masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraanya secara berkelanjutan. Program ini juga sangat sejalan dengan aktualisasi visi & misi Pemerintah kabupaten MUBA dalam pengembangan ekonomi kerakyatan.

Beni menjelaskan, salah satu potensi pengembangan ekonomi rakyat yang sudah ada didepan mata saat ini adalah Hutan Desa, untuk itu Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin akan secara serius membantu masyarakat, karena baik buruknya hutan desa ini akan terkait langsung dengan Kabupaten Musi Banyuasin. Disamping itu, pembangunan di kawasan hutan desa Muara Merang juga perlu ditingkatkan. Terutama terkait dengan perbaikan jalan desa dan fasilitas umum lainnya, seperti balai pertemuan, fasilitas kesehatan dan pendidikan.

Terkait dengan permasalahan yang dikemukakan masyarakat tentang penebangan liar dan jual beli lahan oleh oknum masyarakat lokal di kawasan hutan desa yang status lahannya merupakan milik negara itu, Beni berkomitmen untuk memaksimalkan peran Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin terutama dalam peningkatan pengamanan dan penegakan hukum. Pengelolaan lahan di hutan desa harus mengikuti Rencana Kerja Hutan Desa (RKHD) dan aturan pengelolaan hutan desa yang telah dibuat oleh LPHD. Bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan di hutan desa tersebut tidak dapat dijadikan hak milik karena statusnya hutan produksi. Oleh karena itu, masyarakat harus mau ditertibkan, dan lahan-lahan harus ditata serta dimanfaatkan dengan baik guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Program Hutan Desa harus berhasil, karena ini sejalan dengan program Permata Muba, tegasnya di depan masyarakat Dusun III Pancoran. Dalam kunjungan kerja tersebut, Wakil Bupati Muba didampingi oleh Kepala Bidang Perlindungan dan Pengamanan Hutan, Kepala Polisi Kehutanan, Kepala UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Lalan-Mangsang-Mendis, perwakilan Kecamatan Bayung Lencir, Kepala Desa Muara Merang, Kepala Desa Medak dan unsur Muspida Muba lainnya.

Dalam dialog yang dipimpin oleh Adiosyafri dari Yayasan Wahana Bumi Hjau (YWBH) yang merupakan lembaga pendamping Hutan Desa Muara Merang tersebut, masyarakat mengemukakan harapannya kepada Pemerintah kabupaten MUBA untuk memaksimalkan peran & kewajibannya dalam hal fasilitasi, pembinaan dan pengendalian guna mensukseskan program hutan desa ini.

Dengan kedatangan Wabup, lanjut Adiosyafri, masyarakat bersemangat dan bertambah optimis akan keberhasilan program hutan desa. Karena ungkapan komitmen Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin yang secara langsung disampaikan oleh Wabup dalam memaksimalkan perannya tersebut dihadapan semua pengurus LPHD dan masyarakat dusun Pancuran desa Muara Merang.

Peluang Ekonomi Masyarakat di Hutan Desa Muara Merang


Written by Administrator


Saturday, 28 September 2013 17:32

Hutan Desa Muara Merang adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. Penyelenggaraan hutan desa dimaksudkan untuk memberikan akses kepada masyarakat setempat melalui Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari. Tujuannya tidak lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan.

Melalui SK Menhut No.54 Tahun 2010 areal seluas 7.250 ha telah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan RI untuk di kelola oleh masyarakat. Ruang kelola ini akan di akses oleh 200 Kepala Keluarga melalui lembaga pengelola yaitu LPHD Muara Merang.

Berdasarkan kondisi biofisik bahwa secara umum Areal Kerja Hutan Desa Muara Merang dibagi menjadi dua zona yaitu; zona Pemanfaatan seluas 3.390 hektar (47%) dan zona Perlindungan seluas 3.860 hektar (53%)

Hutan Desa sebuah konsep yang memberi peluang besar kepada mayarakat dalam pengelolaan hutan

Sebagaimana ketentuan Menteri Kehutanan No: P. 49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa, ada banyak peluang yang bisa dimanfaatkan dan dikembangkan oleh masyarakat terhadap hutan desa, antara lain;

1. Pemanfaatkan kawasan
2. Jasa lingkungan
3. Pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu
4. Pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu

Pemanfaatan kawasan

Masyarakat dapat mengembangkan beberapa kegiatan berupa; budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya lebah, penangkaran satwa atau budidaya sarang burung walet.

Jasa Lingkungan

Masyarakat dapat mengembangkan beberapa kegiatan berupa;
pemanfaatan jasa aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan, penyerapan dan atau penyimpanan karbon.

Pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu

Masyarakat dapat memanfaatkan rotan, sagu, nipah, bambu, yang meliputi kegiatan penanaman, pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil. Serta pemanfaatan getah, kulit kayu, daun, buah atau biji, gaharu yang meliputi kegiatan pemanenan, penanaman, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil.

Pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu

Masyarakat mendapatkan hasil pemungutan hasil hutan kayu 50 meter kubik per lembaga per tahun dan pemungutan rotan, madu, getah, buah atau biji, daun, gaharu, kulit kayu, tanaman obat, dan umbi-umbian, dengan ketentuan paling banyak 20 (dua puluh) ton untuk setiap lembaga desa.

PELUANG EKONOMI MASYARAKAT DI HUTAN DESA MUARA MERANG
Dalam konteks penyelenggaraan Hutan Desa Muara Merang, peluang tersebut dapat di implementasikan dalam tiga program yaitu; program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

Program Jangka Pendek

Peluang ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat adalah adanya ketersediaan sumberdaya hutan seperti getah Jelutung dan Pasak Bumi. Sementara peluang usaha yang dapat dikembangkan adalah pengembangan usaha palawija seperti jagung dan padi. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan pengembangan palawija tersebut sudah biasa dilakukan oleh masyarakat. Namun hasilnya sekedar penunjang dan memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga masyarakat semata. Kedepan pengembangan palawija diarahkan mampu memenuhi kebutuhan pasar dengan produksi komoditi yang beragam.

Peluang Jangka Menengah

Program alternatif jangka menengah yang akan dikembangkan di Hutan Desa adalah Jarak Pagar. Pilihan komoditi ini telah menjadi salah satu agenda terdekat yang akan dikembangkan oleh masyarakat. Rencananya komoditi Jarak pagar akan dikembangkan di zona pemanfaatan seluas 150 ha. Informasi seputar budidaya dan jaminan usaha dalam hal ini pasar maupun skema nilai ekonomis telah didapat. Saat ini masyarakat sedang dalam tahap penyiapan lahan. Setelah penyiapan lahan, beberapa perwakilan masyarakat di dampingi oleh WBH akan melakukan kunjungan lapangan proyek pengembangan Jarak Pagar di Muara Enim yang tengah berlangsung. Kunjungan ini sekaligus sebagai sarana belajar bagi masyarakat dalam mengembangkan budidaya Jarak Pagar di Hutan Desa Muara Merang kedepan.

Program Jangka Panjang
Sementara dalam program jangka panjang, masyarakat akan mengembangkan tanaman karet campuran dan kayu Jabon. Bagi masyarakat kedua komoditi ini merupakan peluang yang bernilai ekonomis tinggi dan dapat dikembangkan dan seiring dengan ketentuan jenis tanaman yang di perbolehkan dalam aturan yang ada. Dilain sisi masyarakat juga telah memiliki pengalaman terhadap pengembangannya. Dalam hitungan usia 6-7 tahun pohon karet sudah dapat disadap dan pohon Jabon sudah dapat di produksi.
Ruang kelola dan akses masyarakat desa Muara Merang terhadap sumberdaya hutan melalui skema Hutan Desa telah diperoleh secara sah. Saatnya masyarakat berbuat, memperbaiki dan meningkatkan kehidupan ekonomi rumah tangga.

Tantangan, Persoalan dan Solusi dalam Mengelola Hutan Desa Muara Merang


Written by Administrator


Saturday, 28 September 2013 17:28

Pada tanggal 21 Januari 2010, Hutan Desa Muara Merang ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa didalam hutan produksi pertama di Indonesia. Setelah penetapan oleh Menteri Kehutanan dilanjutkan dengan proses permohonan izin pengelolaan kepada Gubernur, dan pada bulan November 2010 izin pengelolaan tersebut telah terbit dengan beberapa revisi terkait Rencana Kerja Hutan Desa (RKHD). Dalam perjalanannya, seiring masih barunya implementasi skema hutan desa di wilayah ini, menghadapi berbagai tantangan dan persoalan diantaranya :

  1. Lemahnya kapasitas lembaga pengelola hutan desa; Hutan Desa dikelola oleh desa malalui lembaga pengelola hutan desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa. Permasalahan yang dialami oleh lembaga pengelola hutan desa Muara Merang yaitu, kekurangpahaman tata kerja dan tata kelola Huta Desa, belum terbangun kebersamaan dan kesepahaman antar pengurus, dan belum terbangunnya pola komunikasi yang terbuka antara masyarakat dan lembaga pengelola.
  2. Penguasaan lahan oleh pihak-pihak yang tinggal diluar desa tanpa koordinasi dengan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD); Sejak ditetapkannya areal kerja hutan desa Muara Merang, hingga saat ini masyarakat luar desa terus berdatangan di wilayah ini untuk menguasai lahan. Pola penguasaan dilakukan dengan cara meng-klaim lahan dan membeli. Pengkaliman lahan dilakukan dengan cara membuka dan mengelola lahan tanpa berkoordinasi dengan lembaga pengelola hutan desa. Yang kedua, dengan cara membeli lahan dari oknum-oknum didalam desa.
  3. Sistem pengamanan dan pengawasan hutan desa berjalan kurang efektif; Sebenarnya kelembagaan hutan desa melalui Pemerintah Desa Muara Merang sudah membentuk SATGAS pengamanan hutan desa, tapi keanggotaan SATGAS tersebut tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik dikarenakan kuatnya tekanan dari para pelaku perambahan dan pencurian kayu. Serta, buruknya dukungan pihak berwenang dalam pemberantasan kegiatan illegal di kawasan Hutan Desa. Ini menimbulkan dugaan kuat bahwa kegiatan illegal di kawasan hutan desa, melibatkan oknum-oknum di instansi terkait dan penegak hukum.
  4. Kegiatan illegal didalam kawasan hutan desa; Di areal kerja hutan desa masih banyak kegiatan – kegiatan ilegal, seperti : jual-beli lahan, pembukaan lahan puluhan hektar untuk perkebunan sawit, pembalakan liar dan usaha sawmil.
  5. Belum terbangun persatuan dan kekompakan masyarakat local; Komunitas masyarakat yang tinggal di areal kerja hutan desa merupakan masyarakat pendatang yang sangat heterogen, terdiri dari berbagai daerah dan suku sehingga sulit bersatu untuk mencapai tujuan bersama.
  6. Tidak maksimalnya dukungan pemerintah; Pengawasan dan fasilitasi atau pembinaan dalam mengelola hutan desa merupakan tugas pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kehutanan Kabupaten sebagai instansi teknis, tugas-tugas ini tidak berjalan sebagaimana mestinya di lapangan karena keterbatasan sumberdaya.

Dari berbagai kendala tersebut perlu dilakukan upaya solusi sebagai berikut :

  1. Penguatan kelembagaan pengelola hutan desa;
  2. Secara partisipatif, lembaga pengelola hutan desa membuat peraturan pengelolaan dengan jelas;
  3. Dinas Kehutanan Kabupaten dan atau BP DAS melakukan kegiatan pembinaan dan fasilitasi secara intensif;
  4. Penertiban secara tegas terhadap kegiatan-kegiatan ilegal yang terjadi di areal kerja hutan desa dengan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum;
  5. Membangun keterlibatan/partisipasi masyarakat lokal dalam mengelola hutan desa;
  6. Pengelolaan dilakukan secara transparan dan akuntabel (terbuka dan bertanggung jawab);
  7. Melakukan kegiatan pendampingan masyarakat lokal secara intensif.

7 Dosa Besar yang dilakukan PT.WKS terhadap Petani Jambi


Written by Administrator


Friday, 22 February 2013 22:52

Semenjak kehadiran PT.WKS di Provinsi telah menimbulkan banyak masalah terkait konflik sosial dalam pengeloalaan Sumber Daya Alam yang ada pengelolaan atas Tanah sebagai alat ,sarana tata produksi ,tata kelola masyarakat kaum tani dalam menjalani dan meneruskan mata rantai dalam kehidupan sehari hari untuk memenuhi kebutuhan demi kelangsungan kehidupan .terjadi kesinjangan sosial yang mengakibatkan terjadi pengangguran dan kemiskinan petani yang dulunya memiliki lahan garapan namun saat ini petani hanya tinggal nama karena mereka sudah tidak lagi memiliki lahan garapan.

Beberapa persoalan konflik sosial yang terjadi di jambi yang di akibatkan oleh lahirnya izin HPHH-HTI oleh Kementerian Kehutan RI kepada PT.WIRA KARYASAKTI yang tersebar di Lima Kabupaten dengan luas izin mencapai 293.000ha kepada PT .WKS.dan 45.000ha ke PT RHM.Dalam pelaksanaan pembukaan areal pihak perusahaan melakukan penebangan kayu Hutan Alam,dan pengusuran terhadap areal pertania,perkebunan masyarakat tani di Jambi. Berdasarkan sertifikasi yang di lakuaka oleh Lemaga Ekolebel International (LEI) yang di laksanakan oleh PT TUV,terdapat beberapa kelebihan luas areal aktualitas di lapangan ,serta rekomendasi PT .TUV PT WKS harus menyelesaikan konflik sosial dengan Masyarakat,

Beberapa persoalan yang di timbulkan atas kehadiran PT.WKS di Jambi dapat kami katagorikan sebagai dosa- dosa besar yang tidak dapat di ampunani jika tidak segera di selesaikan dengan baik.

  1. PT.WIRA KARYASAKTI (Sinar Mas) telah mengambil paksa areal petani ,masyarakat lokal dengan menggunakan Aparat POLRI/ PAM SWAKARSA/SCURITY /TNI pada saat melakukan penggusuran terhadap tanaman para petani.
  2. PT.WKS melakukan kriminalisasi terhadap petani dengan dalih undang undang no 41 tahun 1999. “Terjadi penangkapan terhadap para petani yang bila melakukan protes terhadap penggusuran atas areal garapan petani itu sendiri.(pada hal petani /masyarakat lokal telah terlebih dahulu berada pada areal garapan mereka ,jauh sebelum PT WKS memiliki Izin KONSESI HTI)”
  3. PT.WKS Telah melakukan pelanggaran HAM terhadap petani .
  4. PT.WKS menggunakan kekuatan POLRI untuk melakukan Penembakan terhadap petani hingga menewaskan para petani ,masyarakat lokal .
  5. PT WKS melakuakan pembohongan Publik dalam penyelesaian konflik sosial Masyarakat di lima Kabupaten dalam Provinsi Jambi.
  6. PT.WKS Mencaplok AREAL PENGGUNAAN LAIN (APL)AREAL BUDI DAYA PERTANIAN yang di sulap menjadi HTI
  7. PT.WKS Mengkompersi lahan Gmbut menjadi HTI.

“Dari beberapa hal tersebut di atas yang merupakan kesalahan patal yang telah di lakukan oleh PT WKS (Sinar Mas ) maka dengan ini kami mengecam keras terhadapa para konsumen SMF terhadap pembelian atas hasil Produksi Smf ,karena setiap Produc SMF PULP&PAPER yang di beli oleh para konsumen merupakan TETESAN DARAH Dan AIR MATA PARA KAUM TANI YANG TELAH TERZOLIMI yang tersebar di Lima Kabupaten dalam Provinsi Jambi.

Sampai saat ini PERSATUAN PETANI JAMBI yang bersatu bersama masyarakat menuntut keras kepada PT WKS (SMF) Agar segera mengembalikan tanah-tanah petani , rakyat lima kabupaten dalam provinsi jambi dengan luasan +41.000ha.yang dulunya di miliki dan di garap oleh +14.000 kepala keluarga”